PANDANGAN EKONOMI ISLAM : DILEMA PEMERINTAH MEMBERIKAN SUBSIDI ENERGI DEMI MENJAGA INFLASI DITENGAH
Ekonomi Syariah | 2022-10-24 23:00:25Energi merupakan kebutuhan pokok kehidupan manusia di bumi sekarang ini, melihat seluruh aktifitas kita membutuhkan bahan bakar energi, seperti listrik untuk elektronik, Gas bumi untuk memasak, dan BBM untuk kegiatan transportasi dan industri. Namun kebutuhan Energi di Bumi ini terbatas, apalagi tidak semua negara mempunyai kekayaan sumber daya alam berupa energi, sedangkan Kebutuhan Energi untuk keberlangsungan manusia hari demi hari semakin naik, menurut data dari Badan Energi Dunia (International Energy Agency-IEA) Kebutuhan energi dunia ini akan terus meningkat, hingga pada tahun 2030 permintaan energi meningkat sebesar 45% atau rata-rata mengalami kenaikan 16% tiap tahunya, dan 80% dari keseluruhan energi di dunia ini dipasok dari bahan bakar fosil, dikarenakan Energi ini menjadi Faktor penting dalam mendorong perkonomian suatu negara, maka tiap negarapun akan berebut untuk mendapatkan bahan bakar eneri untuk keberlangsungan produksinya. Dalam proses pemasakan energi dari bahan mentah sampai energi bahan siap pakai juga butuh cost yang tidak murah, maka energi ini berkaitan tidak pernah lepas dari ekonomi.
Ketika tanggal 24 Februari 2022 untuk pertama kalinya Rusia menyerang Ukraina, karena konflik internal kedua negara itu mempunyai Efek yang menjalar di sektor Harga Energi di Dunia. ini disebabkan karena amerika yang dinilai memihak pada ukraina atau disebut-sebut perang lama antara blok barat dan blok timur dalam mempengaruhi banyak negara telah memberikan sanksi kepada rusia atas tindakan rusia menyerang terhadap ukraiana. Presiden Rusia Putin memberikan statemen pada pidatonya di hadapan tokoh industri termasuk kepada kepala eksekutif Rosneft Igor Sechin dan Wakil Perdana Menteri Alexander Novak bahwa sanksi yang diberikan kepada rusia ini akan membuat kerusakan-kerusakan saja pada negara-negara yang memberlakukanya. Bagi Rusia negara yang ikut memberikan sanksi kepadanya akan diberhentikan alur ekspor-impor energi kepadanya, Sehingga distribusi energi didunia mengalami mampet, mengingat rusia merupakan negara terbesar penghasil energi di dunia. Kelangkaan energi ini menjadi pemicu tingginya harga energi di dunia.
Bagi negara-negara yang notabenya langka akan kekayaan energi buminya, tentu akan sangat berdampak. Indonesiapun terkena imbas dari konflik kedua negara tersebut, Meskipun Indonesia memilki pasokan kekayaan energi bumi yang berlimpah, tapi tetap saja terkena imbasnya karena yang mancet bukan hanya ke Indonesia tapi pada distribusi minyak dunia. Oleh karenanya jika kenaikan harga energi ini di diamkan saja, maka dampaknya akan luar biasa bagi suatu negara. Salah satu solusi yang dilakukan pemerintah yaitu dengan memberikan subsidi energi agar masyarakat tidak mengalami shock buying ketika harga energi naik. Menurut Milton H Spencer dan Orley M. Amos, jr. Dalam bukunya yang berjudul Contemparary Economics, Subsidi adalah suatu bentuk pembayaran oleh pemerintahan kepada perusahaan produksi yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas suatu produk dengan harga hasil produksi yang lebih murah dan membayar kepada rumah tangga konsumen agar mampu menambah jumlah barang atau jasa yang dibeli dan digunakan. Di sisi lain Indonesia di hadapkan dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi. Oleh karena itu, ini menjadi dilema tersendiri bagi pemerintah indonesia, karena untuk melakukan kebijakan subsidi dan pemulihan ekonomi itu menguras besar dana APBN. Jangan sampai pemberian subsidi ini mejadi boomerang tersendiri bagi kemampuan finansial indonesia.
