Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Abdullah Sajid

KASUS PELECEHAN SEKSUAL DI KALANGAN KAUM INTELEKTUAL

Info Terkini | 2021-12-02 17:41:09

Saat ini banyak sekali terjadinya kasus-kasus pelecehan seksual di berbagai lingkungan. Seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan kampus, bahkan hingga di tempat-tempat umum. Salah satu nya kasus di provinsi bengkulu, kasus pelecehan seksual di daerah tersebut cukup tinggi yaitu hingga mencapai 105 kasus hanya dalam rentang waktu 6 bulan yakni pada bulan Januari hingga bulan Juli 2020. Bahkan di provinsi ini juga, terjadi peristiwa yang sangat miris dan menarik perhatian seluruh masyarakat Indonesia yaitu adanya kasus pemerkosaan oleh 20 orang terhadap anak SMP, sehingga membuat Presiden RI Jokowi mengeluarkan statement PERPU (Peraturan Pengganti Undang-Undang) No.1 tahun 2016 tentang perlindungan anak. Baru satu kasus pelecehan seksual yang terekspos ke media, belum lagi kasus pelecehan lainnya di berbagai wilayah lain dan kasus pelecehan seksual yang tidak terungkap ke media. Kasus pelecehan seksual ini seringkali terjadi justru dari lingkungan orang-orang terdekat seperti guru terhadap murid nya, pelecehan seksual di antara teman, bahkan kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak.

Dalam pembahasan ini, akan menyoroti mengenai kasus pelecehan seksual yang justru terjadi di kalangan kaum intelektual, pelecehan seksual di lingkungan orang-orang terpelajar, yaitu dilingkungan perguruan tinggi. Pelecehan seksual di lingkungan kampus justru adalah salah satu kasus yang sulit untuk diungkap. Salah satu kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus yaitu dosen berinisialkan RH yang bekerja di Universitas Jember (UNEJ), dari fakultas Ilmu sosial dan Fakultas Ilmu politik, telah ditetapkan menjadi tersangka atas kasus pelecehan seksual yakni pencabulan yang dilakukannya kepada keponakan sendiri yang pada saat itu berstatus sebagai salah satu mahasiswi dari Universitas tersebut. Kasus ini termasuk kasus yang masih hangat karena kasus ini terjadi tepatnya pada bulan April 2021 yang berarti sekitar 6 bulan lalu. Kemudian ada kasus yang terjadi dengan modus penelitian, yaitu dosen yang memilki kecenderungan seksual untuk bertukar pasangan, hal ini biasa nya dikenal dengan swinger, kasus ini menyebabkan hingga puluhan korban. Hal ini terjadi, tepatnya pada bulan agustus 2020. Bahkan baru-baru ini muncul nya berita tentang pelecehan seksual yang cukup miris yaitu antara dosen pembimbing terhadap mahasiswi nya, tepat nya tanggal kejadian tersebut yaitu pada Rabu, 27 oktober pukul 12.30 WIB 2021, kejadian ini dialami oleh mahasiswi dari Universitas Riau angkatan tahun 2018 yang dicium dosen saat melakukan bimbingan skripsi. Menurut pengakuan korban. mereka melakukan bimbingan skripsi memang hanya berdua dalam satu ruangan tanpa adanya orang lain dalam ruangan tersebut. Kronologi awalnya di mana sang dosen mulai menanyakan mengenai hal pribadi, seperti tentang pekerjaan, kehidupan mahasiswi tersebut hingga mulai berani mengatakan aku cinta kamu dengan menggunakan Bahasa Inggris dan sontak membuat mahasiswi tersebut terkejut. Saat bimbingan skripsi tersebut selesai dan korban berniat pamit, namun ketika korban menyalami tangan dosen tersebut, yang terjadi malah tangan nya digenggam keras oleh sang dosen, dosen pun merayu korban tersebut sembari mencengkram bahu korban dan makin mendekatkan badan nya pada korban lalu mencium kedua pipi korban. Perasaan yang dialami korban saat itu tentulah dia sangat ketakutan sembari menundukkan kepala nya namun yang dilakukan sang dosen malah mendongakkan kepala korban sembari berkata "di mana bibir mu, di mana?". Untungnya korban masih berani untuk menolak perlakuan tidak menyenangkan dari dosen nya itu. Hal ini justru diingkari oleh dosen tersebut, sang dosen mengaku bahwa tidak melakukan hal tersebut dan akan menuntut balik kepada korban yang mengaku bahwa menerima pelecehan seksual tersebut dengan tuntunan pencemaran nama baik.

