Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Elvira Rachmasari

Mendengarkan Itu Penting

Edukasi | Saturday, 06 Aug 2022, 03:29 WIB

Mendengarkan merupakan suatu proses menangkap, memahami, dan mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didenngarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepada kita. Tujuannya untuk mengerti inti pesan yang ingin disampaikan oleh orang lain. Namun, mendengarkan merupakan pekerjaan yang sulit bagi kebanyakan orang di masa kini. Banyak sekali orang yang ingin bersuara, berbicara, dan didengar tanpa mau mendengarkan. Beberapa factor yang menjadi penyebab langkanya kemampuan seseorang dalam mendengarkan yaitu karena distraksi dari dalam diri maupun dari luar diri kita.

Menurut Willard Harley, salah satu dari sepuluh kebutuhan emosional individu yang paling umum adalh kebutuhan akan percakapan intim. Artinya, salah satu kebutuhan dasar emosi dari manusia adalah kebutuhan didengarkan dengan cara melibatkan percakapan dengan ketertarikan yang sama dan keinginan untuk mendengarkan satu sama lain. Dengan tujuan membutuhkan pemberian dan penerimaan perhatian yang penuh.

***

Suatu waktu saya mendapati teman saya sedang menyendiri dengan muka yang letih, sehingga saya mencoba menghiburnya dengan mengajaknya bercanda. Namun, teman saya hanya membalas candaan saya dengan senyum yang menurut saya itu senyum palsu hanya untuk menghargai lalucon saya.

Sehingga saya sebagai teman, mencoba untuk menanyakan hal apa yang terjadi pada teman saya sehingga muka dia terlihat begitu letih. Dan waktu itu dia hanya bilang, “Biasa, ada masalah.”

Saya mencoba membujuknya agar menceritakan masalahnya, sehingga dia dapat berbagi rasa dengan saya. Namun jawabannya sungguh membuat saya langsung terkejut. Kira-kira begini jawabannya, “Saya sulit untuk mempercai orang dan saya lebih nyaman untuk memendamnya sendirian.”

Ternyata, mendengarkan bisa menjadi masalah yang serius jika tidak ditanggapi dengan benar. Dan saya tersadar banyak sekali orang yang memilih memendam sehingga dia akan depresi dan mengalami trauma tertentu.

Perasaan ingin didengar namun tidak ada yang mau menjadi pendengar

Sejak tahun 2018, Faradita Ayu (22) melakukan konsultasi pada psikolog terhadap masalah yang terjadi pada mentalnya. Faradita merupakan seorang yang amat sangat ceria sebelumnya sehingga suatu hari dia memutuskan untuk menjadi pendiam dan mulai melukai dirinya sendiri. Hal pertama yang menjadi pemicunya adalah merasa tidak mempunyai teman untuk bercerita. Faradita berkata, “Saat tidak ada yang ingin mendengarkan saya, saya akan melukai diri saya untuk meringankan beban pikiran saya. Yang seharusnya beban pikiran itu saya salurkan kepada teman-teman saya atau orang terdekat saya.”

Sebagai seseorang yang menderita dan mengalami gangguan pada mentalnya Faradita ingin membagikan kisah ini agar tidak ada lagi orang yang akan melakukan apa yang dia lakukan pada dirinya sendiri. Dengan begitu Faradita berkata, “Cukup dengarkan, dan peluk saja. Jangan dihakimi atau balik mengadu nasib.”

Kejadian yang menimpanya membuat Faradita akhirnya merasakan kecewa, marah, sedih, dan trauma apabila dia sangat ingin bercerita namun tidak ada yang mendengarkannya. Perasaan itu juga muncul pada Diah Fadilah (21), “Rasanya kecewa tapi sadar, kalau dunia tidak berputar pada saya saja. Dan saya rasa egois kalau saya minta dimengerti sama mereka namun mereka tidak mau mengerti. Saya rasa ingin sekali marah.”

Diah juga menceritakan bahwa dampak yang dialami pada dirinya dalah trauma dan tidak mudah percaya pada orang lain dan memilih untuk memendam ceritanya sendiri. Namun ada beberapa diantaranya memilih pasrah seperti yang dilakukan oleh Desi Kirani (19), “Ada rasa seperti ingin teriak namun raga tidak bisa berbuat apa-apa, dan terasa sesak didalam dada.”

Hal apa yang dilakukan saat tidak ada yang mau menjadi pendengar

Desi mengatakan, “Melampiaskannya dengan Surfing in the Internet, khususnya Facebook. Karena disana terdapat postingan tentang meme/shitposting dengan tujuan dari postingan itu hanya untuk menyalurkan selera humor. Dengan bagitu saya bisa merasa lega.”

