Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sidqon Hadi

Menanti Berkah Kawasan Industri Terpadu Batang

Bisnis | Thursday, 21 Jul 2022, 08:21 WIB

 

Pembangunan fasilitas rusunawa untuk pekerja KITB. Sumber gambar: https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/foto-udara-pembangunan-rusunawa-pekerja-industri-batang-i-di_220331212939-912.jpg

KABUPATEN Batang diyakini sedang bertansformasi menjadi kota industri baru di Indonesia. Sebagai kawasan industri dengan total luasan lahan mencapai 4.300 hektar (fase 1,2 dan 3), dampak beroperasinya KITB nantinya tidak hanya dirasakan di tingkat lokal dan regional, tetapi bahkan nasional. Optimisme ini tentu saja bukan tanpa alasan, mengingat sejumlah perusahaan berskala multinasional saat ini telah dan akan menanamkan investasinya di KITB. Daya dukung ketersediaan lahan dan aspek lainnya juga menjadikan KITB lebih kompetitif dan mampu bersaing dengan negara tetangga seperti Vietnam, Tailand, dan Malaysia untuk menjadi magnet investastor dunia.

Bahwa KITB digadang-gadang mampu berkontribusi bagi upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19, tentu kita semua layak mengaminkannya. Tetapi tulisan ini tidak akan membahas ekonomi makro nasional ataupun regional, melainkan fokus pada potensi dampaknya di tingkat lokal. Sebagai warga Kabupaten Batang, penulis tentu berkepentingan untuk peduli terhadap bagaimana kontribusi KITB dalam mendongkrak perekonomian Kabupaten Batang, atau sebut saja indikator makro daerah. Terlebih, KITB sering digadang-gadang bakal memberi berkah untuk pemerintah dan masyarakat Kabupaten Batang. Lalu, bagaimana kita menakar peluang tersebut, bilamana KITB layak dianggap menjadi berkah bagi Kabupaten Batang?

Penulis ingin mengajukan empat ukuran indikatif untuk menakar apakah KITB benar-benar mampu memberikan berkah bagi Kabupaten Batang.

Pertama, penguatan APBD. Besaran APBD Kabupaten Batang saat ini sekitar Rp 1,8 triliun, dan kontribusi Pendapatan Asli Daerah hanya berkisar Rp 300 an miliar. Kondisi keuangan daerah yang terbatas tersebut membuat upaya pembangunan daerah juga serba terbatas, harus ada skala prioritas untuk memilah program/kegiatan mana yang benar-benar dibutuhkan, pun dimungkinkan pelaksanaannya secara bertahap. Dengan beroperasinya KITB nantinya, Pemkab Batang berpeluang mampu meningkatkan kemampuan APBD melalui pos PAD yang diharapkan bisa terdongkrak secara signifikan. Sebab kehadiran banyak perusahaan baru yang beroperasi di Kabupaten Batang tentunya menjadi kantong-kantong baru bagi pajak daerah, baik dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BBHTB) maupun terutama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tentu nilainya tak kecil. Naiknya perolehan Pajak Daerah otomatis menjadikan neraca APBD menjadi lebih sehat, karena ruang fiskal yang lebar untuk membiayani pembangunan daerah.

Untuk KITB, Pemkab Batang mungkin tidak bisa berharap masukan dari BBHTB mengingat status penggunaan lahannya adalah sewa. Karena itu, dari KITB diharapkan bisa diperoleh PBB secara optimal. Untuk BBHTB, toh Batang masih memiliki Kawasan Industri (KI) Batang Industrial Park (BIP), di mana ada proses alih status lahan di dalamnya. Di luar itu, pajak dan retribusi yang terkait dengan sektor riil juga bisa dioptimalkan penarikannya oleh pemerintah daerah, seperti pajak restaurant, hotel, hingga mungkin usaha pariwisata.

Harapan tersebut bukan pepesan kosong, karena beberapa daerah yang memiliki kawasan industri besar rata-rata memiliki struktur APBD yang besar pula. Sebagai contoh Kabupaten Bekasi yang memiliki kawasan industri Cikarang, nilai APBD TA 2022 sebesar kurang lebih Rp 6,3 triliun dengan besaran PAD yang fantastik, yakni mencapai Rp 2,5 triliun. Maka dalam 3 tahun ke depan, APBD Kabupaten Batang idealnya telah menembus Rp 2,5 - 3 triliun. Dengan nilai APBD tersebut, maka besaran kontribusi PAD semestinya sudah berada di atas angka Rp 600 miliar. Batas minimalnya adalah 20 persen dari nilai APBD untuk bisa dianggap sehat APBD-nya.

Indikator kedua, penyerapan tenaga kerja lokal. Kehadiran perusahaan-perusahaan berskala besar di KITB diyakini akan memberikan peluang besar bagi masuknya angkatan kerja lokal. Serapan tenaga kerja ini juga menjadi salah satu isu utama yang ingin dimanfaatkan pemerintah pusat maupun daerah dari pertumbuhan investasi di Kawasan industri. Hal ini juga sering ditekankan baik oleh Presiden Joko Widodo sendiri, maupun Pemerintah Kabupaten Batang. Dikatakan bahwa KITB akan membuka peluang serapan tenaga kerja hingga ratusan ribu orang.

