Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Taufik Alamsyah

Darurat Pendidikan Inklusi

Eduaksi | Friday, 22 Jul 2022, 17:16 WIB

Pendidikan adalah hak dari manusia. Artinya, pendidikan mempunyai keharusan untuk memberikan dan memenuhi hak-hak manusia tanpa terkecuali. Sekolah adalah ruang untuk meraih harapan bagi para peserta didik untuk menuntut pendidikan sebagai bekal mengasah minat dan bakat dari individu manusia, tanpa pengecualian. Di Indonesia, sedang terjadi sebuah progresivitas dari anak berkebutuhan khusus, bagaimana sebuah metode baru dan terbarukan sebagai bentuk memenuhi hak-hak peserta didik yang masuk kategori distabilitas dan sejenisnya.

Dalam perkembangan pola pendidikan, muncul salah satu metode sekolah inklusi. Sekolah ini masih tergolong asing di telinga masyarakat Indonesia. Jenis sekolah ini memang tergolong baru dan baru tren akhir-akhir ini. Itulah sebabnya, dasar dari ketidaktahuan masyarakat akan penting dan gentingnya Pendidikan berbasis sekolah ingklusi. Inklusi adalah sebuah pendekatan untuk membangun lingkungan yang terbuka untuk siapa saja dengan latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda. Hal itu meliputi karakter, kondisi fisik, kepribadian, status, suku, budaya, dan lain sebagainya. Konsep inklusi tersebut berkembang dengan proses dimasukkannya ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah. Bahkan, tidak sedikit sekolah yang mengangkat tema inklusi. Sehingga, bisa diartikan bahwa sekolah inklusi adalah salah satu jenis pendidikan yang memberi kesempatan bagi setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. (https://katadata.co.id/safrezi/berita/61ef9d1c39a09/inklusi-adalah-pendidikan-dengan-pendekatan-terbuka-ini-penjelasannya).

Pendidikan Inklusi. Konsep inklusi dijelaskan oleh Smith (2006: 43) sebagai pembauran anak-anak berkelainan ke dalam program sekolah regular. Selain itu inklusi dapat diartikan sebagai akseptasi siswa dengan keterbatasan dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep diri sekolah. Hal yang senada diungkapkan Valle & Connor dalam Santrock (2014:226) yang menyatakan bahwa inklusi berarti memberi pendidikan anak dengan pendidikan khusus secara penuh-waktu di kelas reguler. Namun dia memberi catatan bahwa hal tersebut tergantung pada tingkat disabilitasnya. Sedangkan dalam Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 1 diterangkan bahwa Pendidikan inklusi adalah “sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.”

Peserta didik dengan kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa memiliki hak untuk ikut mengenyam pendidikan secara inklusi pada satu sekolah sesuai kebutuhan dan kemampuannya. Sedangkan yang dimaksud kelainan itu adalah tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya, memiliki kelainan lainnya, tunaganda. Pendidikan inklusi adalah layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dengan keterbatasan fisik, mental, berkemampuan istimewa, korban narkoba, minoritas, dan keterbatasan belajar lainnya yang menyatu dengan sekolah reguler di dekat tempat tinggalnya. (Kristen Satya Wacana et al., 2017)

Di sebuah sekolah inklusi, seorang dengan berkebutuhan khusus juga melakukan kegiatan dan civitas belajar bersama kawan-kawan lainnya. Namun, yang jadi persoalannya adalah tidak semua sekolah menyediakan atau memfasilitasi pendidikan inklusi. Salah satu faktor terbesarnya adalah metode pengajaran berbeda untuk peserta didik yang non-distabilitas dengan penyandang distabilitas. Persoalan-persoalan tersebut tentu saja belum dapat diselesaikan sendiri oleh masyarakat, tetapi butuh semacam kebijakan dan keputusan dari pemerintah negara. Inklusi diperlukan sebagai pemenuhan hak pemerataan pendidikan dengan memangkas jarak akses pendidikan ke pendidikan khusus dan memenuhi hak pendidikan anak. Dengan ini secara tidak langsung dapat membuat peserta didik dengan pemenuhan pendidikan yang berkualitas, membantu mengoptimalkan potensi minat dan bakat mereka sehingga dapat berkontribusi terhadap komunitas dan masyarakat.

Guru sebagai garda terdepan harus mampu mencari dasar metode pendidikan inklusi dari pelbagai referensi jurnal, artikel, buku, dan sosialisasi dari pemerintah guna meningkatkan sumber daya informasi. Dedikasi dan kemauan kuat untuk mencurahkan segala macam daya serta upaya memfasilitasi pendidikan inklusi. Sekolah sebagai ruang harapan juga ikut berkomitmen dan melatih para guru untuk menyelenggarakan pelatihan program inklusi. Sekolah tidak boleh menolak peserta didik distabilitas, dan dibarengi oleh pembangunan lingkungan sosial yang ramah terhadap mereka.

Tugas pendidikan adalah memanusiakan manusia. Sudah saatnya sekolah tidak lagi membeda-bedakan manusia, dengan begitu, imajinasi akan harapan untuk keharmonisan hidup dan saling membahagiakan antar warga negara tanpa kekerasan dan diskriminasi segera terwujud.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image