Di tahun 2022 subsidi energi dinaikan 4,3% jika sebelumnya tahun 2021 sebesar Rp. 128,47 Triliun menjadi Rp. 134,03 Triliun, jika ditambah subsidi non energi sebesar Rp. 72,93 Triliun maka total keseluruhan Subsidi itu sebesar 35,24% dari total keseluruhan subsidi 2022 sebesar 206,96 Triliun (Anugrah, 2022). Pemerintah memberikan subsidi bertujuan agar masyarakat memiliki daya kemampuan ekonomi yang meningkat karena adanya pengurangan harga tersebut, kemudian bagi masyarakat yang ekonominya kurang mampu tentu ini sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan daya beli ekonominya, bagi para pengusaha subsidi membantu harga keseimbangan pasar sehingga mereka terhindar dari kebangkrutan. Namun subsidi juga memiliki efek yang negatif misalnya adanya kecenderungan yang lebih untuk membeli karena selisih harga yang terlihat dan akan mengurangi daya saing jual-beli bagi saingan bagi pengusaha swasta. Maka dari itu subsidi pemerintah ini harus memiliki regulasi yang benar tepat, agar bisa efesien dalam penggunaanya.
Pada saat yang sama, Indonesia juga lagi giat-giatnya memulihkan ekonomi pasca pandemi yang terpuruk. Pada tahun 2020 Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar -2,07% dimana sebelum covid-19 Indonesia mengalami kenaikan ekonomi sebesar 5,04 % di tahun 2019 (Data Badan Pusat Statistik). Bagaimana Indonesia tidak terpuruk ekonominya, sedangkan aktivitas manusianya saja di batasi. Jika dilihat dari segi Industri Pariwisatanya saja Indonesia mengalami penurunan, Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan data bahwa pada kuarta I-III tahun 2020 Indonesia hanya menerima Wisatawan Mancanegara sebanyak 3,89 Jt jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebanyak 14,73 Jt Wisatawan Mancanegara atau sebesar 73,60% mengalami penurunan, Belum lagi dibidang UMKM melihat kondisi Ekonomi Indonesia yang mengalami penurunan seperti itu Pemerintah tetap konsisten akan mengeluarkan strategi kebijakan dengan mengajak seluruh komponen bangsa. Salah satu kebijakan pemerintah yaitu melakukan percepatan belanja pemerintah, melakukan relaksasi pajak negara, dan memfocuskan dana APBN terhadap pembangunan pasca covid-19.
Islam berbeda dengan kapitalisme. Jika kapitalisme memandang subsidi dari perspekstif intervensi pemerintah atau mekanisme pasar, Islam memandang subsidi dari perspektif syariah, yaitu kapan subsidi boleh dan kapan subsidi wajib dilakukan oleh negara. Jika subsidi diartikan sebagai bantuan keuangan yang dibayar oleh negara, maka Islam mengakui adanya subsidi dalam pengertian ini. Subsidi dapat dianggap salah satu cara (uslub) yang boleh dilakukan negara (Khilafah), karena termasuk pemberian harta milik negara kepada individu rakyat (i’tha’u ad-daulah min amwaalihaa li ar-ra’iyah) yang menjadi hak khalifah (negara). Khalifah Umar bin Khaththab pernah memberikan harta dari Baitul Mal (Kas Negara) kepada para petani di Irak agar mereka dapat mengolah lahan pertanian mereka. Atas dasar itu, boleh negara memberikan subsidi kepada individu rakyat yang bertindak sebagai produsen, seperti subsidi pupuk dan benih bagi petani, atau subsidi bahan baku kedelai bagi perajin tahu dan tempe, dan sebagainya. Boleh juga negara memberikan subsidi kepada individu rakyat yang bertindak sebagai konsumen, seperti subsidi pangan(sembako murah), atau subsidi minyak goreng, dan sebagainya.
