Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Liza Arjanto

Pasar Ikan

Sastra | Sunday, 18 Sep 2022, 21:30 WIB
Foto : Unsplash

Kayu jembatan yang menghubungkan dua bangunan besar itu, berderit di bawah kakinya. Dari celah bilah papan kayu yang kehitaman itu, ia melihat arus sungai kecokelatan mengalir deras pada musim penghujan. Ia sedikit gugup, memang. Rasanya selalu tak nyaman berada di tengah jembatan, sementara kau menyadari, bisa saja bilah kayu itu tiba-tiba patah, dan kau terjatuh, lalu arus yang deras itu menyambut tubuh kecilmu dengan suka cita.

Bergegas ia melangkah menuju pintu lebar bangunan kayu sangat besar dan luas. Mereka menyebutnya Pasar Ikan. Meski ia tahu pasar itu berada di tengah laut, namun keramaian pasar akan mengalihkan perhatian dan rasa takutnya.

Pasar ikan selalu ramai setiap pagi hingga hari menjelang siang. Wajah-wajah cerah para pedagang dan candaan di antara mereka kerap membuatnya tersenyum kecil. Kegembiraan-kegembiraan kecil yang menular, meski hanya sepintas lalu.

Para pedagang mengisi semua sisi dinding pasar. Di bagian tengah, barisan-barisan dagangan yang diletakkan di meja-meja besar berjejer rapi. Membentuk semacam lorong-lorong yang bisa kau lewati dengan leluasa.

Kakinya bergegas menuju penjual telur langganan mamak. Tempatnya berada persis di muka pintu keluar pasar.

"Cari apa, Nak?" Suara yang ramah dengan logat Madura yang khas menyapanya. Diikuti senyuman yang memperlihatkan deretan gigi emas yang berkilat-kilat.

"Hoya, pasti cari telur. Masa cari yang lain. Hehehe."

Ia cepat-cepat mengangguk dan menyebutkan pesanan mamaknya.

Matanya memperhatikan sepasang tangan ibu penjual telur yang bergerak cepat. Diam-diam ia merasa heran, bagaimana bisa tangan itu bergerak lincah dengan gelang-gelang emas berukuran besar melilit kedua tangannya. Belum lagi kalung-kalung emas yang bergelantungan di lehernya. Baru melihatnya saja ia sudah merasa pegal.

Menurut kabar, penjual telur itu memelihara tuyul. Sebab itulah emasnya amat banyak dan sering berangkat haji.

Akan tetapi, menurut mamak, itu hanya rumor. Dengan menjual telur lebih murah ketimbang di tempat lain, sudah pasti pelanggannya banyak.

Selain itu keramahan penjualnya membuat siapa saja betah, termasuk dirinya yang diam-diam menikmati lelucon ringan yang dilontarkan penjual telur kepada para pelanggannya atau pengunjung pasar yang lewat.

Selesai membeli telur dan semua pesanan mamak, ia melangkah ke luar pasar. Menyusuri jembatan kayu lebar menuju daratan. Di bawah jembatan, sampan-sampan yang semula membawa hasil bumi, sudah sebagian pulang. Menyisakan riak-riak gelombang yang memukul tonggak kayu hitam penyangga jembatan dan badan sampan-sampan masih tertambat di dermaga.

#jejakmasakecil

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image