Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Zidan

Pindah Ibu Kota Negara, Untuk Kepentingan Siapa?

Politik | Wednesday, 14 Dec 2022, 15:37 WIB

Pemerintah terkesan tergesa-gesa mengesahkan RUU tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU. Lalu RUU itu direvisi terkait kepemilikan hak guna lahan bagi investor selama 90 tahun hingga 180 tahun. Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia pun angkat suara.

Bahlil mengatakan bahwa ini bukan soal ngemis atau tidak ngemis. Tapi menawarkan hal yang menarik bagi investor. Salah satu hal menarik adalah yang mungkin terkait dengan jangka waktu kepemilikan lahan. Dan kalau dibanding negara lain, itu juga seperti itu.

Bahlil juga mengelak jika dikatakan adanya kebijakan tersebut karena minimnya minat investor. Ia mengklaim beberapa investor sudah menyatakan komitmen masuk ke IKN, yaitu dari Uni Emirat Arab, China, Korea Selatan, hingga negara Eropa. "Sekarang bukan berarti nggak ada, sudah ada, tapi kan boleh dong mereka menawar dan kita harus cari jalan keluar bersama-sama, win-win solution lah. Negara dapat, pengusaha juga harus dapat," jelasnya.

Rencana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) memang penuh kontroversi. Awalnya pemerintah menyatakan pembangunan IKN tidak akan memakai APBN. Meskipun demikian berbagai pertimbangan harus dipikirkan karena pasti akan berdampak pada kondisi rakyat yang saat ini semakin terjepit.

Walhasil setelah beberapa investor menarik diri dari proyek pembangunan IKN, maka akhirnya pendanaan proyek ini memakai APBN dengan alasan masuk dalam proyek strategis nasional. Ditambah lagi yang bikin miris, hak lahan yang ditawarkan hingga 180 tahun dianggap sebagai strategi pemanis agar investor mau masuk ke IKN.

Betapa negara ini lambat laun akan hancur tergadai karena tejerat utang pembiayaan IKN yang penuh ambisi. Padahal rakyat tidak butuh IKN baru yang tak ada hubungannya dengan peningkatan kesejahteraan mereka. Akibatnya rakyat makin sengsara karena menanggung banyak beban utang, kedaulatan negara pun tergadai.

Sungguh sebuah keputusan yang berada di luar nalar sehat rakyat. Kondisi negara yang sulit ditambah jelang resesi tak membuat pemerintah sediktpun mengurungkan niatnya untuk membangun kota impian. Lalu demi siapa sebenarnya ibu kota baru itu?

Pembangunan dalam sistem kapitalisme selalu mengutamakan kepentingan para pemilik modal. Dengan demikian maka kuku-kuku penjajah akan semakin mencengkeram kuat di negeri muslim besar ini. Memang hal demikian adalah bagian dari upaya pengokohan ideologi kapitatlisme.

Berbeda dengan konsep pembangunan infrastruktur dalam sistem Islam. Dalam pandangan Islam, pembangunan Ibu Kota Negara harus dengan pertimbangan politik dan pertahanan keamanan. Sebab Ibu Kota adalah jantung seluruh aktivitas negara, di sanalah seorang pemimpin nagara menjalankan tugasnya melayani urusan rakyat.

Ibu kota negara merupakan representatif posisi negara dimata dunia. Negara Islam pun beberapa kali pernah berpindah tempat Ibu kota. Namun tentu saja dengan berbagai pertimbangan kemashlahatan rakyat dan persiapan terbaik serta perencanaan yang matang. Dananya tidak bersumber dari utang negara asing yang pasti membawa misi tersendiri sesuai kepentingan mereka. Wallahu a'lam bishshawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image