Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image dhul ikhsan

Perilaku Instan Publik Atas Isi Berita Penuh Sensasi

Curhat | Monday, 15 Nov 2021, 05:56 WIB

Itu kok, sopir Vanessa Angel tidak ada luka serius? Padahal Vanessa dan suaminya meninggal dunia saat itu juga. Sopirnya pasti penyebab utama kecelakaan,kata seorang rekan di sebuah percakapan chatbox.

Rekan saya ini selalu update terkait berita-berita viral yang dengan mudah didapatnya melalui gawai elektronik.

Sebelumnya, rekan saya itu juga termakan berita penuh sensasi mengenai Bu Trimah, yang dikabarkan menjadi korban penelantaran oleh ketiga anaknya.

Tega amat buang ibunya ke panti jompo. Anak zaman sekarang suka banget telantarin orangtuanya,ujar rekan saya itu di aplikasi yang sama.

Berita viral adalah barang yang diproduksi oleh pewarta. Cepat, dan penuh sensasi, merupakan jargon dari produk pewarta berita itu. Tidak ada yang salah, memang. Ini karena pekerja konten berita dilindungi undang-undang dalam melaksanakan kerjanya. Hal ini juga yang kemudian diadopsi para pelaku pencipta konten digital lainnya.

(Ilustrasi) Berita Penuh Sensasi. Sumber : Pixabay/Geralt

Dulu, informasi berita hadir di meja keluarga membutuhkan waktu beberapa saat sebelum dapat dinikmati bersama. Produsennya pun terbatas. Kini, disrupsi teknologi digital membuatnya hadir secara instan, dalam hitungan detik, dan dapat dilakukan siapa saja.

Harus disadari bersama bahwa hiruk-pikuk pemberitaan penuh sensasi memberi dampak psikologis tersendiri bagi pembaca. Logan Jones, seorang psikolog mengatakan bahwa mengkonsumsi berita-berita yang penuh sensasi dapat mempengaruhi kesehatan mental penikmatnya.

Artinya, dulu penikmat berita memiliki waktu untuk menyimpulkan informasi yang diterimanya. Sedangkan sekarang, mereka seakan dipaksa untuk cepat-cepat memberikan penilaian.

Penghakiman Instan Berita Viral

Apa yang dirasakan rekan saya itu pastinya dirasakan pula oleh banyak orang. Dua respon tersebut muncul setelah membaca berita paling hangat menjelang akhir tahun ini.

Lebih banyak lagi perihal tentang penghakiman publik ini terjadi ketika kasus Covid-19 meningkat tajam, atau saat gangguan massal IndiHome terjadi beberapa bulan yang lalu. Menurut jurnal yang dikeluarkan Kementerian Sosial R.I bahwa produk berita penuh sensasi memerangkap publik ke alam penuh kecemasan, perasaan tertekan, dan stres.

Penghakiman instan publik merupakan efek sistem syaraf pada tubuh yang mengeluarkan hormon stres. Pembaca tidak ingin berita yang sama terjadi pada diri mereka. Sehingga, satu-satunya cara adalah melampiaskannya dengan menciptakan sosok pelaku penyebab kejadian.

Sebagian besar masyarakat pada kenyataannya tidak memahami bahwa setiap individu merupakan bagian dari sistem kehidupan yang terjadi.

Seperti halnya kecelakaan langsung di jalan. Semua yang terlibat merupakan manusia yang seringkali khilaf. Namun, bukan berarti sopir satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas keselamatan perjalanan.

Semua isi penumpang di dalamnya memiliki tanggung jawab bersama atas keselamatan berkendara. Minimal, setiap penumpang menggunakan sabuk pengaman saat berkendara.

Sesama penumpang juga memiliki kewajiban saling mengingatkan, terutama ketika sopir mulai terlihat mengantuk. Jangan tinggalkan sopir bekerja sendirian. Semestinya ada seseorang yang memastikan kondisi sang sopir membawa kendaraan dengan aman.

Kasus Panti Jompo

Berita tentang lansia yang dititipkan ke panti jompo seringkali mengetuk hati nurani pembaca. Memang benar ini berkenaan dengan bakti anak kepada orang tua yang telah melahirkan dan membesarkannya.

Dulu saya juga berpikir bahwa panti jompo adalah sarana tempat seorang anak membuang ibu atau ayahnya. Ternyata saya keliru.

Saya mendapati kenyataan bahwa panti lansia tidak seburuk yang saya kira. Saat mempersiapkan kegiatan bakti sosial untuk panti jompo di salah satu kawasan Tiga Raksa, Tangerang, Banten baru saya ketahui panti werdha merupakan instansi pihak ketiga yang melayani persoalan keluarga.

Persoalan keluarga pada dasarnya kompleks dan privat. Tidak ada orang yang menginginkan detail permasalahan keluarga mereka untuk diketahui publik. Anak yang menitipkan orangtua mereka di institusi tersebut juga tidak otomatis durhaka.

Pengurus panti merupakan orang di luar keluarga mereka yang paham hubungan anak dengan orangtua tersebut. Mereka bukanlah individu yang pasif, yang sekedar mencari nafkah di sana. Selain memiliki kompetensi mengurus lansia, mereka wajib memiliki sikap yang peka atas problem keluarga yang dilayaninya.

Pada perkembangannya, kasus Bu Trimah mulai mendapatkan titik terang. Diketahui bahwa beliau memiliki anak dari beberapa suami yang dinikahinya.

Anak-anak Bu Trimah pada awalnya tidak ingin menceritakan pribadi ibunya tersebut. Akibat psikologis yang tertekan, mereka kemudian terpaksa bercerita secara lengkap profil diri ibunya sendiri sebagai pembelaan. Hal ini justru makin membuat anggota keluarga Bu Trimah makin serba salah.

Tidak Ada Aturan Main Hakim Sendiri

Skandal, tragedi, atau kasus sosial sah dijadikan bahan pemberitaan kepada publik. Ada undang-undangnya. Namun tidak ada aturan yang membenarkan main hakim sendiri atas isu berita yang beredar.

Berita tetaplah sebuah benda yang dikonsumsi masyarakat agar mereka selalu terkoneksi dengan lingkungannya. Jika dari hulunya berita yang diproduksi memiliki tema positif, saat sampai di muara nuansa positif itu akan ikut terbawa. Begitu juga sebaliknya.

Suatu saat, suasana psikologis ini akan mempengaruhi kehidupan generasi berikutnya. Ketika lingkungan menjadi stres akibat berita viral, anak-anak akan ikut terpengaruh. Salah satunya adalah kehilangan minat membaca buku.

Pada tahap ini saja kita sudah dapat melihat dampaknya. Anak-anak menjadi apatis, tidak memiliki minat mengembangkan potensi diri, menganggap semua orang sama saja, mudah kehilangan semangat, atau malas meningkatkan wawasan dengan membaca.

Jika ingin hal ini tidak berlarut-larut, maka mulailah dari kita sendiri dengan membatasi diri dari mengkonsumsi berita penuh sensasi. Tidak ada kewajiban penikmat konten berita untuk menghakimi berita bombastis-sesasional. Sebaliknya, masyarakat diatur dengan UU ITE.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image