Di dalam riwayat lain Nabi SAW telah membagikan fai` Bani Nadhir (harta milik negara) hanya kepada kaum Muhajirin, tidak kepada kaum Anshar, karena Nabi SAW melihat ketimpangan ekonomi antara Muhajirin dan Anshar. Dalam konteks persoalan sekarang ini, meksipun lonjakan harga minyak mentah dunia makin meningkat tajam yang berimbas pada membengkaknya anggaran APBN kita untuk mensubsidi BBM atau tarif dasar listrik (energi) dan lain-lain. Pemerintah tidak boleh serta merta mencabut subsidi BBM atau tarif dasar listrik secara keseluruhan lalu kemudian melemparkan ke harga pasar. Karena, dengan mencabut subsidi BBM atau tarif dasar listrik sangat berimbas terhadap ekonomi rakyat, yang pada akhirnya terjadilah ketimpangan dan kesenjangan ekonomi. Sehingga kekayaan (ekonomi dan keuangan) selamanya bergulir dan bergilir pada segelintir tangan orang-orang kaya saja di antara mereka.
Oleh karena itu, kebijakan penentuan subsidi tersebut memang perlu dilakukan dengan berbagai pertimbangan dan kepentingan yang lebih luas, tetapi harus dilakukan secara aturan syariat dengan terlebih dahulu melakukan sosialisasi, penjelasan dan memperhatikan rasa keadilan serta daya beli masyarakat secara umum. Dengan begitu, subsidi BBM dan tarif dasar listrik tidak sekedar boleh, tapi sudah wajib hukumnya, agar ketimpangan ekonomi di masyarakat antara kaya dan miskin tidak semakin lebar.
Dari semua kedelimaan pemerintah itu langkah terbaik yang harus dilakukan pemerintah adalah pemberian subsidi yang tepat sasaran kepada masyarakat yang berhak dan butuh agar orang yang sekiranya tidak mampu dalam hal ekonomi entah itu karena efek pandemi maupun yang memang keadaanya begitu bisa terbantu dengan adanya subsidi dari pemerintah, kemudian untuk orang yang sekiranya mampu dalam hal ekonomi itu tidak usah diberikan bantuan subsidi gunanya sebagai pemasukan anggaran juga kepada pemerintah. Kedua, meminimalisir anggaran belanja untuk hal-hal yang lebih prioritas dan mendahulukan hal yang paling dibutuhkan mislanya dalam keadaan pemulihan pasca pandemi ini maka yang harus difocuskan dananya adalah untuk program-program yang mendukung pemulihan itu sendiri atau bisa dikatakan focus pada pemulihan sebelum pembangunan, dan bagi masyarakat agar lebih produktif lagi supaya beban pemerintah terkait subsidi itu bisa lebih berkurang lagi.
Bahan Referensi :
Andi Setyo Pambudi, Dkk, Strategi Pemulihan Ekonomi Sektor Pariwisata Pasca Covid-19, Jurnal : Majalah Media Perencana Perkumpulan Perencana Pembangunan Indonesia Volume 1 No. 1 Oktober 2020.
Edy Sutrisno, Strategi Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi Melalui Sektor UMKM dan Pariwisata¸ Jurnal : Kajian Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia.
Yohana Paramita, Dkk, Potensi Subsidi Energi dalam Mengurangi Kemiskinan, Jurnal Humaniora, Vol. 4, No.2 Oktober 2020 : 1-10.
Anugrah Stephen Soen, Subsidi di Indonesia, Jurnal : Wacana Ekonomi, Vol. 21. No. 1, 2022.
Yulia Puspitasari Gobel, Pemulihan Ekonomi Indonesia Pasca Pandemi Covid-19 dengan Mengkombinasikan Model Filantropi Islam dan Ndeas Model, Jurnal Tabarru’ : Islamic Banking and Finance.
Muhammad Wahyu Khairi, Nur Aidar, Pengaruh Subsidi Energi Terhadap Kemiskinan di Indonesia, Jurnal Ilmiah Mahasiswa : Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah, Vol. 3No. 3 Agustus 2018.
Teguh Dartanto, BBM, Kebijakan Energi, Subsidi, dan Kemiskinan di Indonesia, Jurnal : PPI Jepang membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia, Vol. 5/XVII/November/2005.
Damri Batubara, Pandangan Islam Terhadap Subsidi, Jurnal : Jurnal Al-Qasd, Vol. 1 No. 2 Februari 2017.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.