Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Purwanto,M.Pd

Guru dan Penyuluh Agama Menjadi Pelopor Moderasi Beragama

Agama | Monday, 08 Nov 2021, 10:57 WIB
Gambar: Binaan mempraktikan mdoerasi beragama (dokPri)

Seorang pejabat dari kementrian agama pernah bertanya kepada salah seorang binaan saya demikian, “Apakah Saudara tahu apa itu moderasi beragama?” Binaan saya tampak bingung mau menjawab pertanyaan itu.

Apakah terlalu berlebihan kalau saya mengatakan binaan saya adalah potret dari sebagian besar binaan atau siswa-siswa kita? Atau jangan-jangan malah menjadi potret guru-guru Agama atau penyuluh Agama? Jika guru-guru Agama dan penyuluh Agama masih gagap dengan istilah moderasi beragama tentu sebuah keprihatinan besar.

Tentu saja hal pertama yang harus dipahami adalah ap aitu moderasi beragama. Untuk menjadi guru/penyuluh pelopor moderasi beragama kita harus paham benar moderasi beragama sehingga kita bisa mendisain praksis pembelajaran/penyuluhan yang dilandasi oleh semangat moderasi beragama.

Untuk mamahami dengan lebih mudah pengertian moderasi beragama saya menggunakan kisah kecil antara Gus Dur dan Romo Mangun sebagai ilustrasi. Cerita ini juga saya pakai saat saya membuat karya tulis ilmiah ketika saya mengikuti seleksi Penyuluh Agama Katolik Teladan Tingkat Nasional. Kisah itu sebagai berikut.

Suatu hari Gus Dur berkunjung ke tempat kediaman Romo Mangun. Setelah mereka berbincang-bincang, Gus Dur mau sholat. Gus Dur bertanya kepada Romo Mangun di mana ia bisa pinjam ruang untuk sholat. Romo Mangun menjawab, “Di serambi sebelah sana (sambil menunjuk serambi tersebut), tapi tikar itu harus dibersihkan dulu Gus. Itu habis dipakai tidur anjing”.

Peristiwa itu menggambarkan Gus Dur dan Romo Mangun sebagai pelaku moderasi beragama tulen. Tanpa dihalangi tafsir ajaran Islam Gus Dur sholat di tempat yang tidak ideal.

Mengapa Gus Dur memilih sholat di serambi milik Romo Mangun? Inilah pilihan yang mau menegaskan bahwa persahabatan dan kerukunan antarpemeluk agama yang berbeda adalah sangat penting, dan (mungkin) di atas ritual keagamaan. Semangat seperti inilah yang mendasari moderasi beragama.

Dari kisah itu kita bisa menarik sebuah premis bahwa moderasi beragama adalah semangat pengamalan beragama yang membentuk kerukunan hidup antarpemeluk agama yang berbeda. Diksi kunci yang terkandung di dalam moderasi beragama yaitu kerukunan beragama.

Secara epistemologis kata moderasi berasal dari bahasa Latin, “moderatio” yang artinya kesedangan, tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) moderasi adalah pengurangan kekerasan, penghindaran keekstreman. Sedangkan menurut buku yang diterbitkan Kemenag (2019:17) yang berjudul, “Moderasi Agama” dikatakan demikian, “sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama”.

Ekstrem yang dimaksud dalam buku itu adalah ekstrem ultra-konservatif dan ekstrem liberal. Ekstrem-konservatif berpandangan bahwa tafsir mereka adalah satu-satunya yang paling benar sehingga yang lain keliru (tidak ada toleransi). Sedangkan ekstrem liberal mendewakan kecemerlangan akal budi sehingga mengorbankan kesucian agama dan jatuh pada tolerasi yang berlebih-lebihan. Semua ditoleransi sejauh masuk akal.

Implementasi Kepada Binaan: Metode Eksperential Learning

Binaan yang dimaksudkan di sini adalah para pelajar jika Anda guru, atau kelompok masyarakat yang Anda bina jika Anda penyuluh Agama. Implementasi moderasi beragama meyasar pada tiga ranah, yaitu kognitif, sikap dan keterampilan (head, heart & hand)

Setiap aktivitas pengajaran/penyuluhan/bimbingan harus meningkatkan pemahaman (head) binaan terhadap ajaran keagamaan yang lebih kontekstual terhadap realitas keberagaman kita. Setiap tekstual ajaran agama membutuhkan tafsir kontekstual. Di sinilah guru agama/penyuluh Agama harus mempunyai pengetahuan yang komprehensif mengenai ajaran agamanya. Dengan pemahaman yang komprehensif dan tentu terus berkembang (menurut Max Weber sifat pengetahuan itu akumulatif) maka sikap (heart) seseorang pun akan terbentuk lebih bijak.

Yuval Noah Harari menyebut sebagai sikap yang plastis. Sikap yang lembut. Sikap yang mampu meradaptasi dengan perubahan atau jika ditempatkan dalam realitas keberagaman adalah sebuah sikap yang menghargai perbedaan sebagai sebuah kodrat hakiki manusia. Untuk bisa mempunyai sikap seperti itu dibutuhkan sebuah model bimbingan/pengajaran/penyuluhan yang disebut refleksi. Yuval Noah Harari menyebut metode meditasi.

Keterampilan (hand) tidak bisa diotomatisasi sebagai konsekuensi logis dari peningkatan pemahaman dan sikap bijak. Keterampilan moderasi beragama adalah kecakapan siswa/binaan terlibat aktif dalam aktivitas konkret membangun kerukunan beragama. Misalnya siswa/binaan ikut aktif kerja bakti di lingkungan rumahnya, atau tergerak memberi bantuan kepada orang yang membutuhkan tanpa memandang latar belakang mereka. Inilah yang dalam bahasa agama disebut pengamalan ajaran agama. Agar siswa/binaan mampu mempunyai keterampilan seperti ini guru agama/penyuluh harus mendisain pembelajaran/penyuluhan/bimbingan yang reflektif dengan aksi nyata. Ingat seseorang cakap dalam membantu orang lain karena latihan. Termasuk latihan berbuat baik kepada orang lain.

Model pembelajaran/penyuluhan/bimbingan yang mengembangkan tiga ranah secara proporsional tersebut disebut eksperential learning. Metode ini saya gunakan Ketika saya mengajar agama kepada siswa/binaan saya.

Refleksi Penutup

Kita menjadi guru Agama atau Penyuluh Agama adalah sebuah panggilan. Setiap orang punya kisah berbeda hingga sampai pada panggilan ini. Tentu tidak layak yang penting melaksanakan penyluhan/pengajaran/bimbingan. Kita harus menyadari panggilan ini luhur dan mulia karena terpanggil terlibat membangun masyarakat Indonesia yang rukun dan damai dalam realitas keberagaman. Keadaan itu hanya mungkin menjadi sebuah kenyataan ketika Anda bergerak bersama-sama menjadi pelopor moderasi beragama.

#gurupelopormoderasiberagama_purwanto_smacintakasihtzuchijakarta

Referensi

Purwanto,M.Pd (2020). Strategi Penyuluhan Penyuluh Agama Katolik Di Tengah Pandemi Covid-19, Karya Tulis Ilmiah

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. 2019. Moderasi Agama. Kemenag RI

Yuval Noah Harari (2018), 21 Lessons for 21 st Century, Jonatahan Cape, London

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image