Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Demi Solidaritas dan Kesetiakawanan Sosial Nasional

Filantropi | Sunday, 18 Dec 2022, 06:18 WIB
Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) yang diperingati setiap 20 Desember menjadi momentum penting. Semua pihak harus terlibat dalam pemecahan masalah sosial yang terjadi di sekitar kita. Foto: Republika

Perjalanan bangsa Indonesia telah menunjukkan arti penting solidaritas sesama anak bangsa. Ujian yang menerpa bangsa ini menunjukkan betapa kuatnya kesetiakawanan sosial. Bencana alam yang terjadi di suatu daerah menggerakan simpati dan empati di seluruh wilayah lain. Ini tentunya menjadi modal utama persatuan dan kesatuan bangsa. Masyarakat pun secara tulus bergotong royong mengatasi seluruh problem sosial.

Teori sosial yang dipelajari di bangku kuliah mengajarkan bagaimana masyarakat tradisional di pedesaan memegang teguh nilai-nilai kebersamaan. Emile Durkheim membagi masyarakat menjadi dua, yaitu masyarakat sosial solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan ciri masyarakat masyarakat pedesaan yang masih sederhana dan belum mengenal pembagian kerja. Sementara masyarakat organik merupakan ciri masyarakat kota.

Masyarakat solidaritas mekanik memiliki rasa senasib sepenanggungan. Ciri masyarakat yang memiliki ikatan sosial yang kuat karena banyak kesamaan antar mereka, baik dari sisi pemikiran, jenis pekerjaan, budaya dan aktivitas sosial. Akibat dari homogenitas ini mereka dihadapkan pada problematika hidup yang sama. Akhirnya, masyarakat berusaha mencari solusi bersama-sama pula.

Sementara ciri masyarakat perkotaan sebagai solidaritas organik, adalah ketergantungan. Ciri ini memang sangat terlihat, di mana hubungan antar satu individu tergantung dengan individu lain. Ketika seseorang tidak memiliki ketergantungan dengan orang lain, itu artinya dia tidak terhubung secara sosial. Dalam sebuah kompleks perumahan, misalnya, ada orang yang tidak saling kenal dan bertegur sapa. Kenapa? Karena mereka tidak saling memiliki ketergantungan antara satu sama lain.

Hal menarik ketika ibu-ibu rumah tangga justru mengenal dan akrab dengan tukang sayur, karena ada ketergantungan secara sosial. Ini yang membedakan dengan masyarakat desa dengan masyarakat kota. Masyarakat kota membangun hubungan sosial karena adanya ketergantungan dan hanya butuh.

Sikap individualistik ini justru tidak bagus bagi kehidupan berbangsa kita. Oleh sebab itu, harus dijauhi dan kita membiasakan diri untuk bertegur sapa antarsesama kita. Ujian bencana alam yang marak terjadi di daerah membutuhkan sikap kepedulian. Kemiskinan yang melanda beberapa wilayah juga membutuhkan solidaritas. Hingga 77 tahun Indonesia merdeka, sejatinya kerja kita belum selesai. Masih banyak saudara-saudara kita yang membutuhkan pertolongan dan bantuan, berupa materi, tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk meringankan kesulitan orang lain.

Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) yang diperingati setiap 20 Desember menjadi momentum penting. Semua pihak harus terlibat dalam pemecahan masalah sosial yang terjadi di sekitar kita. Integrasi masyarakat kota dan desa memang perlu terus digalakkan. Kemudahan migrasi penduduk, kemajuan alat komunikasi, dan massifnya informasi yang tersebar adalah bagian dari integrasi nilai masyarakat mekanik dan organik. Kemudahan-kemudahan tersebut membuat masyarakat berjalan pada modernisasi nilai dan pemikiran.

Ini tentunya memudahkan Pemerintah untuk menyebarkan pemerataan sosial penduduk dari sisi ekonomi, indeks kebahagiaan, penguatan ideologi, pemikiran dan sebagainya. Kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat bisa dipersempit. Jurang kemiskinan yang menjadi problem sosial bisa diatasi. Solidaritas dan kesetiakawanan sosial nasional harus terus disuarakan dan mendapat perhatian dari semua pihak. Dengan begitu, berbagai persoalan sosial yang terjadi bisa diatasi dengan semangat kebersamaan. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image