Dilema Tambang dan Pariwisata
Wisata | 2021-12-09 20:35:04Membicarakan masalah tambang di pulau Belitung orang kebanyakan akan terfokus pada tambang timah saja, karena ini yang paling banyak hasilnya dan paling lama eksplorasinya. Akan tetapi tambang yang ada di Belitung bukan hanya timah, masih ada tambang yang lain seperti kaolin, pasir silika, dan pasir bangunan. Namun yang menjadi sorotan baik oleh pemerintah maupun masyarakat dan media adalah tambang timah. Entah itu yang dilakukan di darat maupun di laut. Apalagi jika sudah terjadi konflik antara para penambang dengan aparat keamanan pemerintah, maka berita di media akan semakin ramai dibicarakan.
Tambang timah sudah lama ada di pulau Belitung. Dikutip dari belitungisland.com bahwa sejarah pertambangan timah di Belitung sendiri sudah ada sejak lama yakni sejak tahun 1852. Semua berawal dari penemuan timah di Belitung tahun 1823 oleh JP. De La Motte yang berasal dari Belgia. Pada awalnya penambangan timah direncanakan oleh Inggris, tapi karena ada Traktat London di tahun 1850 maka penambangan pun dialihkan ke pemerintahan Belanda yang kemudian dikelola oleh perusahaan bernama Billiton Maatschappij yang mengendalikan dan mendominasi pertambang timah di Belitung selama satu abad lamanya.
Setelah lama pulau Belitung terus menerus dikeruk untuk mendapatkan pasir timahnya, tentu saja hal ini menyisakan kerusakan alam. Tidak hanya di darat dan di sungai, tetapi juga di laut. Karena di laut perairan pulau Belitung juga banyak mengandung pasir timah. Akibatnya tersebar kubangan raksasa seperti danau di setiap lokasi bekas tambang di darat dan rusaknya terumbu karang di laut serta abrasi pantai di beberapa tempat di pulau Belitung. Kondisi ini semakin menjadi-jadi setelah PT Timah menutup sebagian besar usahanya di pulau Belitung yang diikuti merebaknya tambang rakyat.
Di mana ada tambang, di situ ada penderitaan warga. Di mana ada tambang, di situ ada kerusakan lingkungan, karena keduanya tidak akan bisa berdampingan. Banyak tempat di Belitung yang dulunya adalah alam yang asri seperti hutan tropis, pepohonan mangrove, sungai dengan air yang jernih, pantai dengan pasir yang putih dan lain-lain, sekarang ini telah berubah menjadi lahan tandus yang penuh kubangan air kotor, air sungai menjadi keruh dengan lumpur, dan pantai yang terus terkikis karena abrasi air laut. Sungguh suatu pemandangan yang memprihatinkan.
Sementara di sisi lain, setelah terkenalnya novel Laskar Pelangi yang dikarang oleh Andrea Hirata dan dilanjutkan dengan kehebohan filmnya dengan judul yang sama, membuat banyak wisatawan ingin berkunjung ke pulau Belitung. Tentu saja yang akan para wisatawan itu kunjungi tidak hanya jejak-jejak cerita Laskar Pelangi saja, akan tetapi keindahan alam pulau Belitung sebagai bonus atas kunjungan itu. Untungnya tidak semua bagian dari pulau Belitung adalah lahan tambang, jadi masih ada beberapa tempat yang menyajikan pesona alam nan asri sehingga ramai lah berdatangan wisatawan nusantara dan mancanegara ke pulau Belitung.
Dari hasil survei yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa 93% wisatawan yang datang mengunjungi Belitung karena keindahan pantai dengan pasir putih, batu granit besar, dan juga air laut yang jernih dan alami. Namun hanya mengandalkan keindahan alam saja tidak cukup, tetapi membutuhkan komponen pendukung pariwisata lainnya seperti harga, kondisi fasilitas infrastruktur dan layanan. (Valeriani, D., & Putri, A. K. (2020).
