Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Azzah Kania Budianto

Fungsi Ritual Tolak Bala Masyarakat Painan Berdasarkan Teori Struktural-Fungsional Radcliffe-Brown

Edukasi | Tuesday, 29 Nov 2022, 03:03 WIB

Manusia tidak lepas dari tantangan dan persoalan. Cara seseorang mengatasi permasalahan tersebut bermacam-macam, bahkan berbeda-beda. Salah satunya adalah ritual tolak bala. Istilah ‘tolak bala’ sendiri bukanlah istilah yang asing dan masih banyak kelompok masyarakat di Indonesia yang melakukan ritual ini. Dasar dilakukannya ritual ini adalah kepercayaan manusia terhadap sebuah kekuatan tidak kasat mata yang lebih besar dari eksistensi mereka yang dapat menganugerahi hal-hal baik hingga mengutuk manusia. Bentuk paling umum dari tolak bala adalah melaksanakan upacara dengan niat untuk meminta perdamaian dan restu dari alam (Hasbullah et al., 2017).

Tidak hanya di berbagai provinsi di Jawa, ritual tolak bala juga ditemukan di Sumatera Barat. Masyarakat nelayan yang tingal di Desa Painan, Kabupaten Pesisir Selatan juga masih rutin melakukan ritual tolak bala; dan ritual ini dianggap penting untuk menjaga kesejahteraan masyarakatnya. Para nelayan Painan menganggap bahwa dalam hidup mereka, diperlukan keharmonisan antara manusia dan makhluk gaib.

Masyarakat Desa Painan mempercayai keberadaan seorang sosok dew Bernama Antu Lauik yang hidup di laut, yang berkuasa dengan kesuburan laut. Sehingga Antu Lauik juga mengatur cuaca, gelombang air, hingga perkembangbiakan ikan-ikan laut. Sosok dewa ini sangat mempengaruhi kehidupan para nelayan yang sepenuhnya bergantung terhadap hasil laut; sehingga tiap kali masyarakat nelayan ini merasakan ‘petaka’ datang—seperti berkurangnya hasil tangkapan ikan—mereka akan menyelenggarakan upacara tolak bala (Fitrisia, 2014).

Upacara ini disiapkan dalam kurun waktu dua bulan, yang akan dilaksanakan di tepi pantai. Seluruh anggota masyarakat Painan terlibat dalam upacara tolak bala ini. Menarik untuk diketahui bahwa peran seorang tetua terlihat jelas disini, karena hari dan tanggal upacara ditentukan setelah mendengar pendapat Tua Pasia, atau pimpinan adat. Tetua yang ada di Desa Painan haruslah orang yang dituakan, sehingga tidak sembarang orang bisa mengemban posisi Tua Pasia. Selain Tua Pasia, tungku tigo sajarangan—penghulu (niniak mamak), alim ulama, dan cerdik pandai (cadiak pandai)—juga dilibatkan; dan ketiga unsur ini dengan Tua Pasia dianggap dapat berkomunikasi dengan makhluk gaib.

Setelah memilih hari baik dan membentuk semacam panitia untuk mengorganisir upacara tolak bala, disiapkan persembahan hewan sesuai dengan kesepakatan nelayan, daun-daunan (daun sikumbang, sikarang, sitawar, dan sidingin), dan bunga rampai yang diisi dengan bunga-bunga harum seperti melati dan mawar, ditambah dengan daun serai dan daun pandan. Bunga rampai dan daun-daunan ini melambangkan kebahagiaan dan kemakmuran. Daun sitawa dan sidingin memiliki tujuan spesifik, yaitu untuk meredakan amarah Antu Lauik.

Dengan menggunakan teori struktural-fungsional dapat diketahui aspek-aspek yang muncul dalam masyarakat Desa Painan. Teori ini dicetuskan oleh antropolog Inggris dengan nama Alfred Radcliffe-Brown, yang dalam teorinya menganalogikan sistem sebuah masyarakat seperti sistem sebuah organisme: ketika sebuah organisme memiliki sistem reproduksi, sistem pernapasan, sistem pencernaan, hingga sistem saraf, sebuah kelompok masyarakat memiliki religi, ekonomi, politik, hingga kekerabatan (Barnard, 2021). Keempat poin dalam sebuah masyarakat tersebut adalah ‘institusi sosial’ menurut Radcliffe-Brown.

