Sosial Media Menjadi Arena Meluasnya Cancel Culture
Eduaksi | 2021-11-28 20:30:30Mengenal budaya batal (cancel culture) yang merupakan bagian dari budaya populer hingga dijadikan pemahaman baru. Budaya populer sendiri terjadi karena masyarakat indsutrial yang menghasilkan budaya populer melalui teknologi produksi dan disebarkan melalui media massa, internet, dan juga televisi. Bukti nyata merebaknya budaya pop dapat dilihat melalui sosial media.
Salah satu budaya dari negara Korea, yaitu Korean Wave yang tersebar di berbagai media online. Kemunculan budaya populer terlihat dari konsumsi masyarakat dengan komoditi perdagangan seperti sandang dan pangan yang populer di Indonesia. Adanya tren gaya hidup dari Korea dan makanan seperti toppoki, teoboki, dan odeng merupakan gambaran umum penyebaran budaya populer di Indonesia.
Cancel culture dapat juga diartikan sebagai cara untuk mengucilkan pada seorang yang telah melanggar norma sosial yang telah dipahami. Pemahaman lainnya bahwa budaya pembatalan ini untuk menarik dukungan terhadap publik figur, seniman, musisi, dan juga pada penulis. Proses cancel culture ini dilakukan melalui internet atau melalui sosial media, tindakan ini terjadi karena adanya penghukuman pada individu melalui sosial media. Tindakan ini dapat menjadikan kerusakan reputasi individu yang telah melanggar norma sosial.
Perkembangan pesat teknologi menjadi aspek penting dalam penyebaran budaya pop. Namun dalam budaya pop juga terdapat budaya batal yang menjadi bagian dari budaya pop itu sendiri. Perkembangan digitalisasi dan juga sosial media menjadi pengaruh bagi cancel culture. Dari berbagai kasus yang menjadi salah satu contoh cancel culture yaitu banyak terjadi pada Influencer. Pengertian dari Influencer dapat dikatakan sebagai orang yang mempunyai akun sosial media dengan pengikut melebihi 1 juta.
Kasus cancel culture dapat terjadi pada Influencer, jika salah satu dari Influencer terkena canceled karena adanya kasus yang dilakukan oleh Influencer tersebut, maka ia akan terkena hujatan oleh netizen sehingga ia terkena sanksi sosial. Merujuk pada kasus Rachel Venya yang terkena kasus karena melarikan diri dari masa karantina saat pandemi Covid-19 di Wisma Atlet, ia terkena sanksi sosial dan hujatan netizen karena kasus tersebut.
Dari pemahaman cancel culture dapat menarik perhatian dalam era digitalisasi ini. Cancel culture sendiri juga bisa merambah ke berbagai aspek dalam kehidupan. Melainkan sebagai protes publik yang dilayangkan di sosial media pada saat ini yang dapat menjadi dampak bagi dunia virtual dan juga dunia nyata. Aksi cancel culture ini terlalu berpengaruh pada masyarakat, terutama pada individu yang mempunyai aspek penting dalam dunia kesenian, musik, sastra, dan juga bagi kalangan selebriti yang mempunyai pengikut yang sangat banyak.
Salah satu contoh yang dapat dilihat dalam dunia musik, jika saja vokalis band Nirvana yaitu Kurt Cobain masih hidup pada saat ini di era perkembangan teknologi, maka kemungkinan besar ia akan mendapatkan pembatalan oleh beberapa pengikutnya. Dilihat dari cover album Nirvana yang berjudul Nevermind menjelaskan bahwa adanya eksploitasi seksual komersial pada anak pada album tersebut.
Dapat dikatakan bahwa adanya eksploitasi seksual anak yang terjadi karena adanya pornografi pada anak di album tersebut dengan alat kelaminnya yang terbuka pada foto cover album. Cancel culture dapat terjadi pada band Nirvana bagi pengikutnya yang mempunyai pandangan bahwa cover album tersebut menggambarkan pornografi anak sebagai elemen penting dalam album Nevermind.
Contoh lainnya dapat dilihat dalam dunia kesusastraan, gambaran dalam dunia kesusastraan dengan mengambil contoh buku Memoirs of A Geisha dengan penulis Arthur Golden. Jika saja dipahami dengan pemahaman feminisme yang merupakan perjuangan kaum perempuan dari penindasan dan juga penjelasan dari Jenainati dan Groves, Ross (2009) melihat feminisme sebagai semua usaha yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi perempuan.
Buku ini menggambarkan penindasan terhadap perempuan yang dimana keperawanan dilelang pada penawar dan juga perempuan yang hanya dilatih untuk memikat kaum laki-laki dengan menjadi Geisha di Jepang pada zaman dahulu. Gambaran kisah buku ini dapat menuai cancel culture pada dunia kesusastraan bagi pembaca yang memahami feminisme. Dapat dikatakan bahwa menimbulkan feminis yang menjadi fasisme baru dalam bidang kesusastraan. Seyogyanya buku Memoir of A Geisha yang lebih menjelaskan kehidupan dan kesenian dari Geisha itu sendiri dalam kehidupan pada zaman sebelum Perang Dunia II.
Dari beberapa kasus ini dapat dikatakan juga bahwa cancel culture yang merupakan penarikan dukungan pada beberapa profesi individu yang dinilai oleh seseorang telah melakukan pelanggaran norma. Pembatalan dapat terjadi karena adanya kasus seperti rasisme, homofobia, seksisme, eksploitasi dan juga beberapa kasus yang terkait. Penarikan dukungan bisa terjadi dengan adanya tindakan merusak reputasi individu, pemboikotan produk yang telah dibuat oleh individu, tidak mendukung karya individu, dan juga dapat dibawa menuju ranah hukum seperti contoh kasus gugatan cover album Nevermind oleh Nirvana.
Pembahasan cancel culture menjadikan gambaran bahwa adanya pengucilan individu. Mengenai upaya pengucilan tersebut menjadi subjektifitas seseorang yang hanya melihat beberapa kasus dari sudut pandang sendiri dan bisa menjadi spekulasi untuk menuai penghakiman menurut dirinya sendiri karena beranggapan pandangan mereka benar. Fenomena ini menimbulkan pandangan bahwa manusia tidak didesain untuk menjadi sempurna.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.