Penyakit Ain dalam Pandangan Islam dan Cara Menghindarinya
Pendidikan dan Literasi | 2022-12-13 08:05:49Perlu diketahui, persoalan mental atau pikiran yang terdapat pada diri seseorang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan tubuh secara genap. Jika kita perhatikan orang yang dapat menjaga kesehatan pikiran dari gangguan stress dan kecemasan tentu saja akan memiliki tubuh yang lebih sehat. Sebaliknya, orang yang tidak dapat mengelola gangguan stress justru akan menyebabkan berbagai macam dampak penyakit fisik yang akan mengancam kesehatan. Dalam hal ini, setiap orang perlu mengontrol segala informasi yang merasuki otak. Jika diabaikan, tentu saja informasi yang merasuki otak akan mengakibatkan kondisi menjadi stress. Selain itu, kita juga perlu menjaga pandangan dari hal-hal yang menimbulkan perasaan negatif di dalam tubuh yang biasa disebut dengan penyakit ‘ain.
Bagi beberapa umat Muslim sudah tidak asing dengan istilah penyakit ‘ain. Penyakit ‘ain merupakan gangguan yang awalnya disebabkan oleh pandangan mata. Hal ini pernah dijelaskan oleh Al Lajnah Ad Daimah, bahwa penyakit ain berasal dari kata ‘aana – ya’iinu yang berarti terkena sesuatu hal dari mata. Di mana apa yang kita lihat berpengaruh pada perasaan dan pikiran yang negatif bagi kondisi kesehatan. Bahkan lebih parahnya lagi kondisi ini dapat menyebabkan berbagai gangguan penyakit fisik yang berbahaya sehingga merenggut nyawa.
Penyakit ‘ain telah dikenal sejak zaman Rasulullah SAW, rasul pernah menyarankan seseorang agar melakukan ruqyah untuk menyembuhkan penyakit ‘ain. Dalam Hadist Riwayat Muslim, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda : “Ain itu benar-benar ada. Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh ‘ain itu bisa.” (HR. Muslim No.2188). Selain itu, dalam hadist lain Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam juga pernah bersabda : “Sebab paling banyak yang menyebabkan kematian pada umatku setelah takdir Allah adalah ‘ain.“ (HR. Al Bazaar dalam Kasyul Astar 3/404, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ No.2195). Meskipun sulit untuk diterima oleh akal secara langsung, tetapi penyakit ‘ain sudah dinyatakan kebenarnnya. Untuk itu setiap jiwa diharapkan untuk terus waspada dan memperhatikkan diri sendiri.
Dalam Islam penyakit `ain merupakan penyakit yang tidak kasat mata yang sulit
untuk disembuhkan. Selain sulit untuk disembuhkan, `ain akan memberikan bahaya bagi diri sendiri dan orang-orang yang ada di sekitar kita. Penyakit ini tidak mengenal usia, artinya dapat mengenai anak-anak hingga orang dewasa. Para ulama menyatakkan bahwa penyakit ain disebabkan oleh dua golongan. Pertama, dari pandangan mata yang takjub yang bersumber dari jiwa yang hasad. Kedua, pandangan mata yang melibatkan kekaguman pada seseorang disertai rasa iri dan dengki dalam hati atas kenikmatan yang telah dimiliki orang
lain. Dalam Al-Qur`an Q.S. Al-Qalam : 51 yang berbunyi :
َواِّْنيََّكاُدالَِّّذْيَن َكفَُرْوالَيُْزِّلقُْونََك ِّباَْب َصاِّرِّهْملََّما َسِّمعُواالِّذْكَر َوَيقُْولُْوَناِّنَّٗه
ل َ َم ْج ن ُ ْو ن
Artinya : “Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengarkan Al–Qur’an dan mereka berkata: ‘Sesungguhnya ia (Muhammad) benar–benar orang yang gila.”
Setelah mengetahui pengertian dan penyebab penyakit ‘ain, kita juga perlu mengetahui bagaimana cara agar setiap pandangan tidak menyebabkan penyakit ‘ain. Menurut beberapa hadist, cara yang paling ampuh untuk mencegah pandangan yang menimbulkan penyakit ‘ain adalah dengan menyertakan doa keberkahan baginya. Caranya dengan mengucapkan “baarakallau fiik” (semoga Allah memberkahimu) atau “baarakallahu laka” (semoga Allah memberkahimu).”
