Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Trimanto B. Ngaderi

Enam Tahap Dalam Memperlakukan Al Qur'an

Agama | Thursday, 08 Dec 2022, 06:28 WIB

ENAM TAHAP DALAM MEMPERLAKUKAN AL-QUR’AN

“Qur’an kamu kok sampai kotor dan berdebu seperti ini, nggak pernah dipergunakan ya?” tanyaku pada seorang teman ketika berkunjung ke rumahnya sembari menunjuk kitab suci itu di buffet ruang tengah.

“Itu tadarus Qur’an bacanya cepat banget kayak gitu, sampai-sampai makhrajul huruf dan tajwidnya tak jelas lagi ya”, ungkap salah seorang jamaah usai shalat Tarawih.

“Aku sih percaya kepada isi Al Qur’an, tapi terkait hukum diperbolehkannya poligami, saya menolaknya!” ujar seorang dalam sebuah diskusi.

*****

Allah menurunkan kitab suci Al Qur’an kepada ummat Islam dengan tujuan agar menjadi petunjuk dan pedoman hidup. Al Qur’an berisi perintah dan larangan, kabar gembira dan peringatan, kisah orang-orang terdahulu sekaligus kehidupan yang akan datang (akhirat), pahala dan dosa, serta hukum-hukum. Al Qur’an juga mengatur hubungan antarsesama manusia (muamalah) yang meliputi bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Namun sayang sekali, sebagian besar ummat Islam masih memperlakukan kitab suci itu sebagai benar-benar “suci”, karena mereka hanya menyimpannya di almari dan tak pernah menyentuhnya. Atau ada juga yang memperlakukannya hanya sekedar sebagai semacam “buku bacaan”, ia membacanya setiap hari tapi tanpa pemahaman dan pengamalan. Padahal, sebagai petunjuk dan pedoman hidup, Al Qur’an memang harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sumber gambar: https://republika.co.id

Setidaknya ada enam tahap seorang Muslim dalam memperlakukan Al Qur’an, yaitu:

1. Mempercayai sepenuhnya

Seharusnya setiap Muslim mempercayai 100% isi kandungan Al Qur’an, tiada keraguan sedikitpun. Karena kitab ini murni berasal dari Allah. Berbeda dengan kitab suci lainnya yang sebagian telah mengalami perubahan (penambahan, pengurangan) oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan demi kepentingan duniawi semata. Di dalam pembukaan kitab ini disebutkan bahwa “Di dalam kitab ini tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang-orang yang bertakwa” (Al Baqarah:2).

Pada kenyataannya, tidak sedikit orang Islam yang mempercayai sebagian Al Qur’an dan mengingkari sebagian lainnya. Misalnya saja, ia percaya akan adanya perintah shalat, zakat, dan puasa; akan tetapi ia mengingkari adanya perintah berjihad atau hukum diperbolehkannya poligami. Padahal, boleh saja secara pribadi ia tidak setuju tentang suatu hal dari Al Qur’an, namun ia tidak boleh menolaknya. Karena hal itu berasal dari Allah, sama saja ia menentang Allah.

2. Rutin membacanya

Inilah yang paling banyak dilakukan oleh orang Islam. Mereka melakukan demikian karena didorong oleh motivasi akan mendapatkan pahala, bahkan pahala ini dihitung per huruf. Memang inilah salah satu kelebihan dari kitab suci ini, dengan membacanya saja sudah mendapatkan pahala. Kalau demikian, mengamalkan isinya dan mengajarkannya kepada orang lain tentu pahalanya akan lebih besar lagi dong. Tapi sayang sungguh sayang, sebagian besar ummat Islam baru sebatas senang membacanya.

Bahkan, di momen bulan Ramadhan, demi mengejar pahala yang besar dan berlipat-lipat, mereka membaca Al Qur’an dengan sangat cepat, secepat kilat, sehingga tak lagi bisa dibedakan panjang-pendeknya, makhrajul hurufnya, dan tajwidnya. Padahal, dalam Al Qur’an disebutkan, “wa rattilil qur’aana tartiilaa (Dan bacalah Al Qur’an itu secara perlahan-lahan) – Al Muzzammil: 4.

