Jangan Biarkan Kompetensi Guru Stagnan !
Edukasi | 2022-08-28 14:12:44Oleh: Dadang A. Sapardan
Sosok guru dalam ranah pendidikan menjadi salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan pendidikan. Sosok ini menjadi salah satu faktor pengungkit peningkatan kualitas pendidikan. Secara nyata, posisi paling utama guru berada dalam proses pembelajaran. Mereka menjadi perancang dan pelaksana proses pembelajaran dari awal hingga akhir. Mereka memiliki otoritas kuat, mulai dari penyusunan perencanaan pembelajaran sampai dengan pelaksanaan pembelajaran dengan ujungnya nilai akhir siswa.
Dengan demikian, tampilan siswa dari hasil proses pembelajaran, akan ditentukan oleh treatment yang dilakukan setiap gurunya. Bagaimana tampilan siswa dari hasil proses pembelajaran akan tergantung pada upaya yang dilakukan setiap guru.
Menelaah beberapa pemikiran terkait dengan tipologi outcomes pendidikan, sedikitnya ditemukan dua tipikal outcomes pendidikan dalam mengimplementasikan setiap program pendidikan. Pertama, tipikal yang mendidik siswa untuk menjadi insan knowing. Kedua, tipikal yang mendidik siswa untuk menjadi insan being.
Pendidikan dengan tipikal pelahiran insan knowing, mentreatment mereka untuk sekedar tahu pengetahuan dengan tanpa menekankan lebih jauh tentang kebermaknaan dan keterpakaian pengetahuannya oleh setiap siswa dalam lingkungan kehidupannya. Dengan demikian, saat siswa sudah memahami pengetahuan yang diberikan, pembelajaran sudah dianggap selesai dilaksanakan. Guru sudah tuntas melaksanakan proses pembelajaran.
Pendidikan dengan tipikal pelahiran insan being, memberi perlakuan yang lebih jauh dan lebih rumit. Pengetahuan yang diberikan tidak sebatas menjadi pengetahuan milik siswa, tetapi harus pula dapat diimplementasikan dalam kehidupan keseharian mereka. Dengan demikian, pasca penerimaan pengetahuan oleh siswa, mereka memiliki kewajiban untuk mampu mengimplemantasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupannya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya mengalami kristalisasi.
Berkenaan dengan pola pembelajaran yang saat ini berlangsung pada satuan pendidikan, disinyalir bahwa pada umumnya pola pembelajaran yang diimplementasikan mengarah pada pelahiran tipikal insan ‘knowing’. Sinyalemen ini didasari dengan dominasi penerapan metode ceramah dalam pola pembelajaran.
Dengan metode ceramah, siswa berposisi pasif dan guru berperan aktif. Siswa terposisikan hanya sebatas menerima informasi yang disampaikan oleh para guru. Penerapan metode ceramah terkategori pada student center oriented (berpusat pada siswa). Padahal sudah sekian lama, kebijakan pendidikan, mengarahkan pembelajaran pada teacher center oriented (berpusat pada guru).
Peningkatan Kompetensi Guru.
Di pundak para guru tersemat tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi. Tugas tersebut menjadi rangkaian aktivitas guru yang senantiasa harus dilakukan secara baik. Berbagai tugas guru tersebut harus dihubungkan dengan kebutuhan masa kini dan masa depan setiap siswanya.
Dalam nuansa kehidupan kekinian, tugas yang dijalani guru harus diarahkan agar setiap siswa dapat survive dalam dinamika kehidupan abad-21. Pembelajaran yang dilaksanakan, diarahkan agar setiap siswa dapat mengembangkan keterampilan abad ke-21. Abad ke-21 yang banyak disebut sebagai abad pengetahuan, abad ekonomi berbasis pengetahuan, abad teknologi informasi, abad globalisasi, abad revolusi industri 4.0 dan sebagainya.
Terdapat adagium yang mengungkapkan bahwa kualitas pendidikan tidak akan melebihi kualitas guru. Ketika kualitas guru terkategori berkompetensi baik, maka kualitas hasil treatment dari guru dimaksud akan terkategori baik pula, demikian juga sebaliknya. Pada adagium tersebut terungkap bahwa untuk melakukan peningkatan kualitas pendidikan harus dimulai dari peningkatan kualitas guru. Untuk melahirkan outcomes siswa yang berkualitas baik dengan indikator menjadi insan ‘being’ harus ditreatment oleh guru yang berkualitas pula.
