Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image LamonganPos.com

Nasruddin Hoja Melegalkan Ganja Medis

Gaya Hidup | Thursday, 21 Jul 2022, 20:18 WIB

Nasruddin Hoja diberi tugas oleh Khalifah untuk menjadi hakim. Khalifah sengaja menunjuknya sebagai hakim karena ia ingin menguji kebijaksanaannya. Ia ditugasi untuk membuat keputusan penting soal undang-undang ganja. Ada seorang tabib yang memohon agar Undang-Undang Ganja (UUG) diubah supaya ia diperbolehkan menggunakan tanaman ini untuk mengobati pasiennya.

Sambil duduk tenang di kursi hakim, ia mendengarkan dengan saksama argumentasi pemohon yang mengutip berbagai buku kedokteran. Setelah mendengar argumen dengan istilah-istilah medis yang tidak ia pahami itu, ia berkomentar, “Sepertinya Anda benar.”

Selanjutnya ia mendengarkan argumen dari Staf Ahli Menteri Ketabiban yang tidak mau undang-undang ganja diubah. Tak mau kalah dengan pemohon, Staf Ahli Menteri ini pun mengutip lebih banyak buku kedokteran. Mendengar argumentasi yang menggunakan istilah-istilah medis yang lebih rumit ini, Nasruddin kemudian berubah pikiran, “Sepertinya Anda juga benar.”

Mendengar komentar Nasruddin yang plin-plan ini, seorang peninjau sidang menginterupsi. “Tuan Hakim ini bagaimana sih. Tadi bilang Tuan Pemohon benar. Sekarang bilang Tuan Staf Ahli benar. Tidak mungkin dua-duanya benar. Salah satu pasti salah.”

Mendengar logika peninjau yang juga masuk akal ini, lagi-lagi Nasruddin berubah pikiran. “Oh iya, sepertinya Anda benar”.

Hadirin bersorak, “Huuu ”

“Jadi sekarang bagaimana keputusannya, Tuan Nasruddin?”

Nasruddin mengelus-elus janggutnya. “Wallahu a’lam. Saya berpendapat, di dalam ganja ada manfaat dan mudarat sekaligus. Masalahnya, kita belum bisa memisahkan antara manfaat dan mudarat itu. Pasal 8 ayat 1 UUG memang menyebutkan ganja tidak boleh digunakan untuk pengobatan. Khalifah terdahulu membuat undang-undang begini berdasarkan rekomendasi dari para tabib terdahulu yang meyakini mudarat ganja lebih besar daripada manfaatnya.”

“Padahal ilmu pengetahuan itu selalu berkembang. Kalau suatu hari nanti kita tahu cara memisahkan manfaat dan mudaratnya, undang-undang seperti ini memang harus direvisi. Tapi karena saat ini kita masih belum bisa memisahkan keduanya, maka untuk sementara waktu, saya, bismillah, memutuskan bahwa UUG saat ini tidak perlu diubah dulu.”

Nasruddin kembali mengelus-elus janggutnya. “Bukti-bukti klinis yang diajukan oleh Tuan Pemohon itu derajatnya masih belum mutawatir. Sementara argumen ketiadaan bukti klinis seperti yang dipaparkan oleh Tuan Staf Ahli itu tidak sama dengan bukti klinis ketiadaan. Wallahu a’lam. Selama ini pemakaiannya dilarang karena kita mengkhawatirkan mudaratnya.”

“Melarang tabib menggunakan ganja sebagai obat itu saya kira bertentangan dengan hak dasar manusia. Wallahu a’lam. Akan tetapi seperti kaidah fikih dasar, dar’ul mafasidi muqaddamun ‘ala jalbil mashalih. Mencegah mudarat ganja lebih diutamakan daripada mengambil manfaatnya.”

“UUG memang tidak perlu diubah sekarang. Untuk orang-orang seperti Tuan Tabib ini silakan diberi izin darurat menggunakan ganja untuk mengobati pasiennya. Surat izin itu kita sebut saja SIM G, Surat Izin Meresepkan Ganja. Sambil kita teliti efeknya. Kalau nanti ternyata mudaratnya lebih besar, tinggal kita cabut lagi SIM-nya.”

“Gitu aja kok repot”.

Hadirin tertawa.

“Kalau itu dianggap melanggar undang-undang, menurut saya pembuat udang-undang itulah yang bersalah sebab tidak memberi kelonggaran ruang wallahu a’lam berupa pasal pengakuan atas ketidaktahuan. Apa yang kita sangka hari ini pasti benar itu bisa jadi suatu saat nanti terbukti salah. Sekian. Terima kasih. Wallahu a’lam.”

Akhirnya sidang ditutup, semua yang hadir mengucap hamdalah, semua pihak merasa menang, dan Nasruddin pun diberi hadiah dua ekor keledai oleh Khalifah. Di leher kedua keledai itu tergantung tulisan “Sepertinya saya benar. Wallahu a’lam”.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image