Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Belajar Menjadi Kutu Buku dan Menulis Produktif Inovatif Kepada Imam Suyuthi

Agama | 2021-12-12 19:51:01

SELAIN gelar kutu buku, gelar penulis produktif-inovatif layak disandangkan kepada Imam al Suyuthi. Betapa tidak, selama hidupnya ia telah menggoreskan penanya dalam lembaran-lembaran kertas, dan menghasilan karya lebih dari 300 kitab (Husnu al Muhadharah fi Tarikh Misri wa al Qaahirah, Juz I, hal. 616).

Kitab-kitab karya Imam al Suyuthi benar-benar lahir dari seorang ulama yang tabahur (luas keilmuannya), dan karyanya benar-benar memiliki ruh keilmuan karena terlahir dari seorang penulis yang benar-benar paham akan berbagai disiplin ilmu.

Ruh keilmuan dalam kitab-kitab karya Imam al Suyuthi bukan saja karena ditulis seorang yang ahli dalam bidang tafsir, hadits, fiqih, nahwiyah (tata bahasa Arab), dan balaghah (sastra Arab) saja, namun karena pancaran nilai-nilai spiritual, taqarrub kepada Allah.

Imam al Suyuthi yang bernama lengkap Abu al-Faḍl ‘Abd al-Rahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad Jalaluddin al-Khużairi asy-Ṣafi’i terlahir di sebuah desa bernama Suyuth. Ia sudah menulis kitab pada usia yang masih sangat muda. Ketika merampungkan penulisan kitab Tafsir Jalalain, kitab tafsir al Qur’an yang ditulis bersama gurunya, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al Mahaly, ia masih berusia 21 tahun.

Gurunya, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al Mahaly wafat ketika selesai menulis Tafsir Jalalain dari surat al Baqarah sampai surat al Isra. Kemudian penulisan juz II dari surat al Kahfi sampai surat an Naas dilanjutkan Imam al Suyuthi dalam tempo empat puluh hari, dari awal Ramadhan sampai tanggal 10 Syawal 870 H.

Dari sekian banyak kitab karya Imam al Suyuthi, Tafsir Jalalain dan Jamiu al Shaghir fi Ahadits al Basyiru al Nadir merupakan kitab yang paling populer. Kedua kitab ini boleh dikatakan merupakan kitab lintas mazhab, karena keduanya digunakan oleh semua kalangan dari mazhab fiqih manapun.

Kitab Jamiu al Shaghir fi Ahadits al Basyiru al Nadir merupakan kitab kumpulan hadits. Tepatnya, kitab ini merupakan sebuah mu’jam (kamus) hadits. Didalamnya memuat hampir 10.000 hadits yang disusun secara alfabetis dari alif sampai ya.

Selain itu, dalam kitab hadits tersebut disertai pula dengan keterangan derajat hadits. Oleh karena itu, kitab ini pantas juga disebut kitab praktis takhrij al hadits, hanya saja isnad (rangkaian para penutur ) hadits dalam kitab ini benar-benar ditiadakan. Sepertinya hal ini sengaja dilakukan agar praktis dan bisa dipahami langsung oleh orang-orang yang baru mempelajari hadits.

Penulisan kitab Jamiu al Shaghir fi Ahadits al Basyiru al Nadir ini tak terlepas dari inspirasi salah seorang gurunya, yakni Imam Ibnu Hajar al ‘Asqalani yang berkeinginan memiliki karya tulis kumpulan hadits dalam satu kitab, namun ia tak sempat menuliskannnya sampai ia wafat. Kemudian Imam Suyuthi mewujudkan keinginan gurunya dengan menulis kitab kumpulan hadits tersebut.

Selain itu, kitab Jamiu al Shaghir fi Ahadits al Basyiru al Nadir pun merupakan bagian dari cita-cita besar Imam Suyuthi untuk mengumpulkan seluruh hadits Nabi saw dalam sebuah kitab yang ia beri judul al-Jami’ al-Akabir atau Jam’u al-Jawami. Namun sebelum kitab ini selesai, Imam Suyuthi wafat.

