Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image 0 9

Perfake Blue

Eduaksi | Friday, 05 Aug 2022, 22:10 WIB

 

Beberapa bulan yang lalu kita sempat dihebohkan dengan konten Atta Halilintar yang dituding sebagai eksploitasi perempuan kepada Aurel Hermansyah.

Walaupun saat ini sudah tidak up to date untuk kita perbincangkan, kendati demikian materi ini masih bisa kita diskusikan karena bisa terjadi pada setiap orang.

Sebelumnya saya menyarankan kalian untuk mencari di google apa itu Male Gaze agar lebih asik untuk membaca tulisan ini nantinya.

Oke kita mulai "Perfect Blue" ini adalah sebuah film anime dari jepang yang di sutradarai oleh Satoshi Kon.

Jika kalian sudah menonton film ini di platform Netfilx, saya yakin sebagian besar dari kalian akan depresi setelah menontonnya, akan tetapi perlu digaris bawahi bahwa film ini sangat mempresentasikan tentang prilaku Atta Halilintar dalam hal mengeksploitasi perempuan di dunia entertaint dan yang pernah saya baca tentang konsep Male Gaze.

Satoshi Kon sang sutradara sangat berhasil membuat karakter utama di film anime ini dengan kesuraman secara tidak langsung yang seperti mental si tokoh utama yang sedang diperkosa oleh tuntutan dunia hiburan.

Perspektif tokoh utama dalam adegan ini secara tersirat langsung bahwa film anime ini mengkritik industri hiburan yang berorientasi Male Gaze.

Apaan tuh?

Male Gaze dalam hal yang saya sebutkan tadi adalah Bagaimana dunia ini dipandang dari sudut pandang laki-laki.

Konsep male gaze dikemukakan oleh Laura Mulvey, ia menyatakan bahwa tayangan film memberikan beberapa kepuasan kepada penikmatnya, yakni kepuasan pandangan.

Hmm contoh paling simpel yang bisa saya berikan adalah Laki-laki sebagai perokok Aktif dan Perempuan sebagai perokok Pasif.

Perempuan sebagai objek seksual dari pandangan laki-laki heteroseksual.

Peran perempuan sebagai objek seksual dalam tayangan memiliki fungsi sebagai objek erotis bagi karakter dalam cerita, serta sebagai objek erotis bagi penontonnya.

Ini juga merupakan alasan mengapa kasus Atta-Aurel yang sempat trending, bisa terjadi.

Kembali ke anime yang saya bicarakan sebelumnya, ini merepresentasikan bagaimana kendali laki-laki heteroseksual dalam industri hiburan bisa jadi amat buruk bagi proses metamorfosis pemeran utama dalam anime tersebut yang menjadi perempuan independen.

Dari definisi itu, hal yang dialami baik si tokoh utama maupun Aurel Hermansyah bisa dikategorikan sebagai eksploitasi.

"Loh kan, pihak perempuannya sudah ada kesepakatan?

Mereka juga dapat duitkan?"

Coba pikirkan kembali, apakah mereka memberi kesepakatan tanpa ada tekanan?

Memang benar perempuan-perempuan ini sepakat.

Akan tetapi bagaimana kondisi batin, mental, dan jiwa mereka?

Apakah sebanding dengan keuntungan yang didapat?

Referensi:

1. Male Gaze dalam film The Handmaiden (Mubarok & H. Pudjo Santoso)

2. Visual and Other

Pleasure (Laura Mulvey)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image