Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhamad Willys Stanza

Puisi Terakhir

Sastra | Thursday, 01 Dec 2022, 01:47 WIB
Gambar oleh Pixabay " />
Gambar oleh Pixabay

Angin berhembus kencang ketika aku sedang duduk di taman yang biasa aku datangi jika sedang ingin menulis puisi. Aku selalu membuat puisi yang menggambarkan suasana hatiku. Entah itu pelarian, atau memang hobi aku tidak tahu yang mana yang benar, tetapi aku sangat senang jika aku sudah menumpahkan segala isi hati di dalam tulisan. Meskipun tulisan itu tidak aku unggah di media sosial atau tidak aku jadikan buku aku selalu senang jika sajak-sajak yang aku buat aku baca dikala aku sedang meratapi sebuah pilihan atau suasana yang sedang tidak baik-baik saja. Hari ini cuaca berawan terlihat sebagian sudah berwarna abu-abu menandakan akan turun hujan. Hujan kadang membuat semua terasa nostalgia entah nostalgia hal-hal yang indah atau hal-hal yang buruk. Saat ini aku sedang libur kerja, sebagai pekerja seni sesekali libur dalam satu pekan, adalah sebuah hadiah agar aku bisa mengistirahatkan otak dan pikiranku yang akhir-akhir ini tidak karuan.

Awalnya aku percaya bahwa cinta bisa mendatangkan kebahagiaan, tapi setelah mengalami beberapa luka karena cinta, aku bisa bilang bahwa "Jatuh cinta seperti bermain tinju, kau harus siap kena pukul" yang indah hanya awalnya tapi kadang cinta itu juga membawa luka. Aku memiliki seorang kekasih aku sudah berhubungan dengannya sudah 6 tahun lamanya, tapi di tahun ini aku dan dia sudah selesai. Ya selesai sudah tidak ada ikatan lagi. Tetapi, yang membuat aku bingung adalah, kita berdua sama-sama tidak bisa berpisah satu sama lain, entah itu hal kecil seperti makan di luar aku selalu mengajaknya tiap malam selepas bekerja. Mungkin bagi orang lain makan di luar bersama pasangan adalah hal yang lumrah tapi bagi kita adalah sebuah momen. Sebuah momen yang tidak bisa dihilangkan.

"Aku bingung sama perasaanku" ucap Nadia sambil meminum es jeruk sembari menunggu makanan dihidangkan

"bingung kenapa?" tanyaku sambil mengeluarkan rokok

"kita udah gak bersama tapi entah kenapa, aku ngerasa gak bisa jauh dari kamu"

"fun factnya adalah, aku juga merasakan hal yang sama, aku masih sayang sama kamu tapi kalo cinta aku gak bisa definisiin apa itu cinta" jawabku sembari menghisap rokok dalam-dalam.

Nadia dan aku sudah tidak bersama lagi semenjak kita sudah tidak searah lagi. Meskipun Nadia yang memutuskannya. Awalnya sangat berat bagiku, tetapi lama kelamaan aku merasakan apa yang Nadia rasakan. Merasa hampa dan merasa kosong. Bedanya adalah Nadia sudah sanggup membuka hatinya untuk orang lain, sedangkan aku belum bisa membuka hati entah karena takut atau aku memang belum sembuh dari luka patah hati. Aku dan Nadia memang sudah tidak bersama tapi kami putus hubungan secara baik-baik dan mengobrol dengan kepala dingin karena kami memiliki sebuah prinsip yang sama yaitu, "Jika datang baik-baik, pergi juga harus baik-baik" Aku dan Nadia sekarang mungkin lebih cocok dikatakan menjadi sahabat, atau adik kaka? entah aku juga tidak tahu pastinya yang aku tau kita sama-sama tidak ingin kehilangan satu sama lain.

