Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Renti Wulan Sari

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP OUTPUT DAN INFLASI

Politik | Saturday, 10 Dec 2022, 14:01 WIB

Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan untuk mengendalikan keseimbangan makro ekonomi. Kebijakan fiskal bertujuan untuk mempengaruhi sisi permintaan agregat suatu perekonomian dalam jangka pendek. Selain itu, kebijakan ini dapat pula mempengaruhi sisi penawaran yang sifatnya lebih berjangka panjang, melalui peningkatan kapasitas perekonomian. Dalam pengelolaan stabilitas makro ekonomi, kebijakan fiskal akan berinteraksi dengan kebijakan moneter.Pengaruh kebijakan fiskal yang signifikan terhadap perekonomian dikemukakan oleh Keynes. Sebelum Keynes, operasi keuangan pemerintah dipandang tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja dan permintaan agregat. Peran pemerintah pada saat itu hanya sebatas merelokasi sumber daya finansial dari sektor swasta ke pemerintah. Pandangan ini diantaranya dikemukakan oleh Says Law bahwa dalam kondisi full employment, setiap tambahan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan penurunan pengeluaran swasta (crowd-out) dalam jumlah yang sama dan pengeluaran tersebut tidak akan mengubah pendapatan agregat. Pandangan tersebut kemudian diubah oleh Keynes dan sejak saat itu ekonom mulai menekankan dampak makro atas pengeluaran dan pajak pemerintah. Keynes menekankan bahwa kenaikan pengeluaran pemerintah tidak hanya memindahkan sumber daya dari sektor swasta ke pemerintah. Selain itu, Keynes juga mengemukakan adanya dampak berganda (multiplier effect) dari pengeluaran tersebut.Penelitian tentang multiplier effect, baik di negara maju maupun berkembang, telah banyak dilakukan yang umumnya menggunakan metode simulasi pada model makro ekonomi dan metode persamaan reduced form. Penggunaan kedua metode tersebut untuk kasus Jepang menyimpulkan bahwa multiplier yang dihasilkan dari metode reduced form equation cenderung lebih kecil dibandingkan hasil dari simulasi model makro ekonomi. Pada awal dekade 70-an dan 80-an kebanyakan model makro berstruktur Keynesian yang bersifat backward-looking expectation. Dalam perkembangan selanjutnya, struktur model tersebut mulai memasukkan intertemporal budget constraints dan menggunakan forward looking expectation variabel, seperti nilai tukar.Mengingat penelitian di beberapa negara maju dan berkembang tersebut tidak hanya menggunakan satu metode saja, untuk kasus Indonesia dipandang perlu untuk meneliti 71 dampak pengeluaran pemerintah dengan menggunakan metode lain, misalnya persamaan reduced form. Metode alternatif ini dipandang dapat melengkapi simulasi dari model makro ekonomi yang telah ada, dan dapat memberikan asesmen alternatif tentang dampak pengeluaran pemerintah.Selain dampak pengeluaran pemerintah terhadap output, aspek lain yang penting adalah masalah sinkronisasi kebijakan fiskal dengan siklus bisnis perekonomian. Idealnya, kebijakan fiskal memiliki sifat sebagai automatic stabilizer perekonomian. Artinya, dalam kondisi perekonomian sedang mengalami ekspansi, maka pengeluaran pemerintah seharusnya berkurang atau penerimaan pajak yang bertambah. Sebaliknya, jika perekonomian sedang mengalami kontraksi, kebijakan fiskal seharusnya ekspansif melalui peningkatan belanja atau penurunan penerimaan pajak. Dengan demikian, automatic stabilizer kebijakan fiskal mensyaratkan adanya fungsi countercyclical dari kebijakan fiskal. Untuk kasus Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Akitoby, et.al. (2004) dan Baldacci (2009) belum menemukan adanya countercyclicality dalam kebijakan fiskal. Karakter kebijakan fiskal Indonesia lebih cenderung asiklikal atau bahkan prosiklikal. Kesimpulan tersebut juga diperkuat oleh riset di Bank Indonesia (2009) bahwa kebijakan fiskal Indonesia cenderung bersifat asiklikal secara agregat atau justru prosiklikal jika berdasarkan pengelompokan pengeluaran. Sifat siklikalitas yang demikian berpotensi memberikan tekanan instabilitas dalam perekonomian, seperti kenaikan inflasi. Plotting antara rasio pengeluaran pemerintah, dengan tidak memasukkan pembayaran bunga, dengan pertumbuhan ekonomi menunjukkan adanya Siklikalitas Kebijakan Fiskal di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2012 hubungan yang searah pada periode setelah krisis 1998. Sebelum krisis ekonomi 1998, hubungan diantara kedua variabel tersebut cenderung berlawanan arah. Secara umum, alasan mengapa negara berkembang menempuh kebijakan fiskal yang tidak countercyclical terutama terkait dengan keterbatasan sumber daya finansial dan kelemahan institusional. Kelemahan institusional diantaranya terkait dengan adanya kelompok yang cukup berpengaruh dalam masyarakat yang berusaha agar kepentingannya diakomodasi oleh pemerintah. Kelemahan ini menyebabkan terjadinya diskresi kebijakan fiskal yang dapat menyebabkan volatilitas inflasi yang lebih tinggi. Transmisi kebijakan fiskal ke inflasi dapat melalui permintaan agregat, spillover public wages ke sektor swasta, serta pengaruh pajak terhadap biaya marginal dan konsumsi swasta. Selain itu, kebijakan fiskal berdampak terhadap inflasi melalui ekspektasi masyarakat terhadap kemampuan pemerintah untuk membayar utang publiknya. Dengan memperhatikan siklikalitas kebijakan fiskal Indonesia yang belum mengarah ke countercyclical, perlu dikaji apakah diskresi kebijakan fiskal terjadi di Indonesia dan apabila demikian, bagaimana dampaknya terhadap inflasi. Secara eksplist, tujuan paper ini pertama adalah meneliti dampak kebijakan fiskal terhadap output dan harga. Kebijakan fiskal di sini meliputi dampak pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak pemerintah terhadap output dan harga, kedua meneliti apakah terdapat diskresi kebijakan fiskal di Indonesia dan jika ada, bagaimana dampaknya terhadap volatilitas output dan inflasi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image