Semakin ramainya wisatawan yang berkunjung ke Belitung ini tentu saja membuka peluang usaha di sektor pariwisata. Muncul banyak tempat penginapan/hotel dibangun disamping pembangunan fasilitas pendukung wisata lainya seperti toko oleh-oleh, rumah makan, tempat pemandian dan jasa pemandu wisata. Derasnya arus wisatawan yang masuk ke Belitung ini semakin bertambah saat pemerintah pusat menetapkan Belitung sebagai destinasi wisata nasional. Ditambah lagi dengan Geopark Belitong ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark.
Tentu ini patut disyukuri oleh warga Belitung. Namun demikian kemajuan ini harus didukung dengan pengembangan kualitasnya. Karena hasil penelitian juga menunjukkan bahwa wisatawan domestik merasa tidak puas terhadap komponen jaminan (layanan) yang terdiri dari atraksi budaya dan komunikasi masyarakat dalam bahasa asing serta layanan petugas. Selanjutnya, wisatawan domestik tidak puas pada fasilitas fisik (infrastruktur) yang terdiri dari pemeliharaan sarana dan prasarana, galeri souvenir, toilet, kebersihan lingkungan, kebersihan restoran, dan fasilitas keselamatan.
Sementara itu dari hasil penelitian yang sama menunjukkan bahwa tingkat kepuasan wisatawan mancanegara sangat tinggi terhadap semua harga paket wisata yang ditawarkan. Namun, wisatawan mancanegara belum merasa puas dengan pelayanan petugas dan komunikasi masyarakat dalam bahasa asing. Selain itu, wisatawan mancanegara juga tidak puas dengan atraksi budaya. Serta, wisatawan mancanegara menginginkan adanya keragaman wahana bermain pada destinasi wisata, dan kepuasan wisatawan mancanegara terhadap kebersihan lingkungan adalah rendah. (Valeriani, D., & Putri, A. K. (2020).
Terkait masalah kebersihan lingkungan ini akan membawa kita kembali ke permasalahan tambang tadi. Karena di satu sisi kita ingin lingkungan yang bersih dan asri, sementara di sisi lain para penambang terus melakukan eksplorasi yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Perlu ada penyelesaian yang saling menguntungkan di kedua belah pihak atas permasalahan yang bisa disebut dilema ini.
Mengutip berita dari antaranews.com bahwa telah ada upaya dari Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mentransformasi sektor penambangan timah ke pariwisata guna mempercepat pembangunan dan perekonomian masyarakat Belitung. Jadi dengan mengupayakan pengelolaan pariwisata dengan baik diharapkan akan memberikan dampak meningkatnya sektor yang lain seperti pertanian, perikanan, dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Dengan demikian masyarakat yang selama ini bergantung dari hasil tambang diharapkan akan beralih profesi ke usaha pertanian, perikanan, atau UMKM.
Lantas bagaimana lahan yang sudah terlanjur rusak akibat penambangan tadi? Ini juga harus dicari jalan penyelesaiannya, agar dapat mendukung sektor pariwisata juga. Mencontoh dari yang sudah berhasil, sebaiknya bekas lahan tambang ini bisa dijadikan objek wisata seperti yang sudah terkenal adalah Open Pit Nam Salu yang berada di kecamatan Kelapa Kampit dan Danau Biru yang berlokasi di Kecamatan Tanjung Pandan. Atau mencontoh usaha budidaya ikan di kubangan bekas tambang seperti yang dilakukan di Desa Kuday Kabupaten Bangka, Tanjung Gunung Bangka Tengah dan Toboali Kabupaten Bangka Selatan.
Tentu saja semua upaya itu baru akan menghasilkan jika didukung oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Karena tanpa adanya dukungan terpadu dari ketiganya maka kecil kemungkinan untuk berhasil. Percuma terus membangun sektor pariwisata jika masyarakatnya tetap merusak lingkungan, atau akan tidak maksimal usaha pelaku usaha wisata jika tidak didukung dengan kebijakan oleh pemerintah. Semoga pariwisata di Belitung di masa mendatang lebih maju dengan keindahan alamnya yang mempesona tanpa ada lagi penambangan timah yang justru akan merusaknya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.