Selain itu, hal lain yang dapat kita lakukan untuk menghindari pandangan penyakit ‘ain dengan menjauhkan bahkan menghilangkan perasaan hasad. Jika tidak melakukannya, perasaan hasad yang ditanam akan tumbuh dan mengganggu keikhlasan kepada setiap keputusan yang Allah SWT berikan dan pembagian rezeki oleh Allah SWT kepada orang lain. Allah SWT berfirman:
َو َلا تَتَ َمنَّ ۡوا َما فَ َّض َلا ٰااللّه بِها بَ ۡع َض هك ۡما َع ٰلى َب ۡعضااؕ ِلل ِر َجا ِلا َن ِص ۡيبا ِم َّما ا ۡكتَ َسبه ۡواااؕ َو ِلل ِن َسآ ِءا نَ ِص ۡيبا ِم َّما ا ۡكتَ َس ۡب َنااؕ َو ۡسئَـلهوا ٰاللّاَ ِم ۡنا فَ ۡض ِلهااؕ اِ َّنا ٰاللّاَ َكا َنا ِب هك ِال َش ۡىءا َع ِل ۡي ًما

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. An Nisa’: 32).
Mungkin banyak dari kita tidak memperhatikkan mengenai mata jahat yang dimiliki, orang-orang yang telah menjadi korban bisa saja mendapatkan dampak buruk dari perlakuan mata jahat lawannya. Kemalangan yang telah menimpa diri si korban
akan bermanifestasi bahkan menyebabkan penyakit, kehilangan harta, kehilangan orang yang disayang, mendapatkan musibah serta selalu mendapatkan nasib yang buruk diluar dugaan. Sementara orang yang memiliki `penyakit ain banyak juga yang mungkin melakukannya tanpa ada niat atau unsur kesengajaan.
Dan, tidak bisa dipungkiri untuk diketahui bahwa penyakit `ain bisa muncul meskipun mata pelakunya tidak berniat membahayakannya (ia takjub dan kagum). Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan, “Jiwa orang yang menjadi penyebab ‘ain bisa saja menimbulkan penyakit ‘ain tanpa harus dengan melihat."
"Bahkan terkadang ada orang buta, kemudian diceritakan tentang sesuatu kepadanya, jiwanya bisa menimbulkan penyakit ‘ain, meskipun dia tidak melihatnya. Ada banyak penyebab ‘ain yang bisa menjadi sebab terjadinya ‘ain, hanya dengan cerita saja tanpa melihat langsung,” (Zadul Ma’ad 4/149).
Pada Buku Induk Doa dan Dzikir oleh Kasimun disebutkan, bahwa seorang ulama menyatakan `ain hanya dapat menimbulkan kerusakan dan mudarat akibat pandangan orang yang mempunyai kekuatan ain berkat kekuasaan Allah. Dengan kata lain, Allah memang memberlakukan terhadap hukum alam untuk bisa menimbulkan kemudaratan melalui tatapan seseorang terhadap lainnya di saat keduanya berpandangan. Rasullulah sendiri pun
diberikan peringatan oleh Allah SWT mengenai bahaya dari penyakit `ain ini. Dijelaskan dalam riwayat lain dari Aisyah RA, ia bercerita bahwa orang yang
mempunyai tatapan mata dengki ('ain) diperintahkan untuk berwudhu. Lalu air sisa wudhunya diberikan kepada orang yang terkena 'ain-nya untuk mandi sebagai penyembuh.
Ada juga cara untuk berlindung dari akibat penyakit `ain seperti yang dijelaskan dalam Buku Induk Doa dan Dzikir yaitu:
Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudri RA, ia menceritakan bahwa Nabi selalu berta'awwudz dari godaan jin dan 'ain manusia, sehingga
turun surah Al-Muawwidzatain yakni Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas. Setelah kedua surah diwahyukan, Nabi membiasakan membaca keduanya untuk terhindar dari gangguan jin dan `ain manusia.
كا َنا رسو هلا َّاللّاِ صلَّى َّااللّه عل ْي ِها وسلَّ َما يتع َّوذاه م َنا الجا ِنا وعي ِنا الإنسا ِنا حتَّى ن َزل ِتا المع ِوذتا ِنا فل َّما نزلَتا أخذاَ ِب ِهما وت َر َكا ما سواهما
Artinya: "Rasulullah selalu ber-ta'awwudz dari jin dan 'ain manusia hingga turunlah surat Mu'awwidzatain. Setelah kedua surat itu diturunkan, beliau mengambil keduanya dan
meninggalkan yang lain". (HR Tirmidzi & Ibnu Majah) كان يهؤ َم هرا العا ِئ هنا ف َيتو َّضأه، ثم ياهغ َس هلا منه ال َمعي هنا
Artinya: 'Bahwa dahulu orang yang mempunyai 'ain diperintahkan berwudu, lalu air bekas wudhunya itu dimandikan kepada orang yang terkena 'ain-nya'. (HR Abu Dawud)
Untuk mencegah keburukan agar hal tersebut tidak membahayakan orang lain dan diri sendiri. Meski penyakit `ain sangatlah berbahaya, bisa membuat siapapun menjadi terobsesi atau memiliki ketakutan berlebihan mengenai penyakit `ain itu sendiri pun adalah sebuah penyakit. Hal tersebut dikarenakan paranoid atau keterkaitan mental yang ditandai dengan rasa tidak percaya dan takut berlebihan.bisa menjadikan kita sulit berpikit mengenai rencana baik Allah.

Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.