Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Upik Kamalia

Penderitaan Calon Guru Penggerak

Eduaksi | 2021-11-19 20:22:35

Sudah dua kali terpikir oleh saya untuk berhenti saja menjalani pendidikan Calon Guru Penggerak ini. Terus terang saya sedikit tersiksa dengan tugas-tugas yang harus dikerjakan dalam LMS. Terlebih melihat kawan-kawan dengan mudahnya membuat tugas tersebut yang isinya sebenarnya sederhana dan kadang saya merasa telah melakukannya pula. Masalahnya adalah mereka membuat tugas-tugas itu dengan PPT, aplikasi canva, dan entah apalagi namanya. Disisi lain saya sangat tertinggal dengan semua itu. Saya, boleh dikatakan tidak pernah membuat video pembelajaran, jarang mendokumentasikan sedang mengajar, tidak pernah belajar aplikasi-aplikasi baru yang sedang tren saat ini. Oleh sebab itu saat ditagih tugas dalam bentuk demikian saya merasa putus asa. Mau belajar dengan siapa? Disekolah pun semua Guru mengajar seperti saya, apa adanya. Kalaupun kami menggunakan media pembelajaran itu adalah media yang sederhana dan dibuat sendiri.

Haruskah semua hal disampaikan dengan cara seperti itu? Apakah tidak cukup kita diajar bagaimana menjadi guru seperti yang diinginkan Ki Hajar Dewantara, diajar memiliki nilai dan peran seperti yang ada dalam modul-modul itu? Jika memang PPT dan segala macamnya itu perlu sekali mengapa tidak diajarkan saja sekalian? Jika memang infografis, microblog, dan sejenis nya itu perlu mengapa tidak dimasukkan saja dalam modul-modul itu untuk dipelajari? Apakah semua yang lulus sebagai Calon Guru Penggerak ini sudah hebat semua dalam hal-hal seperti itu kecuali saya? Jika memang demikian maka rasanya sayalah yang tidak akan lulus menjadi Guru penggerak 9 bulan ke depan.

Saat ini PGP khusus angkatan 4 sudah berjalan 1 bulan. Saya pribadi sudah merasa kesulitan, terlebih sebentar lagi Pengajar Praktek akan melihat langsung ke sekolah apa yang sudah dikerjakan CGP. Hal itu semakin membuat cemas dan was-was. Hidup dirasakan tidak lagi bebas, mengajar tidak lagi lepas dan mungkin tidak lagi ikhlas. Masuk kelas yang terpikir adalah tugas yang harus dikerjakan, kegiatan yang harus didokumentasikan, HP yang harus dicas penuh dan ruang penyimpanan yang masih tersedia, laptop yang standby. Jika lampu mati atau sinyal hilang saat vikom maka stress datang.

"Penderitaan" CGP akan semakin lengkap jika tugas disekolah menumpuk, saat rekan sejawat "mencimeeh" status sebagai CGP. Kadang terpikir untuk membandingkan dengan kawan yang PPG. Pendidikan yang mereka jalani memang berat namun jelas apa yang menjadi tujuannya. Menjadi CGP waktu pendidikannya lebih lama dan tujuan atau apa setelah itu masih menjadi pertanyaan bagi CGP sendiri dan orang lain. Menurut kabar berita mereka yang lulus menjadi Guru Penggerak akan diangkat sebagai kepala sekolah nantinya. Kabar lainnya konon yang hari ini masih berstatus honorer seperti saya, akan diangkat menjadi ASN atau PPPK seperti yang dijanjikan Mas Mentri. Entahlah

Lantas bagaimana sekarang? Apakah saya harus berhenti saja atau lanjut? Godaan untuk berhenti besar, namun suara hati yang menyuruh bertahan jauh lebih besar. Mengapa tidak digunakan saja kesempatan ini untuk belajar? Apakah tidak sayang membuang kesempatan yang tidak didapat semua orang?

Baiklah, saya akan terus menjalani pendidikan ini. Akan saya jalani dan melihat sampai dimana kesudahannya. Akan saya kerjakan apa yang bisa dikerjakan saja agar maag dan penyakit kuning tidak datang. Minimal saya sudah menyampaikan apa yang saya rasakan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image