KONSEP ATAU PERANAN UANG DALAM KEBIJAKAN MONETER EKONOMI ISLAM
Ekonomi Syariah | 2022-10-18 18:00:54Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat tidak dapat melakukan semuanya secara seorang diri. Ada kebutuhan yang dihasilkan oleh pihak lain, dan untuk mendapatkannnya seorang individu harus menukarnya dengan barang atau jasa yang dihasilkannya. Namun. dengan kemajuan zaman, merupakan suatu hal yang tidak praktis jika untuk memenuhi suatu kebutuhan, setiap individu harus menunggu atau mencan orang yang mempunyai barang atau jasa yang dibutuhkannya dan secara bersamaan membutuhkan barang atau jasa yang dimilikinya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sarana lain yang berfungsi sebagai media pertukaran dan satuan pengukur nilai untuk mel akukan sebuah transaksi.
Ekonomi Islam secara jelas telah membedakanantara money dan capital. Dalam Islam, Uang adalah adalah public good/milik masyarakat, dan oleh karenanya penimbunan uang (atau dibiarkan tidak produktif) berarti mengurangi jumlah uang beredar. Implikasinya, proses pertukaran dalam perekonomian terhambat. Disamping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mernpunyai imbas yang tidak baik terhadap kelarigsungan perekonomian. Oleb karenanya Islam melarang penumpukan/penimbunan harta, memonopoli kekayaan, “al kanzu”
Berikut ini merupakan fungsi uang berdasarkan pandangan Ekonomi islam:
a. Dalam penggunaanya sebagai alat pembayaran atau media untuk pertukaran dalam melaksanakan transaksi ekonomi, maka penggunaan uang sejalan dengankonsep ekonomi syariah. Dimana rnanfaat uang mencapai nilai optimum bila peredarannya berlakuoptimal. Akibatnya segala kegiatan yangpemakaian uang dalam transaksi ekonomi tidak sesuai dengan Syariah Islami. Sehingga pada saat emas dipakai sebagai uang, maka penyimpanan emas yang mengakibatkan peredaran uang terganggu (kanzul maal) dilarang oleh Syariah Islam
b. Dalam penggunaannya sebagai sarana untuk menyimpan nilai maka penggunaan uang tidak bertentangan konsep ekonomi syariah, selama uang tersebut masih bisa dipergunakan dalam kegiatan transaksi perniagaan. Oleh karena itu diperlukan adanya pihak ketiga (dalam hal ini adalah lembaga keuangan) yang menerima simpanan uang dan pihak yang ingin menyimpan nilai dan kemudian menyalurkannya kepada pihakpihak yang ingin melakukan transaksi sehingga uang tersebut masih dapat dipergunakan dalam transaksi walaupun nilai yang disimpan oleh pernilik asal tidak berkurang.
c. Namun penggunaan uang untuk spekulasi sama sekali bertentangan dengan Syariah Islam, baik karena spekulasi tersebut tidak disukai maupun karena spekulasi umumnya berkaitan dengan menghalangi terjadinya mekanisme pasar yang wajar guna rnendapatkan fluktuasi harga yang abnormal. Spekulasijuga mengakibatkan ketidak stabilan nilai dan matauang itu sendiri karena fluktuasi harga pada hakekatnyaadalah fluktuasi nilai (daya beli) dan uang itu sendiri.
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemenintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar.Untuk mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor nil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia.
Tujuan kebijakan moneter yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7.
Instrumen kebijakan moneter dalam islam :
1) Reserve Ratio
2) Moral Suassion
3) Lending Ratio
4) Refinance Ratio
5) Profit sharing Ratio
6) Islamic Sukuk
Permintaan terhadap uang akan lahir terutama dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada umumnya oleh tingkatan pendapatan uang dan distribusinya. Permintaan terhadap uang karena motif spekulatif pada dasarnya didorong oleh fluktuasi suku bunga pada perekonomian kapitalis. Suatu penurunan dalam suku bunga dibarengi dengan harapan tentang kenaikannya akan mendorong individu dan perusahaan untuk meningkatkan jumlah uang yang dipegang. Karena suku bunga seringkali berfluktuasi pada perekonomian kapitalis, terjadilah perubahan terus-menerus dalam jumlah uang yang dipegang oleh publik. Kemajuan sektor moneter dalam ekonomi Islam tidak bisa dilepaskan dari kemajuan sektor riil melalui penyediaan uang guna pembiayaan perekonomian yang tergantung pada sektor riil. Kebijakan moneter dalam ekonomi Islam hanya bersifat pelengkap untuk memenuhi pembiayaan sektor riil.
Perbedaan utama kebijakan moneter konvensional dan Islam adalah Islam tidak mengakui adanya instrumen suku bunga karena jelas dalam Alqur'an riba itu sangat dilarang atau haram.Hikmah pelarangan riba agar terjadi hubungan partnership antara pemilik modal dan usaha secara adil. Sejumlah intrument kebijakan moneter konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi Islam seperti Reserve Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral suasion and change in monetary base, equity based type of securities masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, sepanjang sesuai dengan prinsip transaksi syariah antara lain adalah Wadiah, Musyarakah, Mudharabah, Ar-Rahn, maupun Al-ljarah.
Kebijakan moneter yang dikelola dengan baik akan menghasilkan tingkat perekonomian yang stabil melalui mekanisme transmisinya pada harga dan output yang pada akhirnya membawa efek pada variabel-variabel lain seperti tenaga kerja dan pendapatan negara.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.