Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image UCare Indonesia

Kedudukan Masyarakat dalam Lingkaran Pengelolaan Zakat

Filantropi | 2022-12-08 17:15:18
sumber gambar: freepik.com

Di antara tujuan pengelolaan zakat adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menanggulangi kemiskinan. Sejauh ini, program penanggulangan kemiskinan kerap menghadapi kendala, antara lain, luasnya masalah kemiskinan, penanganan kemiskinan tidak integral dan ego sektoral kuat, tidak melibatkan dan memberdayakan (empowering) orang miskin, peraturan tidak memihak orang miskin, kemiskinan dilihat sebagai masalah modal dan keterampilan semata. Zakat Community Development

Dari sekian faktor yang ada, masyarakat yang terkait dengan orientasi pengelolaan zakat terbagi menjadi dua: masyarakat pemberi (muzaki, donatur) dan masyarakat penerima (mustahik). Kedua kelompok masyarakat tersebut memiliki posisi yang cukup penting dalam upaya mewujudkan tujuan pengelolaan zakat. Bertolak dari pengelolaan zakat sebelumnya yang sekadar memenuhi kewajiban menunaikan ajaran Islam semata, pengelolaan zakat masakini harus digeser ke arah upaya pemberdayaan (empowerment).

Pemberdayaan pun bukan lagi menurut konsep dan praktik sebagaimana yang terjadi pada masa lalu yang memandang masyarakat miskin sebagai objek, tetapi mereka harus ditempatkan sebagai subjek. Pemberdayaan itu dapat didefinisikan sebagai suatu upaya untuk membuat masyarakat miskin mampu memperluas kapasitas mereka dalam mengembangkan strategi kehidupannya sehingga dengan kapasitas itu mereka dapat hidup secara setara dengan masyarakat lain.

Oleh sebab itu, pemberdayaan juga merupakan proses transformasi, yaitu mengubah kondisi masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Setiap upaya transformasi masyarakat selalu membutuhkan tiga hal, yaitu perangkat (hak, sumberdaya, kapabilitas, dan kesempatan), proses (analisis, pembuatan keputusan, tindakan), dan tujuan (kemampuan masyarakat mengendalikan kondisi hidup mereka sendiri).

Dengan memastikan posisi dan kedudukan masyarakat sebagai subjek pemberdayaan, pengelolaan zakat harus dimaknai sebagai proses pengembangan masyarakat berbasis zakat (Zakat Community Development).

Konsep ini memiliki dua pengertian dasar, yaitu: pertama, proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif memulai kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi sendiri. Kedua, kegiatan untuk memperbesar akses masyarakat secara sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.

Merujuk pada pengertian tersebut, pengelolaan zakat untuk percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan mengubah paradigma pemberdayaan masyarakat dari yang bersifat top-down dan menempatkan masyarakat sebagai objek menjadi partisipatif, dengan bertumpu pada kekuatan dan sumber-sumber daya lokal. Pembangunan masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan yang tidak berbasis komunitas dan keluarga miskin itu sendiri akan sulit berhasil.

Oleh sebab itu, terdapat beberapa kondisi untuk membentuk pembangunan masyarakat berbasis zakat, yaitu berbasis masyarakat (community based), berbasis sumberdaya setempat (local resources based), berbasis riset (reserach based). dan berkelanjutan (sustainable). Pada prosesnya, masyarakat diajak untuk mengenali beberapa persoalan yang menjadikan kemiskinan itu sebagai lingkaran hidup mereka yang tidak berkesudahan.

Persoalan-persoalan yang perlu dikenali tersebut adalah

a) psikologi kemiskinan atau keyakinan mental tidak mampu mengatasi dan keluar dari hidup miskin,

b) budaya kemiskinan atau sikap dan perilaku hidup miskin yang terwariskan dari generasi ke generasi, dan

c) personalisasi kemiskinan atau keyakinan dan mindset individu yang tidak mampu mengubah kondisi dirinya. Dengan mengenali persoalan kemiskinan tersebut, masyarakat juga diajak untuk melakukan upaya intervensi dalam penanggulangannya. Intervensi tersebut berupa intervensi struktural, intervensi kultural dan intervensi individual.

Pertama, intervensi struktural merupakan keter- libatan para pihak, khususnya para pembuat dan pengawal kebijakan untuk memengaruhi dan mengubah tatanan yang membentuk struktur kehidupan masyarakat. Intervensi struktural ini biasanya dilakukan dengan cara membuka akses orang miskin terhadap pendidikan, kesehatan, perumahan, sanitasi, peningkatan keterampilan, enterpreunership, peluang kerja, dan sebagainya.

Kedua, intervensi kultural adalah upaya untuk mengubah tatanan budaya masyarakat yang melanggengkan kemiskinan. Intervensi ini biasanya dilakukan dengan cara mengubah tatanan nilai yang masih mengedepankan sikap malas, tidak memiliki perencanaan hidup, tidak dapat menunda kesenangan, dan tidak memiliki orientasi mengubah taraf hidup.

Sementara ketiga, intervensi individual merupakan upaya yang dilakukan untuk mengubah sikap, perilaku dan mindset individu yang merasa tidak dapat keluar dari lingkaran kemiskinan. Intervensi ini perlu dilakukan agar setiap individu memiliki kepercayaan diri dan berkembang menjadi individu yang bermartabat.

Undang-Undang Nomor 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat ini memberikan ketentuan mengenai peran serta masyarakat dalam seluruh mekanisme pegelolaan zakat dalam bentuk pembinaan dan pengawasan. Artinya, masyarakat memiliki kesempatan dan peluang untuk melakukan proses-proses pemberdayaan melalui berbagai program dan kegiatan yang dicanangkan oleh pemerintah maupun lembaga pengelola zakat.

Pada tahap inilah lembaga-lembaga pengelola zakat harus melibatkan masyarakat dan menjadikan mereka sebagai subjek dan mitra yang sejajar dalam proses pengelolaan zakat. Lembaga pengelola zakat dapat melakukan program pemberdayaan yang dapat mengubah orientasi hidup mereka sesuai dengan tujuan pengelolaan zakat.

Bagi para muzaki dan donatur, pemberdayaan ditujukan untuk memotivasi mereka agar menyalurkan sebagian hartanya ke lembaga pengelola zakat dan terus membelanjakan sebagian harta yang mereka miliki untuk tujuan sosial. Sedangkan bagi mustahik, pemberdayaan dilakukan dengan tujuan untuk mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik dan setara dengan masyarakat yang lain.

Sumber: Direktorat Pemberdayaan Zakat. 2013. Standarisasi Amil Zakat di Indonesia. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI, Jakarta. 124 hal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image