Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mardliyatus Sa'diyah

Waspada Gangguan Kecemasan Perpisahan Terjadi pada Anak-anak

Edukasi | Wednesday, 21 Dec 2022, 18:58 WIB

Separation Anxiety Disorder (SAD) adalah ketakutan atau kecemasan yang tidak sesuai dan berlebihan secara perkembangan tentang pemisahan dari figur lekat atau terikat, terjadi pada anak-anak dan orang dewasa dengan kriteria yang menunjukkan adanya penarikan sosial, apatis, kesedihan atau kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan atau bermain. Pada anak-anak gangguan kecemasan ini bisa terjadi karena peristiwa yang dialami berupa tekanan yang berlebihan ketika melewati momen perpisahan dari rumah, jauh dari orang tua atau pengasuhnya.

Anak-anak akan merasa khawatir tentang perasaan dan pikiran akan perpisahan, ditinggalkan serta berbagai bayangan akan kejadian menyeramkan yang akan dialaminya. Anak-anak yang mengalami gangguan kecemasan, mereka mungkin enggan atau menolak untuk hadir pergi ke sekolah, berkemah, dan tidur selain dirumahnya. Mereka akan bersikeras untuk tetap dekat dan berada dengan orang tua atau pengasuhnya. Gangguan ini berlangsung selama minimal 4 minggu yang dialami oleh anak-anak dimulai saat usia 1 tahun dan menyebabkan penderitaan yang signifikan secara klinis sehingga berdampak pada fungsi sosial, akademik atau area fungsi penting lainnya.

Gangguan kecemasan yang dialami oleh anak-anak akan memberikan dampak tidak hanya pada aspek psikologis, namun juga dalam dunia pendidikan. Permasalahan ini merupakan hal yang perlu menjadi suatu perhatian. Tujuan pendidikan belum tercapai sepenuhnya apabila salah satu sebabnya dimungkinkan terdapat kekhawatiran anak untuk jauh dari orang tua atau figur lekat yang berada di dekat mereka. Jika kekhawatiran ini dibiarkan hingga mengakibatkan gangguan kecemasan, maka dapat juga berdampak pada fungsi perkembangan.

Oleh karena itu, permasalahan ini diperlukan adanya perhatian dari segala lini baik oleh profesional dalam bidang kesehatan mental, tenaga di bidang pendidikan dan tentu peran orang tua dirumah.

Faktor penyebab yang menjadi pertimbangan mengapa anak melakukan penolakan untuk pergi ke sekolah, dimungkinkan karena kondisi anak yang mengalami kesulitan beradaptasi dengan teman-teman baru, kesulitan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru, mengalami tindakan bullying dan fenomena lain yang mengakibatkan anak menolak untuk pergi ke sekolah.

Masalah kehadiran anak di sekolah merupakan masalah serius, karena ketidakhadiran merupakan faktor resiko utama untuk kegagalan akademik, kekerasan, berpengaruh terhadap kesejahteraan saat mereka memasuki usia remaja atau dewasa, terciptanya angka pengangguran ketika berlangsung secara terus menerus hingga anak tumbuh dewasa sampai pada kemungkinan terjadinya gangguan psikologis.

Dari tulisan ini saya menyadari bahwa perlunya tindakan lebih lanjut untuk mengatasi permasalahan gangguan kecemasan pada anak yang mengakibatkan penolakan pergi ke sekolah. Upaya apa saja yang harus dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut. Pertama adalah perlu memperhatikan peran orang tua sebagai figur lekat dan terikat berkaitan dengan perkembangan anak di setiap masa pertumbuhannya. Bagaimana figur orang tua memberikan bekal dan upaya komunikasi dengan anak akan perubahan yang terjadi pada setiap tahap kehidupan mereka. Sehingga anak mampu beradaptasi sesuai kemampuan dan kapasitas dirinya.

Model pendidikan dan pembelajaran di sekolah tentu menjadi salah satu fokus utama yang tidak boleh hilang akan nilai-nilai, perilaku, moral dan cara terciptanya budaya damai. Sehingga tidak hanya memperhatikan sisi akademik pada proses pembelajaran, melainkan upaya menciptakan suasana belajar yang nyaman, kondusif dan efektif bagi anak.

Sedangkan peran profesional kesehatan mental melakukan pendekatan dari sisi psikologis terkait kecemasan yang dihadapi oleh anak ketika berkaitan dengan belajar di sekolah. Dengan adanya kolaborasi dari berbagai pihak, menjadi sebuah upaya meminimalisir terjadinya gangguan kecemasan akan perpisahan yang menyebabkan penolakan pergi ke sekolah. Upaya ini harus kita usut dari akar penyebabnya sehingga akan menemukan solusi yang tepat untuk menanganinya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image