BPKH Mengikat Kepercayaan Umat, Membuka Peluang Ekonomi Keumatan berbasis Syariat
Lomba | 2021-11-17 16:21:36Pew Research Center (2009) seperti yang dikutif Bidang Investasi BPKH dalam e-book Apa dan Bagaimana Investasi Keuangan Haji-BPKH Edisi-2, (hal. 20), penduduk muslim di Indonesia mencakup 13% populasi muslim di dunia atau 80% di Asia Tenggara. Hal ini berarti akan selalu banyak muslim yang akan menunaikkan ibadah haji. Tentu saja Jumlah ini merupakan potensi besar sebagai sumber finansial umat yang berasal dari pelaksanaan ibadah haji.
Jika dirata-ratakan, negara kita selalu memberangkatkan jemaah calon haji tidak kurang dari 200.000 orang dalam setiap tahunnya. Pada tahun 2017 , negara kita memberangkatkan 221.000 jemaah atau mendapat kenaikan jumlah sebanyak 52.200 jika dibandingkan dengan tahun 2016. Pada masa mendatang, diperkirakan jumlahnya akan semakin bertambah.
Kondisi ini telah memberikan manfaat ekonomi dan finansial bagi semua pihak baik di sektor formal maupun informal. Beberapa pedagang yang menyediakan berbagai perlengkapan ibadah haji kebanjiran order berbagai perlengkapan dan aksesoris ibadah haji. Sementara biro perjalanan, maskapai penerbangan, dan perbankan mendapatkan porsi pengelolaan finansial terbesar dari pelaksanaan ibadah haji.
Tahun 2019 merupakan tahun terakhir penyelenggaraan atau pemberangkatan haji. Sejak merebaknya pandemi Covid-19 tahun 2020, hampir semua jemaah dari negara manapun di dunia ini tak mendapat izin pemerintah Arab Saudi untuk melaksanakan ibadah haji. Kondisi ini selain menimbulkan kekecewaan di kalangan jemaah calon haji, juga mengakibatkan semakin panjangnya antrian jamaah calon haji di berbagai negara, temasuk di negara kita.
Di sisi lainnya, dengan semakin panjangnya antrian jemaah calon haji, semakin besar pula dana dari jemaah calon haji yang terkumpul, sebab mereka tetap melakukan setoran dana atau biaya untuk menunaikkan ibadah haji melalui perbankan. Besarnya dana yang terkumpul inilah yang harus dikelola dengan baik agar menjadi dana bergulir yang dapat dimanfaatkan untuk kebaikan dan kemaslahatan para jemaah calon haji. Dalam hal ini, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang dibentuk pemerintah berdasarkan undang-undang memiliki kewenangan penuh dalam mengelola keuangan haji demi kemaslahan umat, khususnya untuk jemaah calon haji.
Menurut data dari BPKH, sampai tahun 2022 keuangan haji yang harus dikelola BPKH diperkirakan akan mencapai Rp. 150,3 triliun (e-book Apa dan Bagaimanan Investasi Keuangan Haji-BPKH, Edisi-2, hal. 25). Tentu saja jumlah uang yang sangat besar tersebut memerlukan pengelolaan yang profesional dan transfaran demi kemaslahatan dan lancarnya pelaksanaan pemberangkatan jemaah calon haji.
Meskipun sering terjadai kontroversi dan tuduhan agak miring terhadap BPKH akan masih kecilnya profit yang dirasakan umat atau jemaah calon haji dan tata kelola keuangan haji yang masih sama dengan ketika dikelola Kemenag RI, kini eksisitensi BPKH mulai dirasakan umat. Setidak-tidaknya, BPKH menjadi benteng kuat yang dapat mengamankan uang para jemaah calon haji.
Salah satu bentuk pengamanan keuangan haji tersebut, kini BPKH telah menginvestasikan keuangan haji untuk kepentingan umat baik dalam bentuk deposito di perbankan maupun dalam bentuk investasi langsung seperti transportasi, money changer, akomodasi, perhotelan dan katering serta dalam bentuk investasi lainnya seperti investasi emas batangan.
Kebijakan BPKH untuk menginvestasikan keuangan haji merupakan langkah terbaik dalam mengamankan dan menggulirkan uang agar mendapatkan profit demi kemaslahatan umat. Hasil dari investasi yang dilakukan tersebut telah memberikan manfaat kepada umat berupa subsidi sebesar 50% dari biaya pemberangkatan jemaah calon haji. Pada tahun 2018-2019 rata-rata biaya pemberangkatan jemaah calon haji sebesar Rp.70 juta per jemaah. Setiap jemaah calon haji hanya dikenakan biaya sebesar Rp. 35 juta, sedangkan sisanya sebesar Rp. 35 juta per jemaah ditanggung BPKH.
Memperhatikan kondisi tersebut, kiranya biaya jemaah haji akan bisa ditekan lebih murah daripada biaya pada saat ini jika BPKH mampu mengoptimalkan pengelolaan keuangan haji untuk diinvestasikan kepada suatu investasi yang lebih menguntungkan. Tentu saja keuntungannya tersebut meskipun secara tidak langsung akan dikembalikan demi perkembangan ekonomi keumatan. Dikatakan perekonomian keumatan secara tidak langsung, sebab dengan adanya keuntungan investasi yang diperoleh BPKH, maka akan lebih besar pula subsidi biaya pemberangkatan ibadah haji yang secara ekonomi berarti umat mendapatkan keringanan biaya.
Tidak ada salahnya jika kita mencontoh Malaysia yang telah berhasil menginvestasikan dana haji dalam berbagai sektor perusahaan seperti jasa keuangan, perkebunan, properti, minyak dan gas, serta dalam bentuk investasi lainnya. Dengan melakukan berbagai investasi dana haji pada sektor-sektor ekonomi yang menguntungkan, pengelola dana haji negeri jiran telah mampu mensubsidi biaya perjalanan haji yang cukup besar.
Pada tahun 2019, pemerintah Malaysia menetapkan biaya haji sebesar 22.900 RM setara dengan Rp. 78.176.249 (nilai kurs Ringgit Malaysia (RM) rata-rata berada di kisaran Rp. 3. 413, 81). Dari besaran biaya tersebut setiap jemaah calon haji hanya dikenakan biaya sebesar 9.980 RM setara dengan Rp. 34.069.823,8. Sisanya 19.980 RM setara Rp. 44.106. 425,2 ditanggung lembaga pengelola dana haji.
Kita berharap, pengelolaan keuangan haji yang dilakukan BPKH tidak saja memberikan manfaat bagi para jemaah calon haji, namun juga dapat bermanfaat bagi perkembangan ekonomi keumatan berbasis syariâat. Kiranya bukan suatu hal yang mustahil jika pada masa mendatang terbentuk suatu badan usaha atau bank khusus yang mengelola perhajian di bawah kendali BPKH yang manfaatnya dirasakan seluruh umat. Semoga.
#BPKHWritingCompetition, #LombaMenulisPopuler, #kategoriumum
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.