Salman Rushdie dan Perlindungan Negara Sekuler Terhadap Penghina Nabi Saw
Info Terkini | 2022-08-24 13:22:08Penulis Salman Rushdie, yang telah menghadapi ancaman pembunuhan lebih dari 30 tahun setelah ia menulis novel "The Satanic Verses," diserang di sebuah panggung di negara bagian New York. Pemenang Booker Prize berusia 75 tahun itu berbicara di sebuah acara di Institut Chautauqua ketika serangan itu terjadi.
Penulis Salman Rushdie ditikam di leher dan dada saat memberikan pidato tentang kebebasan artistik di Institut Chautauqua di New York, AS.
Seorang pria tiba-tiba naik keatas panggung untuk menyerang seorang novelis, salah satu penulis yang dicari oleh pemerintah Iran. Itu karena novelnya tahun 1988, The Satanic Verses, dianggap oleh banyak umat Islam sebagai penghinaan terhadap Nabi Muhammad.
Salman Rushdie, seorang warga negara Inggris dan Amerika itu dilarikan ke rumah sakit setempat dengan helikopter. Akibat kejadian ini, tokoh sastrawan Inggris itu terancam kehilangan mata.
Gubernur New York Kathy Hochul mengatakan Rushdie masih hidup. Dia memuji Rushdie sebagai, "Seorang individu yang telah menghabiskan puluhan tahun berbicara kebenaran kepada kekuasaan." “Kami mengutuk semua kekerasan, dan kami ingin orang-orang dapat merasakan kebebasan untuk berbicara dan menulis kebenaran,” papar Hochul. (sindonews.com, 13/08/2022)
Polisi telah mengidentifikasi para pelaku serangan terhadap novelis berusia 75 tahun itu. Tersangka adalah Hadi Mattar, pria 24 tahun dari Fairview, New Jersey. Namun, motif penusukan belum terungkap sepenuhnya.
Hadi Matar, pelaku penusukan Salman Rushdie, mengaku tidak bersalah melakukan penusukan dan percobaan pembunuhan di sidang pengadilan, Kamis, 18 Agustus 2022. Hadi Matar telah mengaku tidak bersalah melalui pengacaranya di persidangannya di Pengadilan Chautauqua, New York. Hadi Matar juga ditahan tanpa jaminan.
Rushdie lahir dalam keluarga Muslim liberal di India dan saat ini diidentifikasi sebagai seorang ateis. Dalam sebuah wawancara tahun 1989, Rushdie mengatakan bahwa dia adalah seorang manusia sekuler. Kemudian pada tahun 2006, juga dalam sebuah wawancara, Rushdie menyebut dirinya seorang ateis garis keras.
Rushdie menerima perlindungan polisi dari pemerintah Inggris, di mana ia bersekolah dan menetap pada saat itu setelah upaya pembunuhan berulang-ulang terhadap dirinya, penerjemah dan penerbit bukunya.
Dia menghabiskan hampir satu dekade bersembunyi, bergerak berulang kali, tidak dapat memberi tahu anak-anaknya di mana dia tinggal. Salman Rushdie keluar dari persembunyiannya pada tahun 1998 setelah Iran mengatakan tidak lagi mendukung pembunuhannya. Saat ini, Rushdie diketahui tinggal di New York. Ia dikenal sebagai pendukung kebebasan berbicara.
Insiden Salman Rushdie harus menjadi peringatan dan memicu antusiasme, terutama karena Barat telah memfasilitasi penghujatan semacam itu dan sejenisnya. Umat Islam harus menyadari sepenuhnya bahwa penghujat adalah penjahat agama yang telah berusaha untuk mengkampanyekannya.
Penjahat agama seperti ini harus dihukum. Selain itu, tentunya juga harus meyakini urgensi mengakhiri sekularisme yang selama ini mendominasi pemikiran dunia Islam. Alasan munculnya dan maraknya penjahat agama justru karena sekularisme.
Melihat kasus Salman Rushdie, impunitas di Barat menjadi sangat jelas sehingga Rushdie bebas. Padahal, pikiran dan tindakan Rushdie jelas-jelas menghina Islam dan mendukung penghinaan terhadap Nabi Muhammad. Namun, atas nama kebebasan berbicara dan berekspresi, Rushdie dilindungi.
Hal ini tidak berbeda dengan fasilitas yang diberikan Barat untuk menghina Islam. Sayangnya, menurut Barat, semua peristiwa ini adalah bagian dari hak asasi manusia, karena dianggap sebagai bagian dari kebebasan bertindak.
Situasi ini sekaligus meneguhkan kemunafikan Barat bahwa HAM hanya berpihak pada mereka, sedangkan Islam berada dalam situasi direndahkan dan terhina. Lebih buruk lagi, fenomena ini menjadi lebih umum dalam menumbuhkan Islamofobia di seluruh dunia, bahkan menginfeksi negara-negara Muslim.
Kasus penikaman Salman Rushdie seharusnya mengingatkan kita bahwa dunia Barat sangat mendukung mereka yang menghujat Islam, bahkan mendorong para penjahat agama ini untuk mengkampanyekan kesesatannya. Para penista selalu terbebas dari jeratan hukum.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.