Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Add aja

Stoicism, Sebuah Seni Untuk Hidup Bahagia

Gaya Hidup | Tuesday, 02 Aug 2022, 10:14 WIB
Sumber: masgal.com

Siapa orang yang tidak menginginkan kebahagiaan dalam hidup? Setiap orang menginginkan kehidupan bahagia, tenang dan sejahtera. Pandangan ini sudah menjadi impian setiap orang, maka setiap apa yang kita lakukan dan usahakan adalah demi kebahagiaan di masa mendatang. Misalnya kenapa orang menabung? Atau kenapa orang melakukan investasi? Tidak lain adalah untuk kebahagiaan di masa depan, kita selalu berharap investasi yang kita lakukan membuahkan hasil yang besar, dan uang yang kita tabung terkumpul dalam jumlah yang cukup, agar di masa depan memiliki kekayaan yang melimpah dan jumlah tabungan yang cukup untuk permasalahan yang muncul sewaktu-waktu. Kesemua hal ini adalah untuk kebahagiaan.

Beberapa dari kita tidak menyadari bahwa kebahagiaan bukan tergantung dari orang lain atau penilaian orang lain, atau mungkin hal hal di luar diri kita. melainkan kebahagiaan bergantung pada sikap kita dalam menanggapi sesuatu. kebahagiaan yang kita alami terkadang terdistraksi oleh postingan-postingan media sosial orang lain yang terlihat bahagia, sehingga kita merasa iri akan hal tersebut. Pernahkah kamu melihat sebuah postingan di media sosial mengenai sebuah tepat wisata, lalu kamu ingin pergi ke tempat tersebut, setelah kamu mengunjungi tempat tersebut, ternyata perasaan bahagia yang kamu rasakan tidak seperti yang kamu bayangkan. Hal ini lah gambaran dari bahagia bukan berasal dari hal-hal di luar diri kita.

Stoicism merupakan sebuah filsafat yang telah ada sejak zaman yunani kuno, filsafat ini mengajarkan tentang kebahagiaan hidup di mana diri kita memiliki kendali penuh akan kebahagiaan tersebut. Stoicism meyakini kebahagiaan tidak berasal dari luar diri individu, akan tetapi kebahagiaan adalah sebuah cara pandang dan sikap yang bisa kita ciptakan sendiri. Ajaran ini saya rasa sangat relevan dengan di era saat ini, di mana media sosial telah menciptakan sebuah standar kebahagiaan yang baru. Terdapat beberapa poin penting dalam ajaran Stoicism, poin-poin tersebut adalah sebagai berikut:

Dikotomi Kendali

Poin penting dari dikotomi kendali adalah memisahkan tentang hal-hal yang berada dalam kontrol diri kita dan hal-hal yang berada di luar kontrol diri kita. seseorang cenderung memikirkan hal-hal yang sebenarnya berada di luar kontrol, misalnya seperti pendapat dan penilaian orang lain, pencapaian orang lain, serta perasaan orang lain. Hal-hal ini termasuk dalam hal-hal yang berada di luar kontrol, sebab kita tidak bisa mengendalikan persepsi orang lain terhadap diri kita. Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk menyukai diri kita atau memaksa seseorang memuji dan memberikan penilaian positif terhadap apa yang kita lakukan. Ironisnya sebagian besar orang selalu mengharapkan reaksi positif dari orang lain terhadap diri kita, misalnya seperti kita mengikuti tes IELTS untuk mendaftar beasiswa luar negeri, lalu membagikannya cerita itu terhadap orang lain, kita akan berharap orang tersebut memuji, bangga, atau memberikan penilaian positifnya. Nyatanya beberapa orang justru memberikan penilaian negatif mereka entah memang kurang suka atau ada perasaan iri dari orang tersebut.

Dari hal di atas, kita perlu membedakan dan memisahkan mengenai dikotomi kendali, antara hal yang memang dapat kita kontrol dan tidak dapat kita kontrol. Kita bisa mengendalikan apa yang berada dalam diri kita seperti persepsi dan cara kita menanggapi sesuatu, hal ini lah yang bisa kita pikirkan. Kita tak perlu memikirkan tentang hal yang di luar kendali seperti tanggapan dan persepsi orang lain terhadap kita. Jadi dikotomi kendali ini mengajarkan kita untuk tidak memikirkan tanggapan orang lain terhadap apa yang kita lakukan, karena nyatanya kita tidak bisa membuat semua orang menyukai apa yang kita lakukan, yang bisa kita lakukan adalah berperilaku baik sesuai prinsip yang kita miliki serta menanggapi penilaian negatif orang dengan berprinsip bahwa setiap orang bebas berpendapat dan tidak harus menyukai apa yang kita lakukan.

Mengendalikan Interpretasi dan Persepsi Otomatis

Sumber dari emosi negatif adalah persepsi kita terhadap sesuatu, persepsi merupakan cara kita memaknai suatu kejadian yang kita alami. Hal ini berarti jika kita memaknai suatu kejadian dengan cara yang negatif, maka yang terjadi adalah munculnya emosi negatif dari diri kita. misalnya kita berangkat ke kantor lalu menemui kemacetan di jalan yang kita lalui, bagaimana kita mempersepsikan hal tersebut. Jika kita menganggap situasi tersebut menyebalkan karena kita harus menunggu kemacetan dan kita akan telat datang ke kantor, maka emosi yang muncul hanyalah perasaan kesal dan marah, dan apa yang akan di dapat jika emosi itu muncul? Jawabannya tidak ada, mungkin kita hanya akan menggerutu atau yang lebih parah kita berusaha menerobos kemacetan hingga terjadi keributan dengan pengendara lain. Akan tetapi berbeda halnya jika kita memaknai kemacetan itu dengan cara yang berbeda. Adalah hal yang wajar jika jalanan kita macet karena memang berada di jam sibuk. Dengan memaknai situasi tersebut dengan positif, maka emosi negatif tidak akan mempengaruhi kita, lalu dampaknya adalah kita bisa menikmati kemacetan itu dengan mendengarkan musik di jalan, atau kita bisa berpikir jernih yang berusaha melewati jalan lain untuk menghindari kemacetan. Pengendalian persepsi seperti inilah yang perlu dilatih dalam ajaran Stoicism, pasalnya kita akan mempersepsikan setiap kejadian dengan otomatis, dan kecenderungan yang dimiliki sebagian besar orang adalah mempersepsikan setiap kejadian yang kurang mengenakan dengan makna yang negatif.

Itulah sebagian kecil pembahasan mengenai ajaran Stoicism untuk hidup lebih bahagia. Inti dari filsafat Stoicism ini adalah menekankan bahwa kebahagiaan menjadi kendali penuh atas diri kita sendiri. Kebahagiaan adalah kondisi emosi yang bergantung pada persepsi kita terhadap sesuatu. Terkadang kita memang harus hidup bersama sebagian orang yang menyebalkan, akan tetapi kita tidak bisa membiarkan orang-orang itu mengambil alih diri kita hanya karena tanggapan-tanggapan buruk mereka terhadap kita. Bagaimanapun kita memiliki kemerdekaan untuk peduli atau tidak peduli terhadap tindakan buruk tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image