2 Dimensi dalam Perintah Zakat
Filantropi | 2022-11-02 13:46:46Zakat sebagai salah satu prinsip mendasar (rukun) dalam Islam merupakan pilar yang telah diatur sedemikian rupa oleh Allah SWT dengan tujuan yang tidak sederhana. Ia merupakan ajaran dalam agama Islam yang memiliki dua dimensi: ilahiyah dan sosial.
Dimensi ketuhanan (Ilahiyah) digambarkan zakat untuk mencerminkan keimanan seseorang terhadap ajaran Islam yang diyakini. Dengan pengertian lain, seorang muslim yang telah menunaikan zakat berarti telah memenuhi kewajibannya untuk taat dan patuh terhadap perintah Allah karena telah menunaikan kewajiban zakat.
Sedangkan dimensi sosial lebih mengarah pada upaya pemberdayaan masyarakat yang tidak mampu atau juga pihak-pihak khusus yang perlu mendapat perhatian lebih, baik secara ekonomi maupun sosial sehingga mereka dapat meningkatkan kualitas kehidupannya melalui zakat.
Misi sosial yang dibawa dalam perintah zakat pada praktiknya menjadi beban dan tanggungjawab sebagian masyarakat terhadap kelompok masyarakat lainnya. Misi zakat mendorong setiap orang untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan yang berorientasi sosial.
Meskipun dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh beberapa anggota masyarakat, terutama mereka yang mampu dan memiliki kelebihan harta, tetapi pada hakikatnya akan menyentuh seluruh elemen masyarakat dan dianggap sebagai bentuk tanggung jawab kolektif. Tanggung jawab individu berdimensi kolektif itulah yang ingin diwujudkan oleh pemerintah melalui pembentukan Undang-Undang Pengelolaan Zakat.
Undang-Undang Nomor 23/2011 mengamanatkan kepada umat Islam untuk mengelola zakat dengan baik dan benar serta secara adil dan merata. Istilah “baik dan benar” serta “adil dan merata” merupakan konsep penting dan harus dipahami secara kolektif oleh umat Islam agar pengelolaan zakat itu dapat mencapai target pemberdayaan umat.
Sebagai suatu peraturan hukum yang “baru”, ia memerlukan tahapan pemahaman sehingga mencapai seluruh masyarakat. Pemahaman mengenai substansi peraturan hukum tersebut bukan hanya diperuntukkan bagi lembaga pengelola zakat yang sudah ada, juga bagi masyarakat luas sehingga antara pihak pengelola zakat dan masyarakat terjadi sinergi pemahaman yang pada akhirnya akan mempermudah keterlaksanaan pengelolaan zakat di masyarakat.
Zakat yang tidak sedikit dipahami sebagai ajaran agama berdimensi ketuhanan pada akhirnya juga dipahami sebagai ajaran agama berdimensi sosial. Karena itu, selain akan mendapatkan pahala karena telah menunaikan kewajiban, membayar zakat juga akan mendapatkan keberkahan dan kemanfaatan karena telah membantu dan meringankan beban saudara-saudara di sekitar yang membutuhkan.
Sumber: Direktorat Pemberdayaan Zakat. 2013. Standarisasi Amil Zakat di Indonesia. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI, Jakarta. 124 hal.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.