Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aisyah Nurafifah

Betawi Punye Budaye

Sejarah | Saturday, 15 Oct 2022, 16:00 WIB
Ondel-ondel Betawi

Roti Buaya atau roti mirip buaya mulai dikenalkan masyarakat Betawi ketika orang Eropa masuk ke Indonesia. Dengan demikian, tradisi dan budaya Eropa menyisipkan sedikit pengaruh dari penduduk asli. Salah satunya adalah acara pernikahan. Dalam acara pernikahan, harus ada simbol. Saat itu, orang Eropa menggunakan bunga sebagai simbol pernikahan. Merasa tidak ingin kalah dan meniru Eropa, masyarakat Betawi ingin memiliki simbol tersendiri dalam acara pernikahan. Mereka memilih Roti Buaya atau roti mirip buaya sebagai simbol pernikahan adat Betawi.Suku Betawi percaya bahwa buaya hanya kawin sekali dengan pasangannya oleh karena itu roti ini di percaya melambangkan kesetiaan dalam perkawinan. Buaya secara tradisional dianggap bersifat sabar (dalam menunggu mangsa) selain kesetiaan, buaya juga melambangkan kemapanan. Akan tetapi kini dalam simbolisme budaya modern, makna buaya berubah menjadi hal yang buruk, misalnya buaya judi, buaya minum (pemabuk) dan buaya darat (orang yang mata keranjang)Roti Buaya memiliki ukuran yang sama, yaitu 50 sentimeter. Dulu, Roti Buaya tidak dimakan dan disimpan oleh pasangan pengantin. Roti dibiarkan mengeras karena menjadi lambang kesetiaan pasangan mempelai laki-laki yang langgeng. Seiring berjalannya waktu, setelah akad nikah, roti sudah bisa dibagikan dan disantap bersama keluarga, terutama kerabat yang belum menikah, sebagai harapan agar mereka akan segera mendapatkan pasangan.Selain itu ada mitos unik suku Betawi yang masih di percayai hingga saat ini "duduk di Ambang Pintu atau di depan pintu ikan gabus balik lagi"Pintu masuk ke rumah masyarakat Betawi zaman dulu dipasang balok di bagian bawahnya sebagai penahan pintu. Duduk di balok itu memang enak. Namun anak-anak perempuan Betawi dilarang duduk di situ dengan ancaman jika dewasa nanti akan "dilamar urung". Maksudnya setiap lamaran selalu tidak jadi. Ternyata larangan itu memiliki nilai sosial. Yaitu duduk di ambang pintu akan menyulitkan orang lain untuk lewat.Serta mitos “Makan sambil tiduran nanti punya laki malas”Orang tua dari suku Betawi dulu melarang anak-anak sambil tiduran. Ancamannya jika hal itu dilakukan maka akan mempunyai suami yang malas bekerja selain itu kepalanya akan membesar seperti bakul nasi. Alasannya nasi naik ke kepala bukan turun ke perut.Hal ini memiliki pesan moral yaitu agama melarang makan sambil tiduran. Selain itu tidak baik bagi kesehatan karena pencernaan menjadi tidak lancar

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image