Kalau peluang tenaga kerja ini bisa tergarap maksimal, maka tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang sempat naik selama pandemi Covid-19 bisa terkurangi secara signifikan. Di tahun 2021, TPT Batang masih berada di angka 6,59%. Kalau TPT ini bisa ditekan secara maksimal, maka dampaknya akan luar biasa bagi upaya pemulihan ekonomi Kabupaten Batang.

Jangan lupa juga, bahwa penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar ini akan otomatis meningkatkan rata-rata pendapatan masyarakat Kabupaten Batang, sehingga angka PDRB per kapita yang pada tahun 2021 sebesar 28,66 juta juga diharapkan meningkat. Daya beli meningkat, perputaran uang lebih tinggi, sehingga harapannya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Karena itu, pada prosesnya nanti keterserapan tenaga kerja lokal juga akan berdampak pada turunnya angka kemiskinan di Kabupaten Batang, yang selama pandemi meningkat menjadi 9,68% di 2021.

Indikator ketiga, tumbuhnya simpul-simpul ekonomi baru di sekitar kawasan industri. Beroperasinya KITB akan meningkatkan mobilitas orang ke Kabupaten Batang, tidak lama Batang akan tumbuh sebagai pusat keramaian baru. Mobilitas ini minimal dari masuknya ribuan tenaga kerja yang akan bekerja dan tinggal di sekitar KITB. Kondisi ini akan merangsang tumbuhnya simpul-simpul ekonomi baru di sekitar kawasan industri, dari mulai usaha rumah kos, bisnis properti, usaha restauran dan rumah makan, hotel, jasa laundry, hingga pariwisata. Berbagai peluang usaha-usaha ekonomi baru ini sudah semestinya mampu ditangkap dan dikelola secara baik oleh masyarakat, dengan dibantu fasilitasi dari pemerintah desa dan pemerintah daerah. Pemkab Batang semestinya sudah bisa mengantisipasi peluang ini, mengingat sebelumnya telah belajar dari kehadiran proyek PLTU 2 x 1.000 mw di Batang.

Indikator terakhir, yakni meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Batang. Terlebih, dari indikator-indikator makro daerah lainnya, IPM yang paling lambat pertumbuhannya. Tahun 2021, IPM Batang masih bertahan di angka 68,92, masih di bawah IPM Provinsi Jawa Tengah maupun IPM Nasional. Bahkan, capaian tersebut juga lebih rendah dari target IPM Batang pada RPJMD 2017-2022 di mana angkanya di atas 7.

Lalu dari mana modal untuk mendongkrak IPM Batang? Tentu saja berbeda dengan indikator makro daerah lainnya, karena IPM bersifat investatif, tidak bisa direalisasikan dengan instan. Beruntungnya, IPM yang ditopang tiga indikator, yakni pendidikan (rataan lama sekolah), kesehatan (angka harapan hidup), dan PDRB, idealnya bisa dikejar Pemkab Batang secara lebih cepat lantaran daya dukung indikator lainnya juga berpeluang meningkat signifikan. Dalam hal ini, meningkatnya rata-rata pendapatan masyarakat Kabupaten Batang akibat keteserapan tenaga kerja dalam jumlah besar secara otomatis akan meningkatkan angka PDRB. Sementara pada prosesnya, meningkatnya rata-rata pendapatan juga akan menaikkan kebutuhan masyarakat atas layanan pendidikan dan kesehatan. Dengan asumsi tersebut, maka kenaikan IPM hanyalah persoalan waktu. Belajar dari kasus masyarakat local di sekitar Kawasan industri lain, maka idealnya dampak kenaikan IPM sudah bisa dirasakan dalam 5-10 tahun ke depan.

Dengan gambaran proyeksi di atas, maka empat indikator berkah ekonomi dari kehadiran KITB bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Batang idealnya bisa diwujudkan dalam satu tarikan nafas. Tetapi ini tentu saja harapan ideal, realisasinya bisa saja jauh panggang dari api. Lalu bagaimana memastikan empat indikator yang bisa mendongkrak indikator makro daerah ini tercapai secara optimal? Kuncinya kembali kepada kesiapan pemerintah dan masyarakat Kabupaten Batang.

Kunci utamanya adalah pada komitmen keberpihakan yang akan melahirkan kebijakan, dan kebijakan bisa dilembagakan dalam regulasi. Harapannya pemerintah daerah bisa melahirkan Perda dan Perbup yang bersemangat memberpihaki nasib masyarakatnya di tengah transformasi Kabupaten Batang menjadi daerah industri baru yang diperhitungkan. Selain regulasi, keberpihakan juga harus diwujudkan dalam aksi nyata pemerintah memberikan pendampingan dan fasilitasi masyarakat sekitar kawasan industri, khususnya pelaku usaha kecil, untuk bisa mengelola peluang ekonomi baru yang bisa meningkatkan kesejahteraan. Fasilitasi dimaksud baik memberdayakan pekaku usaha, pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan skill, hingga kemudahan akses permodalan.

Dengan langkah-langkah tersebut, maka harapan besar untuk mendapatkan berkah KITB bisa terwujud. Pemerintah daerah bisa mendapatkan asupan baru PAD, dan masyarakat bisa menikmati peningkatan pendapatan baik dari bekerja di sektor industri, maupun melalui berbagai usaha ekonomi baru yang terbuka peluangnya. Semoga saja.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image