Apabila seseorang membaca Al Qur’an dengan cepat, tanpa memperhitungkan makhrajul huruf dan tajwid, tanpa pemahaman dan penghayatan, hal ini lebih tepatnya disebut sebagai sekedar “membunyikan” Al Qur’an, bukan membaca dalam makna yang sesungguhnya.

3. Belajar memahaminya

Untuk mendapatkan pemahaman terhadap isi kandungan Al Qur’an, selain membaca teksnya, baca pula terjemahannya. Syukur lebih bagus lagi jika mau mengikuti kajian tafsir, kita akan bisa memahami isi kandungan Al Qur’an secara lebih mendalam dan lengkap.

Kan sayang juga, kita terus-menerus membaca ayat demi ayat, tapi kita tak pernah mengetahui apa maksud dari ayat tersebut. Bagaimana kita bisa menyatakan bahwa kitab suci ini merupakan petunjuk dan pedoman hidup manusia, jika kita belum bisa memahaminya.

4. Berusaha mengamalkannya

Setelah memiliki pemahaman yang cukup, tentu langkah selanjutnya adalah mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini poin terpenting dari sikap seorang Muslim terhadap Al Qur’an. Kitab suci ini diturunkan tidak hanya sekedar dibaca atau dipahami saja, akan tetapi mesti diamalkan. Sekiranya tidak diamalkan, maka fungsi Al Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup tidak terpenuhi.

Dalam Al Baqarah 208 setiap Muslim agar berislam secara menyeluruh (kaffah). Demikian halnya dalam mengamalkan Al Qur’an, mestinya secara menyeluruh juga. Tidak sepotong-potong. Dalam arti mengamalkan sebagian, dan mengabaikan sebagian lainnya. Atau lebih parah lagi, hanya mengamalkan yang kira-kira menguntungkan saja, sementara meninggalkan yang sekiranya dirasa berat atau tidak menguntungkan.

5. Mau mengajarkanya

Dalam hadits Bukhari disebutkan bahwa “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya (kepada orang lain)”. Setelah kita memiliki pemahaman yang baik terhadap Al Qur’an, sebaiknya kita mengajarkannya kepada orang lain. Mengajarkan Al Qur’an ini bukan tugas para ulama (kiai) semata, melainkan menjadi tugas bersama bagi setiap Muslim, tentu sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing.

Mengajarkan di sini tidak sekedar dalam hal lafal, ilmu tajwid, atau hafalan semata; melainkan juga mengajarkan terkait pemahaman, tafsir, maupun makna yang terkandung di dalamnya.

6. Menghafalnya (jika mampu)

Tahapan terakhir adalah menghafalnya. Apabila hal ini mampu dilakukan, tentu suatu hal yang baik. Sebab, Al Qur’an akan terjaga keaslian dan kemurniannya oleh para hafidz-hafidzah ini. Apalagi sekarang ini bermunculan pondok pesantren tahfidz di seluruh penjuru Nusantara hingga pelosok-pelosok desa. Sehingga semakin banyak para penghafal Qur’an di negeri ini. Kabar menggembirakan pastinya.

Namun yang perlu digarisbawahi adalah menghafal saja belum cukup apabila tidak disertai dengan pengamalan isi kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Tentu akan sangat ironis jika seorang hafidz/ah, namun sikap dan perilakunya sehari-hari masih jauh dari ajaran Al Qur’an. Berarti kitab suci yang mereka hafal baru sebatas di lidah saja, belum merasuk dan meresap ke dalam jiwa dan hati sanubarinya yang kemudian mewujud dalam bentuk perbuatan (akhlak).

Akhir kata, Allah menciptakan segala sesuatu pasti ada manfaatnya bagi manusia, termasuk Dia menurunkan Al Qur'an. Manfaatnya akan bisa dirasakan apabila manusia mau mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak perlu sampai menunggu di Hari Kiamat kelak, manfaat itu bisa dirasakan saat ini, di dunia ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image