Tugas untuk mentreatment para guru agar dapat melahirkan insan ‘being’ inilah yang harus terus diimplementasikan oleh para pemangku kepentingan. Satuan pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah pusat, serta berbagai pihak lainnya memiliki kewajiban untuk mendorong para guru yang selama ini masih terpenjara dengan pola teacher center oriented agar dapat berubah menjadi pola student center oriented.
Langkah ke arah tersebut bukanlah perkara mudah karena tidak sedikit dari guru yang masih terpenjara dalam nuansa status quo, nyaman dengan pola teacher center oriented. Mereka cukup terninabobokan dengan pola pembelajaran yang selama puluhan tahun diimplementasikan terhadap setiap siswanya. Kenyataan itu tidak bisa dipungkiri karena pola pembelajaran teacher center oriented yang implementasinya tidak serumit student center oriented.
Treatment yang diterapkan oleh para pemangku kepentingan dalam upaya meningkatkan kompetensi guru, tidak akan berdampak besar bila keinginan berubah tidak datang dari para guru sendiri. Karena itu, para guru pun harus memiliki keinginan kuat untuk melakukan perubahan, sehingga proses perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang dilaksankannya benar-benar efektif dan efisian dalam menyiapkan insan ‘being’ dengan kepemilikan keterampilan abad ke-21.
Salah satu kebijakan yang berupaya meningkatkan kompetensi guru dilakukan oleh Kemendikbudristek dengan penerapan program guru penggerak. Program ini mengarah pada strategi penguatan guru untuk mampu menciptakan pembelajaran dengan pola student center oriented serta menjadikan para guru penggerak sebagai katalis perubahan pendidikan.
Upaya lainnya yang bisa dilakukan oleh para pemangku kepentingan adalah melakukan optimalisasi peran Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). KKG dan MGMP selama ini telah menjadi komunitas yang tidak asing lagi di kalangan para guru, tetapi perannya belum begitu optimal sebagai komunitas yang potensial dalam melahirkan kompetensi guru.
Pemeranan KKG dan MGMP dapat dioptimalkan sehingga para guru mampu melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan kekinian, keterampilan abad ke-21.
Akhirnya, siapapun terutama para pemangku kepentingan tidak selayaknya membiarkan kompetensi guru dalam posisi stagnan. Tidak membiarkan mereka dengan kenyamanan dalam status quo. Semua pihak, termasuk seluruh guru harus berupaya untuk melakukan peningkatan kompetensi sehingga pola pembelajaran yang dilaksanakannya sesuai dengan kebutuhan dalam upaya mengantarkan siswa pada kepemilikan keterampilan abad ke-21.
Simpulan
Berkenaan dengan pemikiran terkait dengan tipologi outcomes pendidikan, sedikitnya terdapat dua tipikal outcomes pendidikan. Pertama, tipikal yang mendidik siswa untuk menjadi insan knowing. Kedua, tipikal yang mendidik siswa untuk menjadi insan being.
Untuk mengarahkan pada tampilan insan ‘being’ tidak dapat dilakukan dengan pola teacher center oriented seperti yang selama ini banyak diterapkan oleh guru. Penerapan pola student center oriented-lah yang dimungkinkan dapat mengantarkannya. Guna mengarahkan guru agar dominan menggunakan pola student center oriented dalam proses pembelajaran yang dilakukannya, perlu kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan. Siapapun tidak selayaknya membiarkan kompetensi guru dalam posisi stagnan.
Dengan kewenangan yang dimilikinya, Kemendikbudristek telah menerapkan program guru penggerak. Program ini mengarah pada strategi penguatan guru untuk mampu menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa serta menjadikan para guru sebagai katalis perubahan pendidikan. Upaya lain yang bisa dilakukan adalah optimalisasi peran KKG dan MGMP. Peran komunitas tersebut selama ini belum begitu optimal sebagai komunitas yang potensial dalam melahirkan kompetensi guru yang sesuai dengan kebutuhan kekinian.***
Pewarta: Adhyatnika Geusan Ulun. Sumber: http://disdikkbb.org/news/jangan-biarkan-kompetensi-guru-stagnan/
Penulis adalah Plt. Sekretaris Dinas Pendidikan Kab.Bandung Barat
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.