Pesona Pondok (Batar)
Eduaksi | 2022-09-15 21:12:59Membuka akun facebook pondok, dan mengamati gambar profil yang terpajang, membuat pikiran mengawang, kembali kepada peristiwa belasan tahun silam.
Mondok. Harus jauh dari tempat tinggal. Itulah mimpiku, ketika akan melanjutkan belajar menjelang lulus kelas Sekolah Dasar.
Dari mana bisikan itu datang?
Ane pun tak mengerti. Orang tua bisa dikata tidak pernah mengarahkan. Sanak saudara, kerabat, sahabat, apalagi.
Zaman itu, sekolah di pondok masih terasa sangat asing. Tidak gaul. Animonya rendah. Setidaknya itu pandangan dari tempat ane tinggal. Karena itu,terjadi silang pendapat dalam keluarga.
Belum seperti sekarang. Banyak yang sudah melek, akan pentingnya melanjutkan belajar di pondok.
Tapi ane teguh, tetap mau mondok. Enggan sekolah. Teman-teman selulusan sudah pada masuk sekolah dengan pilihan masing-masing. Ane sendiri masih tinggal di rumah.
Setelah diskusi alot. Dengan keluarga kecil dan keluarga besar. Yang awalnya nampak tak berujung, akhirnya diketoklah palu; diizinkan mondok.
Lokasi di Jawa Timur. Saya mengikut saja. Karena tidak mengerti apa-apa. Baru tahu nama pondok itu, setelah kaki menginjakkan pintu gerbang. Namanya 'Baitul Arqom.' Masyur juga disingkat dengan BATAR.
Tidak tahu sama sekali, pondok ini sebenarnya mau mengajarkan apa. Tapi, lambat laun,mulailah memahami, 'menu-menu' apa saja yang tersaji.
Ada penegakkan dua bahasa; Arab dan Inggris dalam bersosialisasi antar santri. Kedisiplinan, ibadah, kepemimpinan, kemandirian, sosial, seni, dan banyak hal lain yang didapatkan, melalui proses pendidikan yang memang berjalan 24 jam non-stop.
Bagaimana sebelum adzan shubuh berkumandang, para santri sudah dibangunkan. Berlanjut kepada kegiatan yang terjadwal secara sistematis sampai pukul 22.00, semua sudah wajib di kamar masing-masing. Tidur. Ada bagian yang akan sweeping yang mungkin tertidur di bagian paling pojok pondok.
Adakah orangtua yang siap mendidik anaknya sedemikian rupa? 24 jam?
Itulah perjuangan para kyai dan ustadz di pondok. Sangat luar biasa didikasinya. Maka, pantaslah ia diibarat sebagai ibu bagi para santri, sebagaima tertera dalam salah satu bait syair himne pondok.
Dengan pola pendidikan demikian, terbentukkan jiwa-jiwa santri yang tanggguh. Mandiri. Berprinsip. Bahkan berani bermimpi di luar batas kemampuan.
Pesona pondok sangatlah luar biasa. Dan itu hanya bisa dirasa oleh mereka yang telah mengenyam kehidupan di sana.
Pesona akan perjuangan kyai dan para ustadz. Pesona teraplikasikannya adab. Pesona ibadah berjamaah. Persona persahabatan. Pesona kesahajaan. Pesona belajar. Pesona kemandirian. Dan pesona-pesona lainnya.
Termasuk, pesona gunung di gambar itu, yang senantiasa mengintip melalui celah-celah embun pagi, akan aktivitas menghafal mahfuzhot/mutholaah di pinggir sawah, bakda pembagian mufrodat di pagi hari.
Sungguh semua itu mempesona.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.