"Bisa ketemu gak hari ini?" tanya Nadia melalui telepon WhatsApp

"mungkin pulang kerja, aku agak overtime karena ada revisi yang harus dikerjakan, gimana?" jawabku sembari mengerjakan desain logo yang masih setengah jadi di depan komputer

"gapapa, aku cuma pengen cerita, kamu pulang kerja langsung ke warkop ajah nanti aku kesana"

"oke, nanti aku kabari lagi ya" jawabku lalu aku menutup telepon

Jam menunjukan pukul 10 malam aku langsung memacu motorku ke warkop biasa aku dan Nadia hangout. Karena habis hujan, jalanan agak basah dan udara terasa dingin membuat aku makin melaju motorku hingga aku tiba di warkop. Aku langsung masuk dan karena sering mampir, penjaga warkop langsung menyuguhiku kopi tubruk dengan setengah sendok gula. Disaat menyuguhkan kopi ia bertanya apakah aku sedang menunggu pacarku. Aku tidak menjawab hanya melempar senyum. Sebenarnya, aku pun masih bingung jika ditanya orang apakah aku dan Nadia masih berpacaran? Nadia dan aku selalu bersama hingga orang-orang yang kenal kita berdua, selalu tidak percaya jika kami sudah putus. Kadang aku atau Nadia selalu capek menjelaskannya jadi kita hanya melempar senyum atau jawab sekenanya. Aku langsung mengeluarkan Handphone dan menelpon Nadia lalu saat dering pertama Nadia memanggilku dari kejauhan

"Satya! sini bantuin gue, berat banget woy" Nadia memanggilku dari seberang jalan sambil membawa plastik besar yang entah isinya apa

"tunggu" jawabku langsung bergegas ke tempat Nadia

"ini apaan dah baju? lo dari laundry?"

"iyah heheh kalo malem tuh murah"

Nadia dan aku langsung duduk di warkop dan penjaga warkop langsung membuat roti bakar pisang keju kesukaan Nadia dan es kopi susu karena itu adalah menu paling utama jika kita mampir ke warkop. Nadia langsung keluarin sebungkus rokok dari tasnya dan memberikannya kepadaku

"apaan nih? tumben"

"hehe ya tadi mampir ke mini market sekalian ajah deh namanya kamu lembur gak ada rokok"

"makasih ya"

Tampak dari raut dan gestur Nadia yang sedikit canggung, aku melihat ada yang salah dan seperti bukan Nadia yang biasanya. Biasanya Nadia langsung membuka topik obrolan karena Nadia sangat senang dengan responku. Tapi kali ini ada yang beda, Nadia seakan malu untuk mengungkapkan terlihat dari kedua bola matanya yang melihat lihat sekeliling seakan mencari kalimat untuk masuk ke sebuah obrolan. Nadia mengambil es kopi susu dan menyeruputnya dengan bibir mungilnya. Pada malam itu aku sadar satu hal, di bawah cahaya lampu kuning Nadia begitu cantik dan ia ternyata menggunakan make up dan sepertinya make upnya begitu formal dan ia pun terlihat anggun hal itu membuatku tersipu malu entah apa yang ada di dalam hatiku aku merasa ia sangatlah cantik dan ia sangat menawan selama ini ia sudah menawan tetapi baru kali ini ia terlihat anggun. Udara dingin dan sepinya jalanan membuat diriku menjadi canggung seperti berkenalan kembali dengan Nadia. Lalu saat aku menyeruput kopi tubruk yang mulai hangat, Nadia langsung membuka topik obrolan.

"Sat, hmm kali ini aku mau bicara serius sama kamu sih"

"ngomong ajah nad aku dengerin kok"

"kamu gak akan marah kan?"

"ya tuhan kayak anak kecil ajah deh haha udah cerita ajah"

"bukan gitu, janji ya gak marah"

"kamu lagi kenapa sih haha, iya iya aku janji gak akan marah"

"aku akan menikah sat"

Kata-kata itu seakan pisau yang langsung menancap ke dadaku masuk ke jantung, aku menahan batuk saat aku meminum kopi. Entah apa yang merasuki dadaku ini aku serasa dunia sudah berhenti berputar, terlihat mata Nadia sudah berkaca saat mengatakan hal itu aku bagai didorong ke tepi jurang mendengar ia hendak menikah. Memang kita sudah tidak ada ikatan lagi, tetapi entah mengapa, diriku ini bereaksi seperti tidak terima. Inginku menangis sejadi jadinya tetapi aku tahan. Aku mencoba menenangkan hatiku dan mencoba mencerna kata-katanya, dan mencoba merespon sebisa mungkin

"i-iya bagus dong"

"kamu gapapa?