Terdapat empat aspek yang terlihat dalam ritual tolak bala masyarakat nelayan di Painan. Yang pertama adalah aspek religius, disusul oleh aspek sosial, aspek kekerabatan, dan aspek ekonomi. Dalam aspek religius, terlihat bahwa masyarakat nelayan ini memiliki religi—yang artinya, mereka berusaha berkomunikasi dan memahami kemauan dan kekuasaan makhluk gaib. Masyarakat nelayan Desa Painan melaksanakan ritual ini sebagai bentuk keyakinan dan penghormatan mereka terhadap Antu Lauik. Wujud dari fungsi religius ini adalah perubahan perilaku; dimana nilai kesopanan akan terbentuk karena masyarakat nelayan tidak ingin Antu Lauik murka. Seluruh anggota masyarakat menyadari pentingnya menjaga perilaku karena hal ini berkorelasi langsung dengan kesejahteraan kolektif mereka.

Selain itu, dalam fungsi religius, masyarakat memiliki kesadaran tinggi untuk tidak mengeksploitasi alam. Masih berkaitan dengan perubahan perilaku, terdapat keyakinan di antara masyarakat Painan bahwa keserakahan hanya akan membuat Antu Lauik murka, sehingga mereka menangkap ikan dengan tetap menjaga ekosistem. Masyarakat nelayan desa ini sangat anti menggunakan peledak dan jarring pukat harimau. Mereka sangat paham bahwa kedua alat itu merusak terumbu karang, hingga mengganggu keseimbangan reproduksi ikan.

Dalam fungsi sosial, pelaksanaan upacara tolak bala memancing munculnya interaksi antara satu anggota masyarakat dengan anggota lain di Desa Painan. Hal ini terpampang dengan gamblang pada persiapan upacara yang harus melibatkan banyak orang, sehingga diperlukan rapat bersama. Masyarakat Painan akan berkumpul dan beramah-tamah secara intensif saat persiapan ritual. Pemimpin adat juga akan berinteraksi dengan anggota masyarakat hingga pimpinan formal seperti camat dan bupati.

Masih berkaitan dengan fungsi sosial, fungsi kekerabatan terlihat ketika masyarakat nelayan Bersatu untuk mencari siapa penyebab kemurkaan Antu Lauik. Ketika mereka menemukan pelakunya, mereka akan mencari tahu juga asal keluarga dan kesukuannya. Sanksi sosial bagi keluarga dan suku dari pelaku adalah kritikan dan tuntutan untuk memperbaiki perilaku pelaku. Hal ini dapat dilakukan dengan menasihati pelaku. Yang paling utama adalah pelaku harus menginsyafkan diri ketika upacara tolak bala dilakukan.

Pola produksi dan konsumsi juga terpengaruh dengan dilaksanakan ritual tolak bala, sehingga terdapat fungsi ekonomi dalam ritual ini. Pola produksi yang dimaksud adalah adanya kesadaran kolektif bahwa cara penangkapan ikan tetap harus etis dalam artian tidak mengganggu kestabilan ekosistem laut. Penggunaan alat-alat yang merusak seperti yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya dihindari agar tidak memutus rantai kehidupan ikan dan merusak biota laut lainnya. Dalam pola konsumsi, masyarakat sebisa mungkin tidak membuang hasil tangkapan: semua hasil tangkapan harus dimanfaatkan secara maksimal. Masyarakat di Painan juga percaya bahwa pola konsumsi yang boros akan membawa petaka.

Ketika salah satu dari empat fungsi tersebut gugur atau tidak lagi dilakukan, masyarakat nelayan Desa Painan akan merasakan dampak negatifnya. Sebagai contoh, ketika sebagian masyarakat berubah menjadi individualistis atau mementingkan kepentingan pribadi, mereka tidak akan bisa melakukan preparasi upacara tolak bala. Contoh selanjutnya, apabila sebagian masyarakat berhenti mempercayai eksistensi makhluk gaib, tentu upacara juga tidak dapat dilakukan.

Referensi

Barnard, A. (2021). History and Theory in Anthropology (2nd ed.). Cambridge: Cambridge University Press. doi:10.1017/9781108936620

Fitrisia, A. (2014). Upacara “tolak bala” Refleksi Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan Kenagarian Painan kabupaten Pesisir Selatan propinsi Sumatera Barat Terhadap Laut. Humanus, 13(1), 51. https://doi.org/10.24036/jh.v13i1.4097

Hasbullah, H., Toyo, T., & Awang Pawi, A. A. (2017). Ritual Tolak Bala Pada Masyarakat Melayu (Kajian pada masyarakat petalangan kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan). Jurnal Ushuluddin, 25(1), 83. https://doi.org/10.24014/jush.v25i1.2742

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image