Menjaga Keharmonisan
Info Terkini | 2022-07-05 17:05:00Akhir-akhir ini, media sosial dibisingkan dengan cobaannya sebuah lembaga. Ya, sampai media besar tempo rela meluangkan waktunya untuk investigasi yang besar. Dari semua sumber yang saya baca, muaranya adalah gagalnya lembaga tersebut menjaga keharmonisan organisasinya.
Sebenarnya, saya malas membahas tentang hal ini, karena tidak ada untungnya bagi saya. Tapi ada hal yang menarik mengapa lembaga sebesar itu mendapat cobaan yang besar, apalagi saat ini mereka digempur dengan berbagai isu di media sosial.
Semakin tinggi pohon, akan semakin besar anginnya, semakin besar organisasi akan semakin banyak tantangannya. Kurang lebih kata-kata yang saya tulis sebelumnya sering kita jumpai ketika melihat unggahan tentang motivasi tentang kepemimpinan.
Kita bisa melihat, pendapatan lembaga yang sedang menjadi perbincangan mencapai miliaran rupiah tentu akan menjadi polemik. Dilihat dari persentase yang diambil untuk menggaji karyawan sebetulnya tidak masalah karena bukan lembaga yang berfokus kepada zakat. Akan tetapi jika ditelusuri akan terdapat beberapa penyelewengan seperti transfer dana untuk membeli barang pribadi hingga dugaan dukungan terhadap terorisme.
Awalnya, saya yakin kita biasa saja, tidak begitu peduli dengan pendapatan dan persentase untuk eksternal, apalagi mengusut sampai ke gaji dewan pembina hingga kehidupan pribadi para pimpinan lembaga tersebut.
Kesalahan mereka hanya satu, yaitu tidak menjaga keharmonisan di internal lembaga. Sebelumnya terjadi riak-riak kecil di dalam lembaga tersebut, hingga ujungnya adalah mereka yang tidak setuju mengupayakan segala cara untuk menyampaikan protes tersebut hingga laporan ke pihak berwajib. Buktinya, mulai beredar surat yang menyatakan tidak setuju beberapa pengurus terhadap kebijakan yang dikeluarkan mengenai gaji.
Iri merupakan sifat manusiawi yang sering hinggap di jiwa kita, termasuk dalam kasus lembaga ini. Sayangnya para pimpinan gagal untuk menenangkan orang-orang yang memprotes kebijakan-kebijakan para pimpinannya.
Lalu dampaknya apa? Jelas kehancuran dalam tubuh lembaga tersebut bahkan melebar menjadi efek domino kepada lembaga-lembaga serupa sehingga mungkin saja banyak masyarakat yang mulai kurang percaya pada lembaga filantropi.
Antara Keharmonisan dan Kehancuran?
Seharusnya, semua lembaga khususnya yang berbasis yayasan dalam skala besar maupun kecil bisa belajar dari kasus ini. Kita melihat betapa gawatnya jika keharmonisan tidak terbentuk dalam sebuah hubungan atau organisasi.
Dengan tidak adanya keharmonisan seperti kasus yang sedang ramai ini, terjadinya permasalahan naik ke permukaan karena perilaku “orang dalam” yang kontraproduktif sehingga dengan mudahnya media mendapatkan informasi yang sangat detail.
Saya jadi teringat perkataan dua orang sosiolog Robinson dan Benner mengatakan bahwa bahaya dari perilaku kontraproduktif dapat merusak norma penting organisasi, mengancam kebaikan organisasi dan keduanya.
Perilaku kontraproduktif akibat tidak harmonisnya hubungan internal organisasi, lambat laun akan menjadi tontonan masyarakat, walaupun berusaha menutupinya. Dan lagi semua akan hancur lebur bersama-sama.
Dinamika seperti ini kita juga sering temukan di beberapa organisasi apalagi jika kita terjun langsung di dalamnya termasuk di dunia politik. Keharmonisan yang tidak terjaga dengan baik akan menjadi seperti dua sisi mata uang, akankah menjadi lebih baik karena berkembang saling adu gagasan? Atau sebaliknya malah menjadi debu yang menghambat mesin-mesin pergerakan?
Keharmonisan adalah Kunci
Dalam organisasi kecil seperti rumah tangga keharmonisan merupakan suatu kunci di mana diawali satu visi, misi serta komitmen untuk menggerakkan bahtera rumah tangga menjadi mulus, bahkan jalan yang dilewati jelek-pun jika bersama akan dilewati dengan baik.
Makanya dalam skala besar misalnya dalam bisnis, orang yang membangun bisnis harus orang yang memiliki komitmen kuat serta visi dan misi yang sama, kalau tidak yakinlah bisnis tersebut hanya bertahan seumur jagung.
Jikalau bertahan lama, dengan masuk orang-orang baru jika tim inti bisnis tersebut keharmonisannya goyah, cepat atau lambat nasibnya akan sama seperti lembaga filantropi yang sedang viral.
Makanya tidak aneh jika dalam konteks kekuasaan, membangun koalisi menjadi salah satu upaya menjaga keharmonisan dan mencari tim yang satu frekuensi baik di eksekutif maupun legislatif sehingga proses kepemimpinan berjalan dengan lancar.
Saya jadi teringat perkataan Khalifa Ali Bin Abi Thalib “Kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir,” maknanya adalah kesolidan dan keharmonisan penjahat akan lebih kuat dibandingkan kebaikan yang kurang solid dan harmonis.
Terakhir, sebetulnya sebesar apa pun masalahnya jika keharmonisan terjaga maka masalah itu akan tertutup rapat, sebaliknya jika keharmonisan tidak baik, jangan kaget masalah kecil bisa jadi sangat besar dan sangat rumit penyelesaiannya.
Salam Damai
Fathin Robbani Sukmana, Penulis
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.