"gapapa"

"aku udah mikirin ini dari seminggu yang lalu sama Alvin calon suamiku, tadi aku abis nyoba baju pengantin, dan test make up ke MUA "

"itu kenapa wajah kamu beda ya haha"

"iyah, aku tau ini berat untuk kita berdua tapi aku yakin, ini yang terbaik untuk kita berdua, terima kasih Sat untuk waktunya terima kasih juga suka dukanya, terima kasih juga sudah mengajarkan aku arti cinta tetapi sepertinya yang Pemilik hati tidak mengizinkan kita bersama. Tetap menjadi Satya yang aku kenal ya"

"jadi ini pertemuan kita terakhir?"

"mungkin Sat aku harus jaga hati ke Alvin, meskipun dia memakluminya, tapi aku gak bisa bareng kamu terus aku gak mau nyakitin Alvin bagaimana pun dia calon imamku nanti"

"Nad, boleh gak aku minta permintaan terakhir?"

"apa itu Sat?"

"tolong bilang Alvin jadiin aku saksi pernikahan kalian"

Nadia tidak bisa tahan air matanya lebih lama lagi ia berlinangan air mata begitu juga aku, tanpa sadar air mata aku pun turun menetes ke pipi. Entah mengapa aku menangis padahal aku sudah menahan tangis tetapi tidak terbendung juga. Lalu tangan lembut Nadia mengusap air mataku dan sambil berkata

"semoga kamu nemuin jodoh kamu ya Sat,kamu berhak bahagia"

Lalu tidak lama datang mobil sedan Camry dan keluarlah Alvin menyambut kami dan aku langsung menghapus air mataku lalu berjabat tangan dengan Alvin. Ia pun duduk di sebelah Nadia dan ia membuka suara

"ini pertama kalinya kita ketemu ya Sat" ujar Alvin

"iya"

"gue tau lo siapa , Nadia sering cerita ke gue, dan gue memaklumi hal itu gak mudah untuk melupakan orang yang udah sama sama bareng terus kok"

"iyah, gue rasa ini saatnya gue pamit dari hidup kalian berdua, dan oh ya boleh gua minta satu permintaan egois?" tanyaku ke Alvin

"apa itu?"

"boleh gua menjadi saksi lo saat pernikahan kalia berdua"

"gue sangat seneng kalo saksi pernikahan gue adalah orang yang paling berharga di hidup Nadia" ujar Alvin sembari tersenyum dan merangkul hangat Nadia.

Hari pun berlalu, Nadia dan Alvin akhirnya menikah dan saat ijab qabul, gue duduk di samping Alvin sebagai saksi dari mempelai pria. Di saat Alvin mengucapkan ijab qabul aku melihatnya pandangan senang,sedih semuanya campur aduk, tanpa sadar saat penghulu bertanya "saksi sah?" aku langsung mengucapkan "sah!" dan air mataku berlinang membasahi pipi. Dan saat doa sedang dipanjatkan, disela doa aku hantarkan doaku paling serius, aku berdoa kebahagiaan Nadia dan Alvin aku mendokan mereka tetap bahagia selalu dan ditiap doaku air mata selalu membanjiri pipiku. Lalu saat proses ijab qabul selesai, aku naik di atas panggung dan membacakan puisi-puisi yang kubuat untuk Nadia. Mungkin akan tidak enak untuk Alvin tetapi hanya kali ini terakhir ku bacakan puisiku untuk terakhir kali untuk Nadia. Di saat membaca puisi aku tersadar, bahwa cinta memang membuat kita terluka tetapi cinta juga membuat kita dewasa. Cinta memang pahit tapi cinta juga mengajarkan pengalaman pahit itu. Yang bersamamu bukanlah seberapa lama ia bertahan tapi seberapa berani ia maju. Mungkin itulah cinta yang ingin ajarkan kepadaku. Sekarang yang harus kulakukan adalah mencari cinta yang membuat hidupku manis kembali. Dengan ini aku tinggalkan sajak-sajak cinta Nadia aku bersiap untuk sajak-sajak cinta yang baru.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image