Membaca AlQuran Serasa Hati Bernyanyi, Ini 5 Prinsipnya
Agama | 2022-09-17 11:50:24Oleh: Mas Andre Hariyanto
Penulis Aktif Menggeluti Kajian Media, Founder AR Learning Center & Kadiv. Jurnalis Dewan Pimpinan Wilayah Penggiat Anti Narkoba Indonesia Prov. D.I Yogyakarta
ALQURAN adalah kitab yang mulia dan juga pedoman bagi umat muslim, mengapa? Karena dengan Alquran, hidup kita akan tenang dan jauh dari permasalahan. Kenapa demikian? Karena Alquran adalah cahaya ilahi dan penyejuk hati.
Hanya dengan membacanya, hati ini berasa bernyanyi. Pada umumnya seperti lagu cinta dan kasih sayang yang membawa perasaan. Rasanya ingin sekali bernyanyi lama-lama dengan lantunan pada setiap ayat Alquran.Maka dari itu mari kita selami Alquran dengan membaca dan mengahafalnya, insyaallah akan menjadi syafaat kita kelak.
Kita jadikan Alquran sebagai teman hidup kita, istilah populernya bermesra-mesraan kayak suami istri, meskipun single bagi yang belum.
Berikut lima prinsip tentang Alquran yang selayaknya diterapkan dalam kehidupan kita.
1. Menghafal tidak harus hafal
Allah memberi kemampuan menghafal dan mengingat yang berbeda-beda pada tiap orang.Bahkan imam besar dalam ilmu qiroat, guru dari Hafs -yang mana bacaan kita merujuk pada riwayatnya- yaitu Imam Asim menghafal Alquran dalam kurun waktu 20 tahun.
Target menghafal kita bukanlah ‘ujung ayat’ tapi bagaimana kita menghabiskan waktu (durasi) yang sudah kita agendakan hanya untuk menghafal.
2. Bukan untuk diburu-buru, bukan untuk ditunda-tunda
Kalau kita sudah menetapkan durasi, bahwa dari jam 6 sampe jam 7 adalah waktu khusus untuk menghafal misalnya, maka berapapun ayat yang dapat kita hafal tidak jadi masalah.
Jangan buru-buru pindah ke ayat ke-2 jika ayat pertama belum benar-benar kita hafal. Nikmati saja saat-saat ini. Saat dimana kita bercengkrama dengan Allah. satu jam lho.
Masak untuk urusan duniawi delapan jam betah, bahkan bergadang demi melihat bola, tanpa ketib alias penghlihatan kita fokus ke depan terus, hehe. Inget, satu huruf melahirkan sepuluh pahala bukan? Apalagi kalau lancar, sudah tau pula kan.
So, jangan buru-buru. Tapi ingat, juga bukan untuk ditunda-tunda. Habiskan saja durasi menghafal secara ‘pass’.
3. Menghafal bukan untuk khatam, tapi untuk setia bersama Qur’an
Kondisi hati yang tepat dalam menghafal adalah bersyukur bukan bersabar. Tapi kita sering mendengar kalimat “Menghafal emang kudu sabar”, ya kan?
Sebenarnya gak salah, hanya kurang pas saja. Kesannya ayat-ayat itu adalah sekarung batu di punggung kita, yang cepat-cepat kita pindahkan agar segera terbebas dari beban (khatam).
Bukankah di awal surat Thoha Allah berfirman bahwa Alquran diturunkan bukan sebagai beban. Untuk apa khatam jika tidak pernah diulang? Setialah bersama Alquran.
4. Senang dirindukan ayat
Ayat-ayat yang sudah kita baca berulang-ulang namun belum juga nyantol di memory, sebenarnya ayat itu lagi kangen sama kita. Maka katakanlah pada ayat tersebut “I miss you too ” hehe.
Coba dibaca arti dan tafsirnya.
Bisa jadi ayat itu adalah ‘jawaban’ dari ‘pertanyaan’ kita. Jangan buru-buru suntuk dan sumpek ketika gak hafal-hafal. Senanglah jadi orang yang dirindukan ayat.
5. Menghafal sesuap-sesuap
Nikmatnya suatu makanan itu terasa ketika kita sedang memakannya, bukan sebelum makan bukan pula setelahnya. Nikmatnya menghafal adalah ketika membaca berulang-ulang.
Dan besarnya suapan juga harus pas di volume mulut kita agar makan terasa nikmat. Makan pake sendok teh gak nikmat karena terlalu sedikit, makan pake centong nasi bikin muntah karena terlalu banyak.
Menghafal-pun demikian. Jika “‘amma yatasa alun” terlalu panjang, maka cukuplah “‘amma” diulang-ulang.Jika terlalu pendek maka lanjutkanlah sampai “‘anin nabail ‘adzhim” kemudian diulang-ulang. Sesuaikan dengan kemampuan ‘mengunyah’ masing-masing anda.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.