DAKWAH IBU RUMAH TANGGA METROPOLITAN
Agama | 2021-12-04 16:25:23Banyak sekali artikel atau jurnal yang membahas bagaimana penyebaran agama Islam di Indonesia, dengan struktur negara kepulauan, berbeda kepercayaan nenek moyang, berbeda warna kulit, kesukaan, dan Bahasa, banyak pertanyaan bagaimana bias melewati tantangan penyebaran islam di Indonesia ini, tentunya sangat berat dan tidak mudah.
Dalam jurnal maupun artikel yang banyak tersebar bahwa keberhasilan penyebaran islam terutama di pulau jawa tidak lepas dari para peran Ulama Sufi yang biasa disebut dengan Wali Songo. Wali sendiri memiliki makna sebagai orang yang paling dekat dengan Allah SWT, sahabat, teman, dan pemimpin. Jika dilihat dari Bahasa jawa ‘songo’ artinya 9 wali. Jika ditarik kesimpulan dari ini Wali Songo berarti Sembilan orang/wali yang dekat dengan Allah SWT.[1]
Seperti dalam hadits Rasullulah SAW dalam hadits bukhori mengenai hukum berdakwah:
اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ (رواه البخارى)
“Ajaklah mereka memeluk Islam dan beritahu mereka apa-apa yang diwajibkan atas mereka yang berupa hak Allah di dalamnya. Demi Allah, Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran engkau, adalah lebih baik bagimu daripada engkau memiliki unta merah” HR. Bukhori
Dikutip pada jurnal Wali Songo, Wali adalah sosok yang memiliki kelebihan dari Allah dan kedekatannya dengan sang Maha Pencipta. Wali menjadi wasilah atau perantara antara manusia dengan Allah SWT. Sehingga kata Wali Songo diartikan sebagai sembilan orang yang mencintai dan dicintai Allah SWT. Mereka mengemban tugas suci untuk mengajarkan agama Islam.[2]
Masyarakat menganggap Wali Songo adalah manusia yang terpilih karna ketaatan pada tuhannya.mereka adalah sejarah penting seperti perjuangan yang dilakukan para wali terdahulu, para leluhur kita dalam berjuang dengan semangat dan pengorbanan saat menyebarkan agama islam di Indonesia. Wali songo sendiri menyebarkan islam di pulau jawa pada abad ke 14.
Namun, bagaimana dengan abad 21 ini, sudah masuk dalam masa semua serba praktis, serba digital, serba kemudahan. Peneliti sendiri sering menemukan para mahasiswa di kampus-kampus besar yang beragama Islam, jika ditanya bagaiman dakwah yang dilakukan pada zaman sekarang, rata rata menjawab ‘jika disamakan dengan zaman dulu memang banyak media yang bisa dijadikan dakwah, namun saat ini susah karna medianya sudah diambil oleh orang zaman dahulu’ Kelakar yang di berikan mahasiswa tersebut memberikan stimulus bagi peneliti, bahwa benarkah hal tersebut, karna peneliti merasa masih banyak media yang bisa dipakai atau dilakukan minimal dari lingkungan sendiri.
Penulis sendiri masih melihat banyak sekali ibu-ibu yang nongkrong di kafe-kafe dengan pernak Pernik perhiasan, hingga main di klub malam,jarang, sekali ibu metropolitan menyuguhkan aktifitas ibu-ibu pengajian.
Namun berbeda yang dilakukan ibu-ibu rumah tangga metropolitan ibu kota di Kecamatan Rajeg Tangerang tepatnya di perumahan Rajeg Permai Asri. Rebana atau Qosidah Al-Mawaddah ini mulai di bentuk pada tanggal 5 Januari 2019 oleh ibu Lancarwati, sebagai ibu rumah tangga yang mempunyai 3 orang anak, ibu lancarwati merasa harus ada yang dibaginya dalam ilmu yang ia pernah tekuni saat berada di Jakarta Barat yang pernah menjadi personil Grup Qosidah disana. Ibu Lancarwati, salah satu ibu rumah tangga di Kecamatan Rajeg yang mengalami keresahan dalam dakwah islam di lingkungan, dengan alasan ingin menyebarkan ilmu rebana yang dimilikinya, dan takut hilang jika diasah, kini harapannya terwujud, Rebana Al-Mawaddah Insyaallah berkah adalah komunitas rebana pertama yang dibangunnya.[3]
Dalam arti rebana atau alat musik yang dipakai para qosidah adalah bentuk alat instrument dengan sumber bunyi berasal dari pertemuan tepukan tangan dengan rebana yang dan menghasilkan bunyi atau suara. Menurut Yampolsky dalam Sedyawati (2002, hlm.66) mengemukakan bahwa: “Rebana menurut pengertiannya, memiliki garis tengah kepala lebih besar daripada kedalaman badannya. Ada Rebana yang diberi kerincingan (tamborin), ada yang tidak. Ada Rebana berkepala satu atau dua, walaupun di Indonesia jenis Rebana satu lebih umum”.
