Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fatimah Azzahra

Musra Jabar dan Pemilu Presiden

Politik | Sunday, 04 Sep 2022, 22:57 WIB

 

Begitulah pesan sang penulis dari jantungnya demokrasi, Amerika. Bahwa pemilihan berikutnya hendaknya merupakan seorang negarawan dari generasi berikutnya. Generasi penerus yang masih memiliki idealisme tentunya.

Musra Jabar

Berbicara tentang persiapan pemilihan pemimpin di tahun 2024. Beberapa hari yang lalu, tepatnya hari Ahad tanggal 28 Agustus 2022, presiden Jokowi datang ke gedung Youth Center di Arcamanik, Bandung dalam rangka musyawarah rakyat atau disingkat musra.

Dilansir dari laman republika.co.id (29/8/2022), musra ini diinisiasi oleh relawan projo di Bandung. Adapun agenda Musra diantaranya untuk menampung aspirasi masyarakat Indonesia mengenai sosok yang paling tepat memimpin Indonesia pada 2024.

Hasilnya, Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia berhasil menentukan karakteristik Capres dan Cawapres pada pemilu 2024. Hasil musra tersebut dilaksanakan dengan cara e-voting melalui pertanyaan terbuka tentang kriteria calon pemimpin harapan rakyat. Sementara nama yang keluar sebagai calon presiden pilihan rakyat adalah Joko Widodo diurutan pertama, disusul Sandiaga Uno dan Ganjar Pranowo. (Republika.co.id,31/8/2022)

Ribut Rebut Kursi ala Demokrasi

Masih ada dua tahun di depan tapi para politisi sudah sibuk ber ancang-ancang. Ingin agar jagoannya dipilih sebagai pemenang. Memenangkan suara dan hati rakyat Indonesia sehingga bisa menduduki kursi pemerintahan.

Sungguh tragis, padahal rakyat sedang berteriak dan terhimpit di tengah kebijakan-kebijakan yang memberatkan. Harga telur melambung, BBM naik, berbagai subsidi dicabut, akses fasilitas dari pemerintah dipersulit dan dibatasi. Tapi, mereka malah sibuk sendiri mengamankan kursi kepemimpinan nanti.

Masih lama dua tahun itu. Apalagi umur tiada yang tahu. Bagaimana jika malaikat terlebih dulu memanggil diri? Bukankah lebih baik fokus selesaikan berbagai problematika yang terjadi di tengah masyarakat kini? Agar ketika dihisab penguasa punya bukti tanggungjawab mereka.

Namun sayang, dalam sistem ini, urusan hisab, pertanggungjawaban ditaruh di urutan belakang. Fokusnya hanya pada harta, tahta, dan juga wanita. Yang penting bisa jadi hartawan dan pejabat pemerintahan walau melalaikan kewajiban mengurusi rakyat jelata.

Inilah lika liku buruknya wajah demokrasi. Sudahlah mahal, penuh sikut-sikutan, hasilnya tak mengakomodasi kepentingan rakyat. Kebijakan yang lahir justru menyengsarakan rakyat sendiri, lebih berpihak pada korporasi.

Islam dan Musyawarah

Musyawarah memang menjadi bagian dari Islam. Berdiskusi untuk mencapai kebaikan bersama. Tapi, tak benar jika menyamakan musyawarah dalam islam dengan musyawarah demokrasi. Dalam Islam, tak semua hal dibahas di musyawarah. Apa yang sudah Allah dan Rasul tetapkan di al qur'an juga sunnah, tak bisa diganggu gugat. Meskipun tak sesuai dengan adat atau banyak orang yang tak setuju.

Karena dalam Islam kita kembali diingatkan akan iman. Bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi diri kita, termasuk dalam bernegara. Itulah mengapa Allah utus Nabi Muhammad saw sebagai suri teladan bagi kita. Agar kita bisa mencontoh bagaimana sang kekasih Allah dalam beraktivitas. Rasulullah menjalani perannya dengan baik sebagai suami, ayah, kakek, menantu, hingga pemimpin umatnya.

Islam mengajarkan kita untuk memimpin pemimpin amanah, yang sayang pada rakyatnya dan rakyat pun sayang padanya. Rasul juga mengabarkan balasan neraka bagi para pemimpin yang zalim, menipu rakyatnya sendiri. Sebagaimana sabda Rasul," Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka” (HR Ahmad).

Tak hanya itu, takutlah akan do'a nabiyullah yang dirawayatkan dalam hadist Muslim, "Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia."

Belajar dari Sosok Umar

Lihatlah sosok Umar bin Khattab, yang menganggap terpilihnya ia sebagai amirul mukminin sebagai berita duka dan beban yang berat. Hingga ia mengharamkan keluarganya menjadi pemimpin. Bukan karena tak mampu, tapi lebih menjaga dari hisab yang teramat berat.

Kalaulah para pejabat jaman sekarang senang menganalogikan dirinya dengan para sahabat jaman dulu. Tolong dibaca betul-betul sirah mereka, teladani karakternya secara sempurna bukan hanya untuk pencitraan saja. Karena hisab itu nyata, pedih dan panasnya api neraka itu tak terkira, sementara surga dan keindahannya pun tak ada bandingannya.

Semoga Indonesia Allah limpahi keberkahan dari langit dan bumi dengan hadir kembalinya sang pemimpin yang dekat dengan ilahi. Pemimpin yang mau menerapkan aturan dari Sang Pencipta secara sempurna. Aamiin.

Wallahua'lam bish shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image