Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Memahami Perlindungan Anak dari Konteks Sejarahnya

Politik | Wednesday, 03 Aug 2022, 20:37 WIB
Anak menjadi kelompok sosial yang rentan terhadap kekerasan. Negara pun hadir untuk memberi perlindungan yang telah diatur undang-undang. Foto: Republika

Pemberitaan di media massa terkait kekerasan terhadap anak belakangan ini sungguh memilukan. Meski negara telah hadir untuk memberi perlindungan terhadap anak, tapi angka kekerasan kian meningkat. Dalam konteks global, kesadaran perlindungan anak ini sudah dimulai sejak abad ke-19 di sejumlah negara-negara maju. Pemerintah Inggris memelopori lahirnya Piagam Anak pada tahun 1889 yang tujuannya adalah mencegah kekejaman dan pelecehan terhadap anak.

Piagam ini kemudian menjadi payung hukum suatu negara untuk mengintervensi penyelenggaraan perlindungan anak. Mengapa dia lahir? Jawabnya adalah karena pada era tersebut, banyak sekali kasus-kasus penyerangan terhadap anak, baik secara seksual, fisik maupun mental. Anak sebagai kelompok rentan tidak memiliki perlindungan yang memadai dari institusi Negara dan Pemerintah. Ini pula menjadi Undang-undang pertama yang disahkan Parlemen Inggris untuk menghadirkan negara dalam perlindungan anak, yang lebih dikenal sebagai “Children’s Charter”.

Pada tahun 1894, undang-undang kemudian mengalami amandemen, di mana hak seorang anak ditambahkan, yakni memiliki kewenangan untuk mengajukan kesaksian dan bukti di sebuah pengadilan. Sebelum ada amandemen ini, hukum Inggris meniadakan keterangan seorang anak di pengadilan, jika dia terlibat dalam sebuah kasus kejahatan.

Pemerintah Inggris memang memiliki komitmen kuat untuk melindungi anak dari berbagai macam aneka bahaya. Revisi atas konstitusi menjadi perwujudan kepedulian negara atas isu perlindungan anak. Lalu dalam perjalanan sejarah perlindungan anak Inggris, pengadilan remaja dibentuk dan dibukanya pendaftaran bagi orang tua asuh secara resmi pada 1908. Pengadilan Remaja ini juga semakin dikukuhkan oleh Negara dengan alasan perlindungan anak. Gebrakan luar biasa lainnya juga mencakup hukuman Incest yang masuk dalam UU Pelecehan Seksual.

Lahirnya The Children Act 1989 menjadi tonggak baru perlindungan anak. Undang-undang ini tidak hanya mengatur perlindungan anak di level otoritas lokal, namun dia juga memperkenalkan konsep pentingnya keterlibatan keluarga dan lingkungan atas kebutuhan dasar anak. UU ini juga mengatur orangtua sebagai pihak yang bertanggung jawab atas anak-anak mereka. The Children Act memiliki empat prinsip penting perlindungan anak.

Pertama, orangtua dan masyarakat yang menjadi tonggak berdirinya perlindungan anak. Mereka menjadi pihak yang membangun kedekatan terhadap anak. Dengan begitu, lingkungan akan memberi pengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak di kemudian hari.

Kedua, pelayanan pendidikan dan kesehatan menjadi isu penting yang dikaitkan dengan perlindungan anak. Hal ini menjadi menarik karena memang isu tersebut menjadi bagian tidak terpisahkan dari hak-hak anak (children’s right) yang disuarakan oleh pejuang-pejuang anak. Pemerintah Inggris memasukkan pelayanan pendidikan dan kesehatan pada isu perlindungan anak karena pada hakikatnya itu menjadi bagian kewajiban pemenuhan hak anak. Parlemen Inggris berkewajiban memasukkan keduanya dalam undang-undang sebagai jaminan penyelenggaraan perlindungan anak yang optimal.

Ketiga, prinsip pelayanan kebutuhan anak menjadi hal yang penting dalam UU ini. Prinsip yang diatur adalah menghindari hal-hal yang dinilai membahayakan anak. Hal-hal yang dianggap sebagai penghalang dalam mewujudkan perlindungan anak diinventarisasi, seperti kurangnya anggaran untuk mewujudkan perlindungan anak, ketiadaan lembaga yang secara khusus menyelenggarakan perlindungan anak, hingga belum didirikannya lembaga pengawas perlindungan anak.