Mungkin banyak tidak mengetahui arti rebana dalam kajian keilmuannya, begitu pula dengan Lancarwati, yang ingin mencetuskan bahwa dakwah bukan hanya sekedar ceramah dan kajian keilmuan semata, namun bisa melewati media yang lainnya. Penyebaran dakwah ini sama yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga salah satu Wali Songo di pulau jawa, bedanya pikiran Lancarwati ini sudah dilakukan oleh orang lain. Bukan diawali oleh tangan dari Lancarwati.
Lancarwati mengungkapkan bahwa cara mendapatkan ilmu rebana hanya belajar di wilayah Jakarta Barat dengan sekumpulan ibu-ibu yang tidak mengikuti gaya hidup melainkan memikirkan dakwah dimasyarakat, tentunya tidak ada guru khusus yang mengajarkannya. Mengikuti pengajian sana-sini dengan media rebana, dan latihan otodidak.
Dalam pencaharian ilmu rebana, Lancarwati mendapatkan permasalahan ketika berada didalam lingkaran dakwah masjid Al-Islaiyah, masalah internal organisasi masjid tersebut membuat ibu 3 orang anak ini akhirnya membubarkan diri bersama ibu-ibu yang lainnya.
Perjuangan pengajian rebana akhirnya dilakukan dari rumah ke rumah untuk tetap mengepakkan sayap shalawat dimuka bumi. Lancarwati mendapatkan amanah untuk mengajarkan ibu-ibu yang lainnya mengenai cara memakai alat rebana, dari satu RT ke RT Lancarwati hanya bermodalkan kaki yang menyatu dengan tubuh dan sabar dalam menjalani setiap prosesnya.
Ikhlas, poin dimata lancarwati terpancarkan ketika menceritakan masa-masa saat membangun nilai di setiap hati ibu-ibu kompleknya saat berada di Jakarta Barat saat itu.
Saat ini qosidah yang dibangun Lancarwati sudah berjalan 2 tahun yang berdiri dari tanggal 3 januari 2019, selesai mencari ilmu di Jakarta Barat, Lancarwati melanjutkan dakwahnya di rumahnya yang ia tempati saat ini, di Perumahan Rajeg Asri, bermodalkan niat berdakwah Lancarwati ijin kepihak RW dan RT sekitar tanpa memberikan proposal resmi.
Berjalannya waktu Rebana Al-Mawaddah sering mendapatkan panggilan hajatan, syukuran, akikahan, santunan, dll,
Untuk alat yang dipakai Lancarwati memakai hadroh dalam menyiarkan pesan dakwahnya, dengan pembagian alat sesuai kemampuan personilanya, ada yang memegang qosidah bass 1, bass 2, dan bass 3, ketipung 1, ketipung 2, ketipung 3, tamborin 1, tamborin 2, vocal 1, vocal 2, vocal 3, dengan peserta 9-12 personil.
Nama Personil
Pemandu Shalawat : Lancarwati
Bas 1 : Isyuni
Bas 2 : Rusmiyati
Bas 3 : Marini
Ketipung 1 : Astuti
Ketipung 2 : Magfiroh
Ketipung 3 : Hernawati
Tamborin 1 : zaenab
Tamborin 2 : saniatun
Vocal 1 : lala kumalasari
Vocal 2 : reni nastriani
Vocal 3 : nuripah
Ibu metropolitan ini masih berkiprah dalam dunia qosidah sampai sekarang.
[1] https://indonesiabaik.id/infografis/penyebaran-islam-oleh-wali-songo. Diakses pada tanggal 11-oktober-2021. Pukul 14.59 WIB
[2] https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5547695/kisah-wali-songo-sunan-kalijaga-dakwah-dengan-wayang-dan-tembang-jawa . Diakses pada tanggal 11 oktober 2021 pukul 11-oktober 2021
[3] Sedyawati, E. (Penyusun) (2002). Indonesia Heritage: Seni Pertunjukan. Jakarta: Buku Antar. Bangsa. Soedarsono, R.M. (2002)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.