Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asri Hartanti on Ahaa Channel

Penanaman Modal Asing Bagaimana Islam Memandangnya?

Politik | Sunday, 18 Dec 2022, 16:15 WIB

DetikSulsel melaporkan bahwa kepulauan Wiji di Halmahera Selatan, Maluku Utara masuk dalam penawaran lelang di situs Sotheby’s Concierge Auction. Bberita tersebut sempat mencuat beberapa waktu yang lal. Kemudian Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengklarifikasi dengan menyatakan bahwa PT Leadership Island Indonesia, pihak yang melelang, hanya mencari investor asing, bukan untuk menjualnya.

Sebenarnya investasi asing, Penanaman Modal Asing, atau apapun namanya, tidaklah direkomendasikan. Ada alasan kenapa negara-negara tertentu seperti Filipina tidak memperbolehkan Warga Negara Asing untuk memiliki properti dalam bentuk apapun di negara tersebut.

Pada dasarnya, investasi asing adalah bagian dari jalan untuk menguras kekayaan alam sebuah negara tertentu. Apalagi ketika kita paham bahwa pihak swasta akan selalu berupaya mencari keuntungan untuk diri sendiri, dan maka keuntungan untuk orang lain, dalam hal ini, negara asal, adalah urusan belakangan.

Bukti empiris tentang hal tersebut telah nyata di depan mata. Tidak ada satupun kasus Penanaman Modal Asing atau apapun namanya membawa kesejahteraan yang hakiki bagi warga sekitarnya. PT. Free Port misalnya, yang selama ini telah menguasai Sumber Daya Alam Papua yang berupa tambang emas, tidak sekalipun bergeming melihat kondisi warga sekitar yang bahkan sekadar alas kaki saja tidak mampu membeli. Sementara mereka hidup mewah bergelimangan harta dari menguras habis tambang emas Indonesia. Bodoh saja kalau kita harus percaya bahwa asing akan berusaha sebaik mungkin untuk mengolah Sumber Daya Alam tertentu sehingga pemanfaatannya digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat sekitar.

Maka sebaik-baiknya peraturan yang berkaitan dengan pengolahan Sumber Daya Alam adalah mengembalikan kembali pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Namun, ini tidak mungkin akan terwujud jika masih saja kita terkukung dalam penjajahan ‘halus’ demokrasi seperti ini. Kedemokrasian ini mengukung independensi kita dalam berbagai bidang seperti dalam hal mengelola Sumber Daya Alam. Kita akan senantiasa dikondisikan untuk berhutang luar negeri, sehingga negara-negara peminjam yang notabene adalah negara-negara adidaya, akan leluasa untuk mengendalikan kita, termasuk ketika kita ingin mewujudkan peraturan yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3.

Lalu langkah apa yang sebaiknya kita ambil sebagai sebuah negara dan pemerintah agar peraturan ini terlaksana dengan sebenar-benarnya? Karena dengan demokrasi, hal ini tidak mungkin akan terwujud, maka solusi alternatifnya adalah dengan menerapkan aturan Islam secara utuh. Islam akan mendidik kita menjadi orang-orang yang bervisi luar biasa untuk kehidupan seluruh umat yang lebih baik. Dan tetap mengantek pada negara adidaya bukanlah visi seorang muslim, karena ia paham bahwa hal itu hanya akan menguntungkan sesaat untuk diri sendiri. Sementara dalam demokrasi dimana kapitalisme sangat berpengaruh pada pola pikir kita. Dengan pandangan kapitalisme, segalanya halal dilakukan asalkan ia membawa keuntungan finansial untuk diri sendiri paling tidak.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image