Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adhyatnika Geusan Ulun

Critical Thinking, Menumbuhkan Sikap Kritis Siswa

Guru Menulis | Tuesday, 30 Aug 2022, 22:22 WIB
Penumbuhan sikap kritis siswa di SDN 3 Rancapanggung Cililin Babdung Barat.

Oleh. Aziz Ismail, M.Pd

(Kepala SDN Rancapanggung 3 Cililin Bandung Barat)

Seringkali sikap kritis pada diri siswa sulit ditemukan. Dari jumlah siswa di kelas, minim sekali siswa yang kritis. Banyak kalangan menganggap hal ini sesuatu yang wajar karena para siswa yang masih berusia yang sangat muda, biasanya cenderung senang dengan hal-hal yang sedang digandrungi saja, melakukan hal-hal yang menyenangkan dirinya, hura-hura, bahkan sebagian ada yang terjerumus pada tindakan yang terpuji misalnya hanyalah mengolok-olok guru dan lain sebagainya . Makanya, jika ditemukan murid yang kritis, biasanya dianggap murid yang luar biasa karena memang berbeda dengan yang lainnya..

Sikap kritis seorang murid biasanya muncul ketika argumen guru berbeda dengan dirinya, kebijakan sekolah yang tidak sesuai dengan keinginan murid, atau keadaan di sekolahnya yang tidak kondusif. Namun sayangnya, murid-murid yang kritis seperti ini seringkali dijadikan ancaman oleh sebagian guru dan sekolahnya sendiri. Seringkali kritikan mereka diabaikan, bahkan mungkin mereka dibungkam.

Sikap-sikap guru yang anti kritik dan senang membungkam terhadap kritik sangat berdampak bagi murid. Pertama, siswa malas. Siswa malas berarti tidak mau kritis. Ini biasanya terjadi pada murid yang melihat dampak dari sikap krits temannya yang berakhir tragis, maka ia menjadi takut untuk bersikap kritis sehingga sikap kritis yang ada pada dirinya dipendam.

Kedua, membunuh potensi anak. Guru yang tidak mau dikritik, atau yang bersikap tidak adil terhadap yang kritis sebetulnya sudah membunuh potensi anak. Potensi itu misalnya keberanian, keingintahuan, ataupun kesadaran. Ketiga, sikap skeptis. Murid sudah tidak percaya lagi bahwa sekolah merupakan tempat yang baik untuk belajar,

Pentingnya mengajarkan berpikir kritis tidak dapat diabaikan lagi, karena berpikir kritis merupakan proses dasar dalam suatu keadaan dinamis yang memungkinkan siswa untuk menanggulangi dan mereduksi ketidak tentuan dimasa yang akan datang.

Pengembangan keterampilan berpikir kritis telah cukup lama diperhatikan sebagai tujuan utama pendidikan, namun perlu diperhatikan bahwasannya, keterampilan berpikir kritis ini tidak dapat dikembangkan dengan sendirinya namun harus didukung oleh usaha yang eksplisit dan cara sengaja dikembangkan.

Dengan demikian guru dari berbagai disiplin ilmu memegang peranan penting dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu pengembangan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran demokrasi bukanlah tanpa alasan.

Karena itu dalam pembelajaran demokrasi ditekankan adanya kemandirian, kebebasan dan tanggung jawab. Kemandirian diperlukan untuk mengembangkan kepercayaan diri sekaligus kesadaraan akan keterbatasan kemampuan individu, sehingga kerjasama dengan warga lain merupakan keharusan dalam kehidupan bermasyarakat.

Kebebasan memiliki makna bahwa perlu dikembangkan suatu visi kehidupan yang bertumpu pada kesadaran pluralitas masyarakat dalam berbagai tingkatan kehidupan. Adanya pluralitas ini tidak dapat dipungkiri bahwa kemungkinan terjadinya konflik sangat besar apalagi jika setiap individu membawa bendera atas dirinya sendiri atau kelompknya.

Oleh karena itu kesabaran dan toleransi diperlukan guna pengendalian diri. Dengan kata lain kebebasan tersebut haruslah bertanggung jawab.

Terdapat beberapa indikator keterampilan berpikir kritis yang sering digunakan, di antaranya mampu membedakan antara fakta yang dapat diverifikasi dan tuntutan nilai-nilai yang sulit diverifikasi (diuji kebenarannya), membedakan antara informasi, tuntutan ata alasan yang relevan dan yang tidak relevan.

Kemudian, menentukan kecermatan factual (kebenaran) dari suatu pernyataan, menentukan kredibiltas (dapat dipercaya) dari suatu pernyataan, mengidentifikasi tuntutan atau argumen yang mendua, mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan, mendeteksi bias (menemukan penyimpangan), mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan logika, mengenali ketidakkonsistenan logika dalam suatu alur.

Untuk menumbuhkan berpikir kritis siswa perlu pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh pengalaman saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Rancangan pembelajaran yang disusun untuk dapat menghasilkan output siswa yang berpikir kritis merupakan langkah utama yang harus dipertimbangkan guru saat menentukan output siswa yang akan dibentuk.

Dalam hal ini pemilihan model yang dapat dikembangkan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis ini bersumber dari pengalaman yang diperoleh siswa terhadap persoalan yang dihadapi. Semakin banyak pengalaman siswa, maka semakin mantap pertimbangan siswa yang bersangkutan.

Pengalaman yang diperoleh siswa beragam, misalnya dari hasil melihat, mendengar, mencoba yang didapat dari lingkungan yang berbeda, seperti keluarga, masyarakat, prestasi belajar yang pernah dirai., lingkungan belajar, dan lain-lain.

Dari pengalaman tersebut akan dihasilkan ide pengetahuan yang seseorang berani membuat ide-ide positif sehingga ia mampu memanfaatkannya untuk membina dan mengembangkan potensinya. Dengan kata lain terdapat beberapa pengaruh yang mendukung terhadap pengembangan kemampuan berpikir kritis, yakni pengaruh dari luar dan pengaruh dari dalam.

Langkah untuk menumbuhkan sikap kritis seharusnya menjadi agenda bersama untuk segera digulirkan. Salah satu media yang efektif untuk menumbuhkan sikap kritis adalah melalui kelompok kreatif siswa, sehingga kualitas kritisasi tersebut dapat dibina secara berkesinambungan.

Kelompok kreatif remaja yang dapat bergerak di bidang penulisan karya tulis maupun forum diskusi bagi generasi muda. Kelompok kreatif memiliki peran dalam membangun sikap kritis. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk membangun kualitas tersebut adalah melalui diskusi kecil atau diskusi ilmiah dan penciptaan,serta partisipasi dalam berbagai kegiatan.

Dalam kegiatan pembelajaran guru lebih banyak melatih siswa untuk bertanya dan menanggapi pendapat orang lain, atau bahkan banyak berlatih menganalisis masalah dan menggunakan pembelajaran sebagai media dalam rangka problem solving.***

Pewarta: Adhyatnika Geusan Ulun-Newsroom Tim Peliput Berita Pendidikan Bandung Barat.

Penulis:

AZIZ ISMAIL, M.Pd., Lahir di Bandung, 18 Februari 1974. Kepala SDN 3 Rancapanggung Kecamatan Ciliin Kabupaten Bandung Barat. Telp. 081395271729

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image