Saya jadi teringat akan banyaknya postingan di Internet yang lebih mudah mewakilkan perasaan yang sedang dirasa, dibandingkan harus bercerita pada orang yang salah. Dan saya rasa, apa yang dilakukan Desi merupakan dampak yang baik pula demi menjaga mental kita agar tidak begitu merasa sendirian.

Diah menimpali dengan hal positif lainnya yang dapat diambil ialah, “Saya jadi lebih dekat dengan Allah apalagi saat sendiri ataupun sudah bingung dengan apa yang sedang saya rasakan.”

Menurut Diah, sebaik-baiknya bercerita adalah kepada Allah.

Bagaimana menjadi pendengar yang baik

Banyak sekali orang diluar sana dengan mental yang tidak baik dan butuh teman untuk bercerita sehingga ada yang menyalurkan dengan salah dan semakin terjerumus, ada juga yang melakukan hal positif ataupun pasrah terhadap keadaan. Namun untuk menghindari masalah yang lebih serius lagi pada mental orang disekeliling kita. Maka kita harus belajar menjadi sosok pendengar yang baik, yaitu dengan cara:

1. Mindful Listening

Istilah ini adalah proses mendengarkan dengan penuh perhatian, kesadaran, dan tidak ada penghakiman ketika kita berinteraksi dengan orang lain. Mendengarkan mungkin sulit bagi sebagian orang, namun ketika kita mendengarkan orang lain maka pikiran kita akan mengembara yang kemudian akan menganalisa dan dengan penuh percaya diri kita akan memberikan saran atau menjelaskan persepsi kita terhadap informasi yang diberikan. Dengan begitu akan timbul rasa empati dalam diri kita.

“Mendengarkanlah karena ingin mengerti dan memahami, bukan untuk menimali atau bahkan menghakimi.”

Untuk itu ada baiknya kita bertanya pada diri kita masing-masing sudah baikkah kita mendengarkan dengan penuh empati?

2. Mendengarkan dengan penuh kesiapan dan kesadaran

Mendengarkan orang lain butuh persiapan yang matang, hal ini karena mendengarkan merupakan proses yang membutuhkan kesadaran, fokus, dan perhatian secara utuh. Oleh karena itu persiapan dilakukan dengan menyingkirkan segala distraksi di sekitar kita yang sekiranya dapat menganggu konsentrasi selama mendengarkan. Contohnya dengan melakukan eyecontact, memilih suasana dan ruangan yang tenang serta nyaman. Dengan begitu gesture dan emosi kita akan terjaga rileks tanpa membuat orang yang ingin bercerita merasa terintimidasi atau terhakimi.

3. Mendengarkan dengan sabar dan penuh empati

Mendengarkan tidak perlu tergesa-gesa. Biarkan orang yang bercerita meluapkan apa yang sedang dirasakannya. Menghargai mereka yang ingin membuka diri terhadap kita karena perjuangan dalam membuka diri itu tidaklah mudah. Dengarkanlah mereka dengan sabar dan penuh keyakinnan bahwa kita mendengarkan untuk memahami mereka.

4. Mendengarkan tanpa ada penghakiman

Dalam proses mendengarkan kadang kita merapa perlu memberikan penilaian, tetapi hal itu tidak melulu berlaku. Terkadang orang yang berbicara hanya butuh pendengar yang penuh dengan perhatian dan empati. Mereka berharap bahwa kita sebagai pendengar memahami sudut pnadangnya terhadap sesuatu dan berempati. Bukan mendengarkan dengan kesiapan dan bahasa tubuh yang menimpali atau menggurui.

Mendengarkan merupakan hal yang kecil namun teramat penting. Mendengarkan sudah seharusnya dilakukan dengan penuh kesadaran dan perhatian untuk dapat memahami mereka yang ingin berbicara pada kita. Yakinlah bahwa kita benar-benar peduli dan bukan hanya ingin tahu. Karena tidak ada yang lebih buruk dari orang yang mendengarkan hanya karena ingin tahu. Dengarkanlah seseorang tanpa harus menimpali atau menghakimi dan jangan sampai ditambah dengan pengabaian. Karena kita tidak pernah tau apa yang akan dialami mereka yang ingin di dengarkan.

THE MOST BASIC OF ALL HUMAN NEEDS IS THE NEED TO UNDERSTAND AND BE UNDERSTOOD. THE BEST WAY TO UNDERSTAND PEOPLE IS TO LISTEN TO THEM.” –RALPH G. NICHOLS.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image