Penulisan kitab ini ditujukan bagi para pelajar pemula baik berbangsa Arab atau ‘azami (non Arab) agar mereka dapat dengan mudah menemukan hadits yang mereka cari. Hampir 10.000 hadits yang disertai derajat haditsnya lebih memudahkan bagi orang-orang yang tidak belajar ilmu takhrij hadits untuk mengetahui dan memahami derajat suatu hadits apakah, shahih, dhaif, hasan, dan sebagainya.

Dalam kitab ini saya telah menulis ribuan perkataan nabi, dan hikmah-hikmah yang terpilih. Saya mengumpulkan hadits-hadits yang sangat pendek, dan saya menuliskannya secara ringkas. Saya lebih mengutamakan melakukan takhrij, membuang kulitnya dan mengambil pokoknya saja. Saya benar-benar menjaga dari menuliskan hadits-hadits yang gharib (asing), perkataan yang tak berguna apalagi hadits palsu.

Itulah alasannya, bagi saya kitab ini menjadi istimewa, seperti permata dan cahaya, mengandung permata-permata dari produk hadits, yang belum pernah tertulis dalam kitab-kitab (hadits) sebelumnya. Untuk memudahkan para pelajar dalam pencarian hadits, saya menyusun kitab ini berdasarkan urutan huruf awal hadist (Jalaluddin al Suyuthi, al Jami’u al Shaghir fi Ahadits al Basyiru al Nadir, hal. 3, Maktabah Dar al Kutub al ‘Arabiyah).

Kitab kamus hadits ini juga lahir dari ketelatenan Imam al Suyuthi sebagai seorang kutu buku dalam membaca literatur dan meneliti hadits-hadits yang ia dapatkan. Setidaknya, dua puluh satu kitab hadits menjadi rujukan utama Imam al Suyuthi dalam menulis kumpulan kitab hadits tersebut.

Kitab-kitab tersebut adalah Shahih Bukhāri; Shahih Muslim; Sunan Abu Daud; Sunan at Tirmidzi; Sunan An Nasa’i; Sunan ibnu Majah; Musnad Ahmad; Mustadrak al Hakim; Jami’ul Kabir, al Awsath, al Shagir; Shahih Ibnu Hiban; Sunan Sai’d bin Mansur; Ibnu Abi Syaibah; al Jami’ karya Abdur Razaq; Musnad abu Ya’la; Sunan ad Daruquthni; Musnad al Firdaus karya ad Dailami; Hilyat al Auliya karya abu Nu’aim; Syu’ab al Iman dan Sunan al Baihaqy; al Kamil karya Ibnu ‘Ady, al Dhu’afa karya al ‘Uqaily; serta at Tarikh karya Khatib (Jalaluddin al Suyuthi, al Jami’u al Shaghir fi Ahadits al Basyiru al Nadir, hal. 3, Maktabah Dar al Kutub al ‘Arabiyah).

Dari sudut pandang dunia kepenulisan, Jamiu al Shaghir fi Ahadits al Basyiru al Nadir karya besar yang masih dianggap karya kecil oleh penulisnya ini merupakan karya inovatif dari Imam al Suyuthi. Ia menyajikan materi tulisan dengan kemasan yang berbeda dengan karya-karya yang sudah ada pada masa kehidupannya.

Ia benar-benar konsisten untuk menggali ilmu dan berbagi informasi ilmu dengan menampilkan bagian-bagian keilmuan dan cara penyajiannya yang belum tersentuh para ulama sebelumnya. Dalam sebuah kesempatan, ia pernah mengatakan, ilmu itu banyak jumlahnya dan bertebaran dari ujung barat sampai ujung timur.

Batasannya bagaikan lautan dengan dasar yang tak bertepi, dan ujungnya bagaikan gunung-gunung yang menjulang tinggi nan tidak dapat dicapai puncak ketinggiannya. Oleh karena itu, sangat terbuka lebar bagi seorang ilmuwan dari masa ke masa untuk memasuki bagian-bagian yang belum disentuh para ilmuwan/ulama terdahulu (Jalaluddin al Suyuthi, al Itqan fi ‘Ulum al Qur’an, hal. 17, Maktabah Risalah, Beirut).

Ilustrasi : Imam Jalaluddin asSuyuthi (Sumber Gambar : tafsiralquran.id

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image