Kasus pelecehan seksual dengan kurang nya bukti yang dilakukan oleh orang-orang terpelajar, yang memiliki jabatan dan juga memiliki koneksi membuat korban yang sebenarnya mengalami pelecehan seksual makin takut untuk melapor pada pihak-pihak hukum maupun media yang seharusnya dapat membantu korban pelecehan seksual. Untuk sanksi yang akan diterima oleh para pelaku pelecehan seksual ataupun kekerasan seksual akan menerima sanksi administrartif dari yang ringan hingga sanksi administratif berat. Sanksi administratif ringan yaitu pencabutan atas sebuah beasiswa, kemudian sanksi adminitratif berat salah satunya adalah pemecatan dari lingkungan kampus. Pemberlakuan sanksi administratif tersebut adalah salah satu kewajiban di tiap perguruan tinggi dalam penangan adanya kasus pelecehan seksual maupun kekerasan seksual yang telah tercantum pada pasal 10 Permendikbud, sedangkan kewajiban kampus yang lainnya terhadap korban pelecehan seksual maupun kekerasan seksual adalah bertanggung jawab untuk melakukan pendampingan, perlindungan, dan pemulihan terhadap korban. Perincian untuk jenis sanksi atas kasus pelecehan seksual tercantum pada pasal 14. Pertama, sanksi administratif ringan yaitu berupa teguran secara tertulis ataupun melakukan sebuah permohonan maaf secara tertulis yang harus dipublikasikan di internal kampus ataupun di media massa. Kedua, sanksi administratif sedang yaitu pemberhentian sementara dari jabatan tanpa mendapatkan hak jabatan, ataupun pengurangan hak sebagai mahasiswa. sedangkan, hak-hak mahasiswa pelaku kekerasan seksual ataupun pelecehan seksual yang dikurangi berikut antara lain yaitu adanya penundaan mengikuti perkuliahan (skors), pencabutan beasiswa, ataupun pengurangan hak lainnya.

Dengan adanya kasus pelecehan seksual yang masih terjadi, menurut data yang terdapat pada KOMNAS PEREMPUAN bahwa hal ini mengakibatkan adanya kenaikan angka pada perempuan yang mengidap HIV/AIDS menjadi jauh lebih tinggi, yang sebelum nya hanya terdapat 4 kasus namun melonjak menjadi 203 kasus. Data dari banyaknya kenaikan jumlah ini sendiri diambil langsung dari dari LBH APIK Bali karena telah melakukan kegiatan outreach dan melakukan pendampingan kasus kekerasan pelecehan seksual terhadap ODHA Perempuan dan anak. Namun, sayang nya kasus-kasus pelecehan seksual masih sering disembunyikan karena para korban terutama perempuan menjadi takut untuk melaporkan nya ke pihak yang berwajib di karenakan berbagai faktor, seperti faktor malu, merasa bahwa hal tersebut adalah aib dan tidak perlu diketahui oleh siapa pun, faktor budaya di Indonesia yang lebih mengutamakan untuk menjaga nama baik keluarga nya, ataupun karena takut tidak di percaya oleh pihak yang berwajib maupun pihak-pihak hukum jika dia melaporkan atas apa yang telah dia alami tanpa adanya bukti.

Daftar Pustaka

https://www.google.com/amp/s/bengkulu.antaranews.com/amp/berita/123078/kekerasan-seksual-pada-anak-di-bengkulu-capai-105-kasus

https://www.suara.com/news/2021/05/07/081214/jalan-cerita-dosen-unej-tersangka-pelecehan-seksual-kini-berakhir-di-tahan

https://www.google.com/amp/s/news.detik.com/berita/d-5797204/viral-mahasiswi-unri-diduga-dicium-dosen-di-kampus-saat-bimbingan-skripsi/amp

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211027155532-20-713159/pelecehan-seksual-di-kampus-nadiem-atur-pemecatan-mahasiswa-dan-dosen

https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/catahu-2020-komnas-perempuan-lembar-fakta-dan-poin-kunci-5-maret-2021

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image