Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Utari Ninghadiyati

Mengunjungi Makam Para Sultan Banjar

Sejarah | 2022-09-07 20:37:06

Awan mendung memayungi kota. Tak ada angin yang berembus.

Tapi, di sebelah timur, langit tampak bersih. Hanya sedikit awan putih yang berarak.

Sepertinya hujan lokal saja, artinya tidak semua bagian kota terguyur hujan.

Mumpung belum ada air menetes, buru-buru memacu motor, setelah sebelumnya berpamitan pada si kecil yang asyik dengan kimia dan sebentar lagi menjalankan tugas mingguan.

Sepanjang jalan yang teduh karena payung raksasa, saya berharap hujan tak turun di telok selong.

Saya dan ibu Laila Binti Abdul Jalil mau melihat plus riset kecil-kecilan batu nisan yang ada di makam para sultan banjar.

Terima kasih, tak ada hujan deras di sepanjang jalan. Udara sebenarnya agak pengab tapi asyik saja di jalan.

Rencana mau lewat cindau alus, lha kok belok kiri ke arah sungai sipai. Buka maps saja. Dan, terhamparlah sawah di kiri kanan jalan. Sueger.

Deretan padi berakhir digantikan deretan rumah dan rawa-rawa. Ah, itu rumah bubungan tinggi. Maaf, kali ini kami tak mampir.

Mendekati pertigaan, kendaraan dipelankan. Agak ngeri kalau tiba-tiba ada kendaraan turun dari arah jembatan.

Badan jembatan ini cukup tinggi dan langsung berujung di pertigaan jalan.

Saya pikir jembatan berikut kondisinya tidak seperti itu, ternyata sama saja hehehehe. Duh, keren banget deh. Sukses bikin deg-degan.

Tapi setidaknya jembatan kedua, sisi lainnya lebih landai dan langsung di dekat makam sultan ke 5.

Meski makam sudah di depan mata, kok ya tertarik sama sebuah spanduk kecil di sebelah makam.

Akhirnya belok kiri mengikuti spanduk atau petunjuk jalan menuju makam seorang datuk baru kemudian ke datuk rambut panjang.

Meski makamnya tidak menggunakan nisan batu aceh, tetap saja kami berhenti dan mempelajarinya.

Begitu selesai, buka maps lagi. Lho kok banyak titik yang menunjukkan makam datuk dan sultan.

Akhirnya kembali dulu ke rencana awal ke makam sultan ke lima, ukur nisan dan makam serta mempelajari sedikit ukiran yang ada. Siapa tahu ada petunjuk mengenai tahun pembuatan. Sayang, lapisan cat membuatnya sulit untuk dibaca.

Ya sudah, mari pindah ke makam Pangeran Natakusuma berikut. Letaknya di belakang makam sultan ke lima dan terpisah sungai kecil.

Makam ini berada di dalam bangunan berkaca. Batu nisannya memang berbeda tetapi berasal dari aceh.

Habis itu bergeser ke sebuah makam keramat yang ada di sebelahnya. Tak banyak yang dilakukan sebab nisan tertutup kain kuning.

Begitu juga dengan nisan makam sultan Tahmidillah. Lilitan kainnya cukup tebal sehingga sulit mengetahui bentuk nisan meski sudah di tekan.

Usai mengukur dan mencatat informasi awal, perjalanan berlanjut ke makam sultan yang ada di jl. Mantri empat.

Wah, makamnya sudah di renovasi. Bahkan diberi penutup. Diputuskan untuk mengakhiri petualangan. Kembali ke tugas awal, mendampingi paguyuban yang tampil di tengah kota.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image