Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Secure Societies, Kenyamanan Hidup dan Sikap Religius

Agama | Wednesday, 06 Jul 2022, 23:58 WIB

Meskipun memiliki proses yang berbeda, kehidupan kita ini pada hakikatnya adalah “sekolah alam”. Layaknya sebuah sekolah, kita harus menjadikan ilmu dan pelajaran dari apapun yang terjadi dan kita dapatkan dalam kehidupan. Lebih dari itu, apapun yang kita dapatkan dalam kehidupan ini semuanya merupakan ujian dari Dzat Pemberi kehidupan.

Ketika kita meraih kesuksesan, kebahagiaan, kesehatan, dan hal-hal lainnya yang menyenangkan adalah ujian, sejauh mana kita dapat bersyukur atas segala kesenangan yang kita raih, dan sejauh mana pula kita mampu menjadikannya sebagai wasilah untuk melakukan ketaatan kepada-Nya.

Demikian pula halnya ketika kita mendapatkan musibah dan kesulitan, juga merupakan ujian dari-Nya. Sejauh mana kita mampu menerima dan sabar dalam mengahdapinya.

Bagi seorang mukmin-muslim baik ujian kesenangan maupun ujian berupa kesulitan akan berbuah kebaikan jika bijak dan bertindak bajik dalam menghadapinya. Jika seorang mukmin-muslim mendapatkan kesenangan kemudian ia bersyukur, maka besyukur menjadi kebaikan bagi dirinya. Demikian pula jika seorang mukmin-muslim mendapatkan ujian berupa kesulitan hidup kemudian ia bersabar, maka bersabar menjadi kebaikan bagi dirinya.

Mari kita merenung sejenak, sudah sejauh mana kita bersyukur atas segala nikmat-kesenangan yang telah Allah berikan kepada kita, dan sejauh mana kesabaran kita menerima segala kesulitan hidup dan musibah yang menimpa ?

Sungguh berbahagia orang-orang yang mampu bersyukur atas segala nikmat-kesenangan yang telah Allah anugerahkan, dan sungguh berbahagia orang-orang yang sabar dan tidak berburuk sangka kepada Allah atas segala musibah dan kesulitan hidup yang dihadapinya.

Kebahagiaan hidup akan semakin bertambah manakala kesenangan dan kesulitan hidup yang dihadapi dijadikan wasilah untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Sayangnya, kita lebih sering mendekatkan diri kepada Allah pada saat kesulitan dan musibah menimpa kita, dan kemudian kita melupakan-Nya tatkala kesulitan dan musibah telah sirna dan berlalu dari kehidupan.

Pippa Norris & Ronald Inglehart (2004 : 5) dalam karyanya Sacred and Secular Religion and Politics Worldwide mengemukakan suatu teori Secure Societies (masyarakat yang aman dan nyaman). Teori ini mengungkap pengaruh tingkat keamanan terhadap tingkat kereligiusan individu maupun masyarakat.

Ketika sekumpulan orang dalam suatu masyarakat merasakan tingkat keamanan yang rendah, mereka cenderung religius. Sebaliknya ketika sekumpulan orang dalam suatu masyarakat merasakan tingkat keamanan yang tinggi, mereka cenderung tidak religius.

Keamanan manusia pada umumnya terletak pada tiga hal yakni kesehatan, keamanan pribadi dan lingkungan, serta ketersediaan pangan yang memadai. Jika tiga hal ini terpenuhi, kehidupan manusia pada umumnya akan merasakan kebahagiaan. Sayangnya, kebahagiaan ini sering menjadikan manusia terlena dan melupakan kepada Dzat Pemberi keamanan dan kebahagiaan.

Anda boleh menerima atau menolak teori Secure Societies yang dikemukakan Pippa Norris & Ronald Inglehart, yang jelas ketika kita merenung dengan pikiran yang tenang, teori tersebut sesuai dengan kenyataan tingkat religius atau pendekatan diri kita kepada Allah.

Ketika pandemi Covid-19 tengah berada pada puncak yang mengkhawatirkan, orang yang terpapar dan yang meninggal dunia terjadi hampir setiap jam, rasa takut hinggap pada diri setiap orang. Apalagi ketika obat dan vaksin belum ditemukan, hampir semua orang dilanda kecemasan, dan seolah-olah sedang menanti giliran terpapar yang berisiko bisa sembuh atau berujung masuk peti mati yang tak boleh dilayat dan disentuh sanak saudara dan tetangga.

Pada kondisi dan situasi tersebut, tak ada jalan lain kecuali mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, Allah swt. Banyak orang yang tiba-tiba menjadi ahli masjid meskipun harus sembunyi-sembunyi karena berada di zona merah yang tidak diizinkan ada kerumunan orang. Tak sedikit pula orang-orang yang nekad, dengan berbagai alasan, melakukan istighatsah, zikir berjamaah di masjid, memohon kepada Allah agar diberi keselamatan dan kesehatan.

Lalu bagaimana setelah kehidupan mulai kembali nyaman seperti sekarang ini? Seperti kata teori Secure Societies, tak sedikit orang yang mulai menurunkan tingkat religius atau ketaatan dalam menjalankan perintah-Nya. Banyak orang yang mulai melupakan masjid yang ketika masa pandemi memaksa dibuka meskipun ada perintah untuk menutupnya.

Ketika pintu masjid ditutup rapat, banyak orang yang memaksa membukanya dengan dalih ingin mendekatkan diri kepada Allah, agar selamat dari pandemi yang sedang menimpa negeri. Namun kini, ketika pintu masjid sudah kembali bisa dibuka lebar, banyak orang yang matanya tertutup seolah-olah tak melihat pintu masjid terbuka lebar. Dari mulutnya tak terdengar lagi kata-kata ingin semakin mendekatkan diri kepada Allah.

Jauh sebelum muncul teori Secure Societies ini Allah telah menyindir sikap sebagian hamba-hamba-Nya yang mendekatkan diri ketika menghadapi kesulitan, dan menjauhi serta melakukan kemaksiatan, tak mau lagi mendekat kepada-Nya tatkala kesulitannya tergantikan kemudahan dan kebahagiaan.

“Apabila manusia ditimpa kesusahan, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri. Namun, setelah Kami hilangkan kesusahan itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat) seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) kesusahan yang telah menimpanya. Demikianlah, dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas itu apa yang selalu mereka kerjakan” (Q. S. Yunus : 12).

Orang yang baik adalah orang yang bersyukur, sabar, tawakal, dan istiqomah. Tetap bersyukur seraya berada dalam ketaatan ketika mendapatkan kemudahan dan kesenangan. Tetap bersabar dan tawakal ketika kesulitan hidup dan berbagai musibah menimpanya seraya tetap mendekatkan diri kepada Allah.

ilustrasi : Pemakaman jenazah terpapar Covid-19 (sumber gambar : republika.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image