Take Over KPR Banyak Diminati Konsumen Properti, Kenapa?
Eduaksi | 2022-12-31 10:49:48BOGOR - Proses take over Kredit Pemilikan Rumah (KPR) belakangan ini semakin banyak diminati dikalangan konsumen properti, kenapa?
Mereka pasti punya alasan tersendiri. Selain persoalan nama calon nasabah tengah mengalami backlis BI Checking, faktor tersebut juga disebabkan ketatnya proses pengajuan KPR disejumlah perbankan.
Analis Koalisi Konsumen Properti Rahmat Anwar membenarkan, take over KPR merupakan proses pengalihan KPR secara legal.
"Dalam hukum jual beli rumah, take over KPR berarti membeli rumah yang sedang di-KPR-kan oleh pemilik sebelumnya. Jadi, bisa saja tidak membuat perjanjian KPR dengan pihak bank atas properti baru, tapi tinggal melanjutkan KPR yang sudah ada namun prosesnya tetap dilakukan dihadapan notaris," jelas Rahmat Anwar, saat ditemui di kawasan Nuansa Cilebut Asri, Bogor, Sabtu (31/12/2022).
Menurutnya, tren pembelian properti melalui proses take over KPR belakangan ini diakuinya sebagai solusi agar tetap bisa mewujudkan punya rumah.
"Tidak bisa dipungkiri, cara ini memang menjadi solusi bagi mereka yang tetap berharap punya rumah sendiri. Kendala mereka calon pembeli enggan mengajukan KPR secara langsung biasanya terkendala masalah BI Checking. Terlebih ada sebagian yang terjebak piutang paylater ataupun pinjol," tambah Rahmat Anwar.
Lebih lanjut dikatakan Rahmat Anwar, take over KPR merupakan sebuah tindakan pengalihan KPR sebuah properti kepada pihak lain yang dilakukan secara sah berdasarkan sebuah perjanjian berlaku di bawah aturan hukum tertentu.
"Adapun sejumlah alasan dilakukannya take over KPR misalnya, untuk memperoleh suku bunga yang lebih ringan, beli rumah yang lebih besar (upgrade) atau karena kebutuhan keuangan mendesak," ujarnya.
Selain itu, bagi calon pembeli rumah dengan status KPR masih berlangsung ini dimana pihak-pihak yang terkait yaitu, pemohon take over, penjual rumah dalam status KPR masih berlangsung, pihak bank selaku penyedia dana, dan pihak notaris yang mengurus seluruh dokumen pengalihan kredit.
Masih dikatakan Anwar, prosedur pengajuan take over jual ini serupa dengan pengajuan KPR pada umumnya.
"Tapi, calon pembeli wajib hadir di bank bersama dengan pihak penjual rumah dan membayarkan sejumlah biaya take over yang telah disepakati oleh kedua belah pihak," jelasnya.
Selain itu, pengecekan dan appraisal akan dilakukan seperti biasa, dan jika pengajuan disetujui, maka pihak bank akan mengeluarkan Akta Jual Beli (AJB) dan SKMHT.
Kemudian, Rahmat Anwar juga menjelaskan terkait proses take over bawah tangan. Menurutnya, take over bawah tangan sebenarnya serupa dengan take over jual, namun letak perbedaannya adalah tidak ada pihak bank yang dilibatkan dalam transaksi ini, sehingga pihak yang terlibat hanyalah, pemohon take over, penjual rumah dengan status KPR masih berlangsung, dan pihak notaris yang mengurus seluruh dokumen pengalihan kredit.
"Jenis take over ini sangatlah berisiko dan tidak dianjurkan sebagai pemohon take over. Mengapa demikian? Karena pihak bank yang merupakan pihak penyedia dana KPR tidak akan menyerahkan sertifikat kepemilikan kepada namanya tidak tercantum dalam sertifikat itu," katanya.
Proses pengalihan umumnya hanya dilakukan di depan notaris saja. Potensi masalah yang akan terjadi adalah setelah pembeli melunasi seluruh KPR dan berniat mengambil sertifikat ke bank.
Kemungkinan besar pihak bank tidak akan memberikannya dengan mudah sehingga akan ada biaya yang perlu ditanggung untuk menutup kerugian ini.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.