Video Pembelajaran Perlu, Membaca Lebih Perlu
Eduaksi | 2021-11-09 13:14:58Akhir-akhir ini kita saksikan kesibukan guru-guru untuk membuat video-video pembelajaran. Suatu kesibukan yang positif yang memperlihatkan keinginan guru-guru untuk berubah dan tampil lebih baik didepan siswa. Kecendrungan ini semakin meningkat sejalan dengan pandemi yang belum berakhir dan mengharuskan Pembelajaran Jarak Jauh diberlakukan.
Keterampilan dan kemampuan menggunakan teknologi seolah menjadi keharusan yang tidak dapat ditolak. Ada banyak alasan yang bisa disebut untuk membenarkan hal tersebut. Pertama, kemajuan teknologi yang menuntut guru harus mau menyesuaikan diri dengan kemajuan tersebut. Mau tidak mau suka tidak suka harus belajar agar tidak ketinggalan dan ditinggalkan.
Terlebih pemerintah juga memiliki kebijakan serupa untuk mendigitalkan banyak hal. Apresiasi positif lebih diberikan kepada pihak yang mau menggunakan teknologi. Disisi lain siswa sebagai sasaran utama pembelajaran telah lebih dahulu bersentuhan dengan teknologi. Mereka bahkan lebih terampil menggunakan semua itu. Dukungan orang tua dengan menyediakan fasilitas yang memadai turut mempengaruhi kemajuan penggunaan teknologi dikalangan siswa.
Kedua, kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi memberikan banyak pilihan kepada semua orang yang ingin belajar. Guru bukan lagi menjadi satu-satunya sumber ilmu disekolah. Siswa bisa mengakses segala yang mereka butuhkan melalui tangannya saja. Menyikapi hal itu guru sekali lagi harus mau belajar. Guru dituntut untuk mau berinovasi turut serta memanfaatkan teknologi tersebut agar tidak sekedar menjadi konsumen.
Dua alasan diatas cukup untuk menyebutkan bahwa pantas guru sibuk mempelajari hal-hal baru untuk PBM nya. Pantas pula mereka cemas ketika mendapati dituntut zaman berubah sementara sebelum ini biasa santai dan apa adanya.
Lepas dari semua itu ada hal yang semestinya tetap kita ingat ditengah euforia pemakaian media pembelajaran berbasis teknologi saat ini. Jangan lupakan bahwa siswa tetap harus lebih banyak membaca buku, sekali lagi membaca buku, bukan cuplikan buku, bukan hasil pemikiran orang dalam bentuk tulisan diblog dsb. Intinya anak tidak dianjurkan untuk terbiasa melihat dan membaca sesuatu bukan dari sumbernya.
Ibarat lagu yang dikenal dari covernya. Ini mungkin sepele tetapi sesungguhnya mempengaruhi cara berpikir dan berprilaku anak didik. Tindakan plagiat, copy paste, membeli barang bajakan yang marak akhir-akhir ini bukan tidak mungkin bermula dari semua itu.
Kita, guru, boleh sibuk dengan semua kemajuan teknologi. Boleh, malah harus menyesuaikan diri dengan semua itu. Tetapi yang menjadi inti benar dari semua itu adalah mengajar anak berproses, menimba ilmu dari sumbernya. Dan itu adalah buku.
Mengapa saya sebut teknologi dalam kaitannya dengan keinginan membaca? Karena jujur saja penggunaan teknologi turut mempengaruhi rendahnya minat baca disemua kalangan, baik didunia pendidikan maupun diluar itu. Ketika guru terbiasa mengajar menggunakan slide-slide singkat dan siswa terbiasa pula menyimak hal yang demikian maka akan sulit bagi mereka nantinya untuk mengeksplorasi lebih jauh apa yang dipelajari.
Untuk itu guru harus memberikan penekanan bahwa slide itu hanyalah stimulus dan siswa harus diminta untuk meninjau lebih jauh masalah yang dibahas dalam buku-buku rujukan. Buku rujukan hendaknya tidak semata buku pelajaran standar yg sudah ada. Alangkah eloknya guru memuat buku-buku rujukan yang bisa dibaca anak dibagian akhir pembelanarnnya.
Dengan demikian kekuatiran tadi akan berkurang jika kita tidak semata menekankan pada penggunaan media pembelajaran dan mencukupkannya saja. Semoga kita menjadi guru yang menguasai teknologi dan menguasai buku.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.