Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ef fattah

Bagaimana Kita Memandang Uang

Gaya Hidup | 2021-11-19 11:21:11

Wajah saya mengernyit dan otak saya membuntu mencoba mencari alasan yang masuk akal mengapa seorang ibu di Sulawesi tenggara tega ‘menjual’ anaknya ke dukun demi kekayaan. Sekalipun di scan menggunakan mesin MRI tidak akan ditemukan bagian pada otak yang memuat alasan untuk membenarkan perilaku keji tersebut karena kejadian itu memang tidak masuk di otak sehingga tidak bisa ‘diakali’.Inilah kebodohan yang sesungguhnya.Persetubuhan dengan iming-iming harta?’Kerjasama’ semacam ini memang menghasilkan uang tapi sepertinya si Ibu ini terlalu ‘polos’.Ia mendefenisikan secara berbeda ‘kerjasama’ dengan kebanyakan dari kita.Lagipula mengapa hal-hal ajaib semacam ini sering kali terjadi di Negara kita yang mayoritas muslim ini?Sepicik itukah pandangan mereka tentang harta sehingga akidahnya rela digadaikan?

Secara pribadi saya sangat membenci segala sesuatu yang berkaitan dengan ilmu hitam,merah,kuning,hijau,..silahkan tambahkan sesukanya.Kategori alim masih jauh dari jangkauan saya tapi kata ‘tumbal’ sangat mengganggu.Selalu ada hal yang harus dikorbankan untuk menggapai sesuatu itu memang betul.Kita tidak perlu menjadi motivator yang handal untuk menyadari ini.Tapi,mata dicongkel dan mengizinkan dukun menyetubuhi seorang anak bukankah sebenarnya sudah cukup untuk membuat seseorang berfikir bahwa ada yang ganjal dengan ritual ini?Sebenarnya kita memandang harta dengan lensa yang sama.Powerfull.Banyak hal yang bisa digapai dengan uang meskipun tidak segalanya.Namun, tidak semuanya harus dikorbankan demi uang karena belum tentu segalanya akan digapai.

Bagaimana sebenarnya cara terbaik memandang uang? Beberapa diantara manusia memandang picik manusia yang lain karena harta.Yang kaya sering diasosiasikan dengan kecongkakan,hedonism,riya,dan segala atribut buruk sebagai afirmasi bahwa yang menyampaikan jauh lebih baik dibanding mereka.

“Dia memang kaya,tapi .”

“Percuma kaya harta,kalau ”

“Harta tidak akan dibawa mati,mereka akan di ”

“Mereka berperilaku seenaknya karena memiliki banyak uang”

“Ah,yang kaya juga orang tuanya”

Seberapa banyak dari kita yang sering mendengar orang berkomentar mengenai kelebihan seseorang kemudian menambahkan ‘tapi’ yang pada akhirnya mengubur kebaikan dari orang tersebut.Keramahan yang terselubung.Ia memuji orang lain untuk mengangkat dirinya sendiri.Kesombongan tidak terbatas pada harta.Jika ia tidak memiliki kekayaan yang melimpah,maka ia membanggakan ibadatnya ataupun ilmunya yang luas.Apakah kekurangan membuat kita membenci yang lainnya?

Setiap manusia tentunya menginginkan kehidupan yang berkecukupan.Sekalipun bagaimana kita memaknai ‘kecukupan’ berbeda antara satu dengan yang lainnya.Kemiskinan berbanding lurus dengan kejahatan.Sekalipun kejahatan tidak selalu lahir dari kemiskinan.Kekayaan dan kemisikinan sama-sama berpotensi mendorong seseorang untuk berperilaku jahat,kotor,dan hina.Bukankah para koruptor itu memiliki aset yang berlimpah?Bayangkanlah.Apakah Anda lebih memilih menjadi pejabat kaya korup dengan merampas hak orang lain atau menjadi orang miskin yang ingin kaya dengan metode pesugihan?Jika si miskin kaya mungkinkah ia secara otomatis meninggalkan dunia magi tersebut?Sebaliknya jika si pejabat miskin mungkinkah ia akan lebih rendah hati dan mencukupkan hak orang lain?Hmm..maaf..saya lupa,memang ada yah pejabat yang miskin?

Saya pikir bagaimana kita memandang uang menjadi penting.Uang bukan setan dan semestinya tidak dianggap seperti itu.Meskipun mengundang kejahatan tapi kita punya pilihan bukan untuk tidak menghadirinya?Memang banyak kisah-kisah yang menceritakan bagaimana seseorang rusak karena kecintaannya yang berlebihan terhadap harta.Tapi diujung dunia lain kita melihat bagaimana tokoh filantropi seperti Warren Buffet,Bill Gates,Jeff Bezos,Mark Zuckerberg menyumbangkan banyak dana untuk kegiatan amal.Kita punya pilihan untuk menengok contoh yang baik dalam memanfaatkan harta dan kekayaan.

Sangat penting bagi kita untuk menyadari bagaimana cara memperoleh harta dan membelanjakannya.Waktu adalah objek tumbal yang legal.Pencapaian apapun membutuhkan waktu,tenaga,kerja keras,dan doa.Yang instan tetap instan.Tidak ada kebaikan didalamnya melainkan cuma sedikit.Pernahkah Anda menghitung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menikmati momen kekenyangan?Santapan makan siang yang begitu lezat sanggup menyandarkan Anda kebelakang kursi seketika sirna ketika pikiran Anda kembali ke meja kerja dengan tumpukan berkas yang menggunung.

Di level manapun kita saat ini jika ditinjau dari sisi kepemilikan harta baiknya menanamkan secara seksama dan menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa setiap hal yang kita kerjakan baik ringan maupun berat,sedikit ataupun banyak,konsekuensi akan selalu menyertainya.Kekurangan uang memang menyakitkan sementara kita menyaksikan sebagian yang lain begitu ‘mudah’ memperolehnya.

''Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.''

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image