Mengenal Asuransi Syariah Dalam Lintas Sejarah
Ekonomi Syariah | 2022-12-07 18:06:34Asuransi (Indonesia), assurantie (Belanda), assurance/insurance (Inggris), asurance (Prancis), assecurare (Latin), arti asalnya adalah “meyakinkan orang” di samping bermakna “perlindungan” dan “pertanggungan”.[1] Penggunaan istilah asuransi dikenal di eropa barat pada awal abad pertengahan berupa asuransi kebakaran. Kemudian, pada abad 13-14 terjadi peningkatan lalu lintas perhubungan laut antar pulau sehingga berkembang pula asuransi angkatan laut yang berasal dari Romawi. Jenis asuransi ini merupakan asuransi kapitalis yang dibentuk untuk mendapatkan laba. Sedangkan asuransi jiwa dikenal pada awal abad ke-19.[2]
Di zaman modern ini, keperluan terhadap asuransi makin meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan internasional. Perlindungan asuransi pada hari ini dianggap penting bagi keselamatan dan kesejahteraan baik untuk perusahaan maupun individu.[3] Begitu juga umat Islam pada masa kini memerlukan suatu sistem perlindungan terhadap risiko yang mungkin menimpa diri, harta dan perusahaan yang dimiliki. Adapun asuransi konvensional masih erat dengan unsur-unsur gharar, maisir dan riba yang dilarang oleh syariat Islam.[4]
The Islamic Fiqh Academy di bawah Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tahun 1985 telah membuat keputusan bahwa kontrak asuransi komersial yang ada sekarang adalah dilarang agama (haram) dan alternatif asuransi yang sesuai dengan syariat Islam adalah asuransi yang diasaskan atas kerja sama yang berdasarkan sumbangan ikhlas dan saling membantu.[5] Sedangkan di Indonesia, perusahaan asuransi syariah berpegang pada Fatwa DSN MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 bahwa asuransi syariah (ta’min, takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling menolong di antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariat.[6]
Sebenarnya konsep asuransi tidak asing dalam Islam karena keberadaan jaminan sosial atau perlindungan dalam masyarakat sejak masa awal perkembangannya, yaitu jaminan sosial oleh anggota masyarakat, seperti sistem ‘aqilah, al-qasamah, akad muwalah, serta akad kafalah atau dhaman.
1. Sistem ‘Aqilah
Konsep ‘aqilah merupakan produk Arab pra-Islam yang sering dianggap sebagai cikal bakal sistem asuransi.[7] Sistem ini digunakan oleh Baginda Rasulullah Saw., setelah hijrah ke Madinah dan kemudian baginda mempersaudarakan antara kaum muhajirin dan ansar. Sistem ini berlandaskan konsep ta’awun (saling bekerja sama) dan menjadi sistem yang ideal dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat yang timbul sebagai akibat dari pembunuhan atau cedera akibat tindakan tidak sengaja dari salah satu pihak terhadap pihak lain. Pelaksanaan sistem ‘aqilah ini yaitu setiap anggota masyarakat setuju untuk mengadakan tabungan bersama yang dikenal dengan al-kanz yang dipungut setahun sekali dari kaum muhajirin dan ansar, dengan tujuan untuk memberi pertolongan kepada anggota masyarakat yang terlibat kasus pembunuhan secara tidak sengaja dan juga menebus tawanan perang.
2. Sistem Al-Qasamah
Sistem ini dijelaskan oleh Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid wa Al-Nihayah Al-Muqtasid sebagai sistem yang digunakan untuk menyelesaikan masalah kesalahan pembunuhan yang dapat ditebus dengan cara bersumpah sebanyak lima puluh kali oleh lima puluh orang. Lima puluh orang tersebut yang dipilih dari kepala keluarga ataupun kepala kumpulan dalam suatu kampung bersumpah dan mengaku bahwa mereka tidak mengetahui siapa yang melakukan pembunuhan itu. Kemudian, mereka bertanggungjawab untuk menentukan besar bayaran ganti rugi untuk seseorang yang terbunuh karena tidak diketahui pembunuhnya. Jika pembunuh diketahui dengan jelas maka si pembunuh akan mendapatkan hukuman, namun jika keluarga yang terbunuh memaafkannya dan mau menerima ganti rugi dengan bayaran tebusan, maka pembunuh itu selamat dan ia wajib membayar tebusan.
3. Akad Muwalah
Akad muwalah adalah akad perjanjian yang dibuat oleh seorang individu dengan individu lainnya yang tidak diketahui siapa keturunannya, yang mana individu pertama berjanji akan menjadi wali atas yang kedua dan menanggung diyat jika orang kedua melakukan pidana pembunuhan secara tidak sengaja. Sebagai balasannya, orang pertama boleh mempusakai harta orang kedua yang dilindungi itu sekiranya ia meninggal tanpa adanya ahli waris.
4. Akad Kafalah atau Dhaman
Akad kafalah atau dhaman merupakan akad jaminan dari seseorang terhadap seseorang yang lain, yang mana pihak pertama menawarkan jasa untuk bertanggungjawab dalam memberi perlindungan terhadap pihak kedua atas suatu perkara yang disetujui bersama. Akad ini dalam sistem asuransi memiliki beberapa nama bergantung kepada syarat-syarat tertentu.
Sistem jaminan sosial yang telah dijabarkan sebelumnya menunjukkan bahwa konsep perlindungan sosial memang telah dijalankan pada masa Rasulullah Saw. yang hingga kini dipakai oleh para ulama dan pakar ekonomi Islam sebagai landasan untuk menjawab permasalahan asurasnsi konvensional yang telah dibahas dalam berbagai kajian-kajian, seminar-seminar, dan konferensi-konferensi mengenai bentuk asuransi yang sejalan dengan syariat Islam. Hasil dari itu semua, lahirlah takaful dan kemudian telah banyak didirikannya perusahaan-perusahaan asuransi yang beroperasi secara Islam di seluruh dunia.[8]
[1] Muhammad Amin Suma dan Iim Qo’immudin Amin, Asuransi Syariah di Indonesia: Telaah Teologis, Historis, Sosiologis, Yuridis, dan Futurologis (Jakarta: Amzah, 2020), hal. 87.
[2] Novita Puspitasari, Sejarah dan Perkembangan Asuransi Islam Serta Perbedaannya Dengan Asuransi Konvensional (Jember: JEAM Vol X No. 1/2011), hal. 38.
[3] Nurul Ichsan, Asuransi Syariah: Teori, Konsep, Sistem Operasional, dan Praktik (Depok: Rajawali Pers, 2020), hal. 1.
[4] Ibid, hal. 2.
[5] Mohd Fadzli Yusof, Pencapaian dan Kejayaan Institusi Keuangan Islam Rantau Melayu, dalam Bangsa Melayu dan Kejayaan Ekonomi Islam Serantau (Kuala Lumpur: INMID, 1997), hal. 62.
[6] Nafis Irkhami, Asuransi Takaful di Indonesia Menelisik Aspek Shariah Compliance, (Depok: Rajawali Pers, 2020), hal. 85.
[7] Muhammad Amin Suma dan Iim Qo’immudin Amin, Asuransi Syariah di Indonesia: Telaah Teologis, Historis, Sosiologis, Yuridis, dan Futurologis (Jakarta: Amzah, 2020), hal. 27.
[8] Nurul Ichsan, Asuransi Syariah: Teori, Konsep, Sistem Operasional, dan Praktik (Depok: Rajawali Pers, 2020), hal. 5-9.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.