Optimis Untuk Memperkuat Ekonomi syariah bersama BPKH
Lomba | 2021-11-03 19:55:40Dalam pengelolaan keuangan dana haji Direktorat jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama mengembangkan dana haji tersebut melalui SBSN (Surat Berharga Syariah Negara), Surat Utang Negara (SUN), dan Deposito. Pengembangan melalui SBSN dan Deposito telah sesuai syariah, sedangkan yang melalui SUN dinilai tidak sesuai dengan syariah karena terdapat unsur ribawi didalamnya berupa riba. Oleh karena itu, kaitannya dengan masalah tersebut dalam mengoptimalkan pengelolaan dana haji yang semakin bertambah setiap harinya maka pemeritah membentuk badan baru yakni Badan Pengelola Keuangan Haji dan Umrah (BPKH) Indonesia yang khusus untuk mengelola dana haji dengan meminimalisir resiko serendah-rendahnya dengan berprinsip syariah. Dan Kementerian Agama lebih terfokus untuk mengurus perihal perjalanan ibadah haji jamaah haji Indonesia dengan maksimal tanpa memikirkan urusan pengelolaan dana haji yang terkumpul. BPKH Indonesia memiliki tugas mengelola keuangan haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan haji.
Badan Pengelola Keuangan Haji atau yang lebih dikenal dengan BPKH adalah sebuah lembaga yang memiliki tugas melakukan pengelolaan keuangan haji. Keuangan Haji adalah semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari jemaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pengelolaan Keuangan Haji berasaskan pada prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel. Tujuan Pengelolaan Keuangan Haji yaitu meningkatkan kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji, rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH dan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam.
Sesuai dengan undang-undang No. 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji mengamanatkan kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk melaksanakan pengelolaan keuangan haji yang berasaskan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, nilai manfaat, dan likuiditas, baik di dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, BPKH diharapkan dapat meningkatkan kerja sama internasional dalam pengembangan dana haji untuk investasi.
Saat ini BPKH mengelola dana haji sekitar 140 triliun rupiah per Desember 2020 (sekitar 10 miliar US dolar). Dana haji tersebut dapat diinvestasikan dalam berbagai macam instrumen investasi, seperti produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya. Selain itu, pengembangan dana haji dapat dilakukan melalui investasi wakaf, investasi haji, dan investasi global.
BPKH juga diharapkan dapat bekerja sama dengan IRTI-IDB (Islamic Research and Trainning Institute Islamic Development Bank) untuk memperoleh pengetahuan terkini tentang investasi dalam rangka pengembangan dana haji. Investasi yang berhubungan dengan pelaksanaan haji sangatlah luas, mulai dari investasi akomodasi, transportasi, catering, bahkan investasi yang terkait dengan pengelolaan Dam.
Terkiat dengan ekosistem haji, perlu pemulihan agar penyelenggaraan haji berjalan stabil dan kondusif. Potensi Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar, yakni 87 persen lebih dari 250 juta penduduk. Sebelum pandemi, Indonesia memiliki 220 ribu kuota haji setiap tahunnya. Selain itu, setiap tahun dari Indonesia terdapat sekitar delapan ribu sampai satu juta orang beribadah umrah, kedua terbesar setelah Pakistan. Karena terjadinya pandemi Covid-19 yang masih berlangsung saat ini menimbulkan tantangan besar dalam pengelolaan dana haji terkait dengan naiknya biaya pelayanan dan inflasi yang tinggi. Untuk itu, dibutuhkan kebijaksanaan dari BPKH dan kemitraan yang dijalin dengan baik.
Ekosistem haji dimulai dari MoU, karena ini merupakan titik tolaknya. Didalamnya ada jumlah kuota jemaah haji yang akan diberikan kepada sebuah negara dan ketentuan-ketentuan terkait persoalan haji yang diatur dalam Taâlimatul Hajj. Penentuan kuota yang diwujudkan dalam MoU antara Menteri Agama dan Menteri Haji Arab Saudi ini biasanya dilakukan 5 bulan sebelum keberangkatan. âNormalnya, akhir November. Indonesia bersama Pakistan biasanya menjadi prioritas,â
Namun karena adanya faktor eksternal yaitu pandemi Covid-19 yang mengancam keselamatan jiwa jemaah haji menjadikan Kementerian Agama pada akhirnya mengambil kesimpulan untuk melakukan perlindungan kepada jemaah (hifzhun nafs), yaitu dengan adanya pembatalan haji tahun lalu dan ini, pemerintah terus berupaya merespon hal ini dengan menyiapkan sejumlah langkah agar antrian tidak mengular secara tidak terkendali. Ditjen PHU juga akan memperkuat regulasi dan diplomasi dengan berbagai pihak.
Kementerian Agama sendiri telah melakukan persiapan untuk penyelenggaraan ibadah haji di masa pandemi Covid-19 sejak November 2020. Persiapan ini telah melalui berbagai jalur, diantaranya adalah diplomasi haji dan pembentukan Tim Manajemen Krisis Penyelenggaraan Ibadah Haji 1442H/2021M. Terkait kebijakan pembatalan haji tahun lalu dan tahun ini . kebijakan yang diambil sejalan dengan konstitusi dimana negara berkewajiban untuk melindungi warga negaranya. Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2019 dimana tujuan dari penyelenggaraan ibadah haji adalah pembinaan, pelayanan dan perlindungan.
#BPKHWritingCompetition #BPKH #EkonomiSyariah
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.