Bullying, Fakta Generasi yang Butuh Solusi
Info Terkini | 2022-12-18 14:52:23Bullying, Fakta Generasi yang Butuh Solusi
Oleh: Khusnul Asy Syifa
Sebuah video viral memperlihatkan perbuatan bullying yang dilakukan oleh sekelompok pelajar berseragam pramuka terhadap seorang nenek. Sebagaimana dikutip dari cnnindonesia.com, pelajar yang telah menendang nenek lansia hingga terpental jatuh itu teridentifikasi berasal dari Tapanuli Selatan.
Fakta serupa yang tidak kalah mirisnya adalah aksi bullying dari pelajar salah satu SMP di Kota Bandung yakni perlakuan kasar saat memasangkan helm pada kepala korban kemudian Si pelaku menendang kepala korban hingga terjatuh. Videonya juga sempat viral di media sosial.
Siapapun yang melihat video tersebut akan merasakan miris dan prihatin. Sudah separah itukah moral pelajar kita?
Tindakan bullying tersebut menggambarkan betapa buruk kualitas pelajar atau generasi saat ini. Dua fakta pelajar tersebut tentu saja hanya sebagian fakta kecil saja, fenomena bullying saat ini seperti tumpukan gunung es saja. Kenyataan di lapangan kasus bullying hampir terjadi di setiap sekolah.
Jelas karakter yang nampak seperti ini menjadi bukti akan kegagalan pendidikan serta orang tua dalam pembentukan kepribadian anak. Semestinya sebagai orang timur maupun negara yang mayoritas muslim generasi muda yang kita inginkan adalah generasi yang memiliki karakter sosok pemimpin, berkepribadian sesuai norma agama. Oleh karenanya patut kita introspeksi diri adakah yang salah sehingga persoalan ini kenapa semakin bertambah parah.
Jika kita mau uraikan akar persoalan maraknya kasus bullying pun adanya degradasi moral tidak lain disebabkan penerapan sistem sekulerisme. Ya, sekulerisme sebagai ide dasar dari sistem kapitalisme telah memisahkan agama dari kehidupan. Semua bidang kehidupan termasuk dalam hal ini adalah pendidikan realitanya telah kasat mata mengadopsi sekulerisme.
Walhasil, buah yang dipetik persis saat ini yang sedang terjadi. Dengan sekuler menjadikan para pelajar berpikiran “semau gue” serba bebas tanpa lagi melihat dilarang atau tidaknya dalam agama, tidak melihat lagi apakah perbuatannya itu sopan atau tidak, beradap atau tidak.
Di sisi lain para pemuda yang ingin belajar agama khususnya bagi mereka yang muslim justru dicurigai dan dijadikan sasaran deradikalisasi Islam. Orang tua dan anak-anak ditakut-takuti dengan isu radikalisme. Akibatnya generasi menjadi miskin adab, rapuh, tidak tahu sopan santun, emosional.
Kondisi ini berbeda dengan sistem pendidikan Islam. Sistem Pendidikan Islam menjadikan akidah sebagai landasan sistem pendidikan. Sistem Pendidikan Islam mampu menghasilkan siswa yang berkepribadian Islam dan berakhlak mulia. Siswa yang memiliki keimanan yang kuat, dan pola pikir serta pola sikapnya selalu dibimbing oleh syariat Islam. Siswa yang menjadikan hukum Islam sebagai standar perbuatannya. Dia tidak akan berani melakukan perbuatan perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam seperti bullying, tawuran pelajar dan perbuatan yang melanggar syariat Islam yang lain.
Selain itu budaya amar makruf nahi mungkar juga diwajibkan dalam masyarakat. Semua anggota masyarakat memiliki kepedulian yang sangat besar. Sehingga ketika terdapat anggota masyarakat yang melanggar hukum Islam akan segera diingatkan dan dinasehati. Tidak dibiarkan sebagaimana dalam sistem kapitalis sekuler saat ini.
Selain itu terhadap pelaku bullying maupun pelaku perbuatan kriminal yang lainnya akan diberi sanksi yang tegas. Pelajar dan remaja yang melakukan perbuatan kriminal, apabila sudah terbukti sudah baligh maka akan diberi sanksi sebagaimana orang dewasa. Apabila berzina akan didera 100 kali, apabila mencuri yang mencapai nisab makanan akan dipotong tangannya, dan seterusnya sesuai hukum Islam.
Dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah tidak akan ada lagi kasus-kasus bullying atau perundungan semagaiama dalam sistem sekuler saat ini.
Wallahua a’lam bi ash-shawwab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.