Naik Turun Diplomatik India dan China (Era Nehru-Zhou Enlai)
Sejarah | 2021-12-04 13:51:23India dan China merupakan negara yang memiliki populis terbanyak nomor pertama dan kedua saat ini. Maka tidak mengherankan bila kedua negara tersebut memiliki pengaruh yang kuat sejak zaman dahulu. Pada tahun 402 SM seorang pendeta asal China bernama Fa Xian pergi ke India untuk menetap dalam waktu yang lama. Setelah kembali dari India, dia menerjemahkan teks berbahasa sansksekerta ke bahasa mandarin. Selain itu banyak pula orang India yang pergi dan menetap di China dan orang China yang pergi dan menetap di India
.Pada masa pemerintahan Inggris, India dan China memiliki hubungan yang baik. India mengirimkan lima tenaga medisnya untuk membantu China yang saat itu mengalami Perang China – Jepang yang kedua. Pasca India dan Paksitan merdeka pada tahun 1947 dan ketika tahun 1949 China pada kekuasaan Mao Zedong mengumumkan berdirinya Republik Rakyat China, India merupakan negara yang mengakui RRC. Padahal saat itu dunia sedang membenci komunisme. Namun, India beranggapan kalua China dapat diajak untuk bekerjasama dalam pendirian Pan-Asia yang mengalahkan sifat kolonialisme barat yang merajalela.
Tanggal 29 April 1954, Tiongkok dan India membuat 5 prinsip dasar hubungan bilateral yang disebut dengan Panchsheel (5 Prinsip Damai). Prinsip ini diadopsi dan mendapatkan suara penuh pada 11 Desember 1957 oleh Majelis Umum PBB. Prinsip ini dibentuk untuk menyampaikan aspirasi dari dunia internasional bahwa hubungan antar negara harus kooperatif dan berjalan damai. Panchsheel dideklarasikan saat pertemuan Perjanjian Dagang dan Hubungan Tibet (regional Tiongkok) dan India (Agreement on Trade and Intercourse between the Tibet region of China and India).
Setahun pasca perjanjian Panchsheel, Tiongkok dan India menandatangani Protokol di Lhasa. Yang berisi kesediaan India menyerahkan control Tibet ke Tiongkok dan mengakui sebagai bagian dari kedaulatan negara tersebut. Nehru mengganti hak-hak ekstrateritorial warisan imperial Inggris di Tibet dengan menarik pengawalan militernya di Tibet serta menyerahkan layanan pos, telegraf dan telepon kepada Tiongkok. Tiongkok mengklaim wilayah India atas dasar keterkaitannya dengan Tibet seperti Arunachal Pradesh dengan budaya dan bahasa (Chellaney, Why Tibet Remains the Core Issue in China-India Relations, 2014).
Zhou Enlai dan Jawaharlal Nehru mengadakan pertemuan pada 19 April 1960 guna menanggapi aksi klaim yang terjadi sejak tahun 1955. Pertemuan ini penting guna menanggapi pelanggaran Tiongkok terhadap Perjanjian Panchsheel (Hyer, 2017). Pada 23 Januari 1959, Zhou Enlai mengumumkan klaimnya atas 40.000 mil persegi wilayah territorial India yakni Ladakh dan North East Frontier Agency (NEFA) atau Arunachal Pradesh. Selanjutnya 8 September 1959 China menolak secara tegas garis perbatasan McMahon Line dengan tidak ikut menandatangani Perjanjian Damai 1842 antara British India dan Inggris. China kemudian juga melakukan klaim 50.000 mil persegi atas Sikkim dan Bhutan (Maxwell, Sino-Indian Border Dispute Reconsidered, 1999, pp. 906-907).
Pertemuan Zhou Enlai dan Jawaharlal Nehru pada tahun 1960 menjadi hubungan diplomatik terakhir sebelum perang 1962 terjadi. Situasi tidak terkendali pasca penolakan Tiongkok terhadap tawaran India untuk membahas masalah klaimnya atas Bhutan dan Sikkim tahun 1961. Peperangan besar terjadi pada tahun 1962, tentara Tiongkok masuk ke wilayah Sikkim Utara dan NEFA lagi dan kemarahan Tiongkok atas bergabungnya Sikkim ke Indian Union (Nn, 1975). Sikkim melakukan referendum dan hasil pemungutan suara menyatakan keputusan untuk bergabung dengan India. Namun Tiongkok menuduh keputusan tersebut atas dasar paksaan India dengan menyandra Chogyal (pemimpin) mereka yakni Palden Thondup Namgyal (Ray, 1984, pp. 2-7).
Paska perang, India dan China mengalami fase dimana hubungan mereka terus diwarnai dengan kecurigaan dan persaingan. Keduanya saling memperebutkan pengaruh di forum internasional. Pada waktu itu, India semakin mendekatkan diri dengan negara adidaya Uni Soviet dan Amerika Serikat guna mengantisipasi sikap China yang sewaktu-waktu dapat menjadi agresif. India juga mencari simpati di forum-forum internasional tak terkecuali di negaranegara non-block. China sendiri juga sama seperti India yaitu berusaha membuat citra India buruk di mata Internasional. Selain itu China menjalin hubungan yang sangat dekat dengan negara saingan India yaitu Pakistan. China mulai membantu Pakistan dengan mengirimkan bantuan militer, tenaga nuklir dan kapal-kapal militer guna untuk meningkatkan kekuatan Pakistan dalam konflik melawan India (Adha, 2007, p. 67).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.