Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Azizah Nurrahma

Denda dalam Perspektif Islam

Ekonomi Syariah | Wednesday, 14 Dec 2022, 22:59 WIB

Denda dalam konteks Islam disebut gharamah, dan denda dapat diartikan sebagai hukuman atau sanksi yang harus dibayar nasabah dalam bentuk materi kepada lembaga keuangan. Denda biasanya diterapkan dalam kasus pidana, perkreditan dan kegiatan ekonomi lainnya. Dalam kasus ekonomi, ada banyak kontrak yang didasarkan pada utang cicilan atau kredit.

Ulama terbagi dalam konteks denda, ada yang membolehkan denda dengan alasan bahwa menurut aturan mereka, yang dapat menunda pembayaran harus dapat membayar sanksi dan perjanjian yang telah dibuat.

Ada pula ulama yang melarang denda dan alasannya sejalan dengan hadits Nabi Shallallahu alaihi wasallam yang bersabda: “Dalam harta seseorang tidak ada harta lain selain zakat” (HR Ibnu Majah).

Ada sebuah ayat dalam Al-Qur'an yang menyebutkan konteks denda:

وَلَا تَاۡكُلُوۡٓا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ وَتُدۡلُوۡا بِهَآ اِلَى الۡحُـکَّامِ لِتَاۡکُلُوۡا فَرِيۡقًا مِّنۡ اَمۡوَالِ النَّاسِ بِالۡاِثۡمِ وَاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ

Artinya : “Sebagian dari kamu tidak memakan harta orang lain dengan cara yang sia-sia, dan tidak membawa urusan harta itu kepada hakim” (Q.S Al-Baqarah:188)

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Allah SWT. Kita tidak boleh ikut campur, apalagi mengambil milik orang lain.

Jadi kesimpulannya, sebagai umat Islam, kita harus mencermati lebih dalam istilah-istilah yang terkandung dalam hukum Islam sebelum memutuskan untuk menjatuhkan denda kepada seseorang. Dari perspektif ekonomi Islam, denda ada di Indonesia. Namun, ada yang harus diperhatikan dalam hal denda, bahwa uang atau materi yang dibayarkan oleh klien tidak boleh digunakan untuk kebutuhan institusional, tetapi harus dikembalikan kepada masyarakat, misalnya infak.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image