Dalam prinsip ini, Pemerintah menginginkan kejelasan penanganan dan pencegahan atas kemungkinan tidak terselenggaranya perlindungan anak dengan baik. Ada hal lain yang menarik, yaitu anak dengan berkebutuhan khusus, dimasukkan sebagai salah satu prinsip yang dianggap penting. Anak penyandang disabilitas dikategorikan sebagai kewajiban negara untuk pemenuhan hak dan kebutuhan anak. Itu semata-mata agar negara hadir dalam menyelenggarakan perlindungan anak.

Keempat, pelayanan dan perlindungan anak menjadi komitmen negara yang implementasinya dilakukan secara luas dan serentak. The Children Act 1989 pada hakikatnya tidak hanya fokus pada anak, namun juga kewajiban orangtua sebagai pihak yang berperan besar atas kehadiran mereka di muka bumi.

Bagaimana dengan negara lain? Kita bisa melihat semangat negara-negara maju dalam isu perlindungan anak. Amerika Serikat sebagai negara super power memiliki kepentingan besar dalam isu ini. Sejarah perlindungan anak di Amerika terbagi menjadi tiga periode, yakni era kolonisasi sebelum tahun 1875. Ini dikategorikan sebagai periode sebelum lahirnya organisasi perlindungan anak. Periode kedua adalah era kolonisasi Spanyol atas Amerika yang terjadi pada tahun 1875 hingga 1962 yang ditandai sebagai munculnya gerakan pengorganisasian perlindungan anak. Lalu, era modern perlindungan anak dimulai setelah tahun 1962. Yang terakhir menjadi era modern lahirnya sejumlah peraturan dan undang-undang yang mengikat bagi semua pihak untuk penyelenggaraan perlindungan anak. Di era ini, banyak sekali konsensus yang mengikat bagi sejumlah negara terkait perlindungan anak.

Amerika Serikat memang memiliki sejarah kelam terkait dengan isu perlindungan anak. Sebelum 1875, kehidupan New York dilukiskan sebagai neraka bagi anak-anak. Kelompok rentan ini hidup dalam ketakutan karena mudahnya mereka mendapatkan penistaan, pelecehan hingga pembunuhan. Kondisi ini mengakibatkan anak diperlakukan dengan biadab dan jauh dari harkat kemanusiaan. Kasus pembunuhan yang dilakukan seorang penjaga toko di New York menjadi bagian dari kontemplasi rakyat Amerika tentang pentingnya peraturan dan undang-undang perlindungan anak.

Tidak hanya itu, ada pula kasus pembunuhan seorang ibu terhadap anaknya sendiri yang baru lahir. Tragedi tersebut terjadi pada 1810 di mana hakim kemudian membebaskannya dengan alasan tidak waras. Putusan ini bertolak belakang dengan keterangan sejumlah saksi yang menyebutkan pelaku membunuh bayinya sendiri dalam keadaan sadar dan waras.

Seiring berjalannya waktu, maka berbagai kejahatan terhadap anak menghiasi kehidupan rakyat Amerika. Seorang ayah yang tinggal di Illinois merendam anaknya yang buta hingga tewas di air dingin ketika musim salju. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1869, ketika belum lahirnya gerakan terorganisasi perlindungan anak di Amerika Serikat. Kejahatan terhadap anak lainnya juga terjadi pada tahun 1856, ketika seorang anak berusia 13 tahun diperkosa dan ini menjadi peristiwa pertama yang menghiasi lembaga pengadilan California. Sejak saat itu hingga tahun 1940, kebanyakan korban perkosaan di California adalah anak-anak. Ini tentu ironis sekaligus menjadi ancaman bagi stabilitas negara.

Profesor kenamaan John E.B. Myers mencatat adanya upaya perlindungan anak melalui penegakan hukum di Amerika Serikat. Myers merupakan aktivis perlindungan anak yang telah memberikan sumbangan pemikiran terbesar dalam upaya mewujudkan hukum yang ramah anak. Dalam catatannya, pada tahun 1642, Massachusetts memberikan otoritas kepada hakim untuk mengambil hak asuh dari orangtua yang menelantarkan anak-anaknya. Bahkan, pada tahun 1735, Pengadilan Georgia menyelamatkan seorang bocah perempuan yatim yang mengalami kekerasan seksual. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image