Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anjar Kusumawati

Catatan Harian Seorang Guru

Curhat | Saturday, 08 Oct 2022, 10:03 WIB

“Assalamu’alaikum, selamat pagi anak-anak,” sapaku sambil memasuki kelas.

“Waalaikumsalam, selamat pagi Bu .,” dengan kompak murid-murid kelas X membalas salamku.

Kupandangi wajah muridku satu persatu dengan senyum, memberikan sedikit semangat agar pagi ini kegiatan belajar mengajar bisa berjalan sesuai harapan. Alhamdulillah kulihat wajah-wajah penuh semangat, namun saat kulihat di bangku pojok depan ada seseorang yang tampak tertunduk tanpa melihat kehadiranku. Kutaruh peralatan mengajarku di meja, kemudian aku berdiri di depan kelas dengan memberikan sekilas gambaran kegiatan belajar yang akan dipelajari hari ini. Kulirik dengan ekor mataku seseorang yang masih asyik dengan dunianya tadi di pojok kelas. Akupun masih melanjutkan tugasku sampai akhirnya bel istirahat berbunyi menandakan waktu mengajarku sudah usai di kelas ini. Anak-anak pun berhamburan keluar sambil berpamitan mengucapkan salam minta ijin untuk keluar duluan. Namun sosok penyendiri itu ternyata tidak bergerak sama sekali meskipun semua temannya sudah berhamburan keluar. Akupun mendekati dia yang tetap tertunduk tanpa tahu apa yang ada di benaknya.

“Kenapa kamu gak ikut istirahat Ben?” kusapa pelan muridku yang bernama Beni itu.

“Gak papa Bu, lagi males aja,” jawabnya dengan tetap menunduk.

“Apa kamu gak lapar, tuh teman-temanmu pada ke kantin,” kucoba tetap membujuknya

agar tidak menyendiri.

“Lagi males Bu, saya tadi dah sarapan di rumah.”

Aku yang semula berdiri, akhirnya mencoba duduk dekat Beni.

“Kamu ada masalah apa Ben, coba kamu cerita ke ibu. Ibu kan wali kelas kamu, jadi

kalau ada apa-apa ibu juga ikut bertanggungjawab.”

“Ehmm .maaf Bu, sebetulnya terus terang saya tidak kerasan di kelas ini. Saya

merasa tidak punya teman, saya ingin pindah sekolah saja,” Beni menjawab dengan

wajah tetap tertunduk.

“Kenapa kamu tidak betah, apa pernah bertengkar dengan teman satu kelas? Apa ada

teman yang suka gangguin kamu?”

“Gak ada sih Bu, tapi saya bener-bener gak betah di kelas ini, pokoknya saya pengin

pindah sekolah!”

“Sekarang ibu tanya ya Ben, kalau kamu nanti pindah sekolah, apa kamu yakin bakal betah di sekolah yang baru itu? Padahal di sini kamu sudah saling mengenal dengan teman-teman satu kelas. Ibu lihat teman-teman kamu juga baik, tidak ada yang bandel. Sekarang kamu harus mencoba untuk belajar membuka diri, berbaur dengan teman, berusaha untuk saling mengerti. Kamu jangan menuntut teman untuk memahami kamu saja, tapi kamu juga harus berusaha memahami mereka. Coba mulai besok, buka lembaran baru, bergabung dengan teman-teman, jangan cuma menyendiri seperti ini,”bujukku dengan lembut.

“Iya Bu, akan saya coba, tapi tolong bantu saya ya Bu, agar teman-teman juga mau menerima saya.”

“InsyaAllah ibu siap membantu murid-murid kesayangan ibu,” jawabku sambil tersenyum.

Kulihat Beni juga tersenyum sambil mengucapkan terima kasih.

Hari berganti hari, waktu terus berlalu sampai akhirnya saat kenaikan kelas sudah tiba. Aku terus memantau anak-anak didikku dan alhamdulillah tidak ada masalah berat yang terjadi. Beni akhirnya sudah bisa menemukan semangat belajarnya, menumbuhkan kepercayaan dirinya dengan sudah bisa bergabung dengan teman-teman satu kelas.

Pernah suatu hari Beni datang ke rumah dengan membawa 1 kantong plastik ikan lele. Katanya itu hasil panennya sendiri. Mungkin itu merupakan ucapan terima kasih kepadaku yang sudah membantunya untuk bertahan tetap melanjutkan sekolah di sini. Padahal tak ada sedikitpun kami sebagai seorang guru mengharap balas jasa dari anak-anak didik. Melihat murid-murid berhasil itu sudah merupakan anugerah yang tak terhingga dan tak bisa diukur dengan materi.

Saat pembagian raport kenaikan kelas, kupanggil satu persatu muridku untuk menerima hasil perjuangannya selama 1 tahun. Saat tiba giliran Beni, kucoba menggodanya.

“Gak pengin pindah sekolah Ben?”

Beni tersenyum mendengar pertanyaanku.

“Ibu ngingetin masa lalu deh. Beni sekarang sudah betah sekolah disini Bu, sekali lagi terima kasih sudah menyadarkan saya, sudah membuat saya menjadi manusia yang punya rasa percaya diri. Dulu saya merasa minder karena melihat teman-teman kelihatan hebat semua.”

“Kenapa kita harus minder, selama kita tidak berbuat salah, tidak menyakiti orang lain, nikmati hidup dengan terus bersyukur. Allah menciptakan umatNya sama, hanya nasib yang membedakan kita kelak. Setelah kamu mengenal teman-teman satu kelas dengan baik, gimana? Apa ada yang suka bully kamu?”

“Alhamdulillah tidak ada Bu, ternyata teman-teman satu kelas semua baik. Kalau ada sedikit salah paham itupun tidak sampai berkelanjutan, endingnya pasti kompak lagi.”

Aku bersyukur dalam hati bisa menuntaskan satu masalah anak didik. Banyak ragam problema dari kehidupan “anak-anakku” di sekolah. Satu persatu terkuak dari cerita polosnya mereka. Aku harus bisa berperan ganda bila ingin menyelesaikan konflik diantara mereka. Aku bisa jadi guru yang selalu berusaha mengajarkan kebaikan dan kebenaran, suatu ketika harus bisa berperan menjadi seorang ibu yang siap mendengarkan keluh kesah mereka. Kadang aku juga harus berperan menjadi teman disaat bercanda bersama.

Terima kasih ya Allah, atas semua karunia yang Engkau berikan kepadaku. Profesi yang membuatku untuk terus belajar menjadi makhlukMu yang lebih baik. Yang bisa membuatku sadar bahwa di atas langit masih ada langit, mengingatkanku agar selalu bersyukur menerima pemberianMu. Karena disekitarku masih banyak orang-orang yang butuh uluran tangan untuk berbagi kebahagiaan. Semoga ilmu yang cuma setitik ini bisa dijadikan bekal “anak-anakku” untuk mengarungi kejamnya dunia. Aamiin

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image