Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hening Nugroho

Pengelolaan Dana Investasi Haji Melalui Sukuk Negara ; Yang Aman, Transparan, dan Akuntabel.

Lomba | 2021-11-03 15:19:34
Sumber foto : Pixabay

Adanya penumpukan dana haji dalam jumlah yang sangat masif merupakan dampak dari semakin meningkatnya keinginan masyarakat untuk menunaikan ibadah haji dan jadwal tunggu keberangkatan yang semakin lama. Hal itu tentu saja akan menyimpan nilai ekonomis yang sangat tinggi, dari akumulasi ini akan menjadi potensi ekonomi yang besar karena setiap rupiah tersimpan dalam waktu yang panjang, disamping mengandung rate of return (keuntungan atau kerugian bersih), juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan pembangunan.

Data Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mencatat pada tahun 2020 terakumulasi sekitar Rp 131,8 Trilliun.Besarnya akumulasi dana haji di satu sisi merupakan potensi namun di sisi lain mengandung risiko tinggi jika tidak dikelola secara tepat dan cermat. Fakta menunjukkan bahwa akibat adanya penyimpangan moral terhadap dana haji ternyata berakibat terjadinya banyak korban yang tersangkut dalam kasus penyelewengan. Ujungnya, banyak pejabat dan para pihak terkait pengelolaan dana haji tersangkut dalam kasus hukum, maka dari itu Pemerintah telah mengambil seperangkat kebijakan agar di satu sisi dana haji dapat memberikan kemanfaatan pembangunan dan ekonomi, disisi lain dana haji dapat terjaga dari perilaku penyimpangan banyak pihak.

Lewat Undang-undang No. 34 Tahun 2014 bahwa dana haji yang terakumulasi dapat diinvestasikan dalam bentuk yang halal dan sesuai dengan maqashid al-syariah. Pengelolaan dana haji yang terakumulasi di Badan Pengelola Keuangan Haji diinvestasikan ke dalam berbagai portofolio, baik di instrumen keuangan jangka pendek maupun jangka panjang (UU No 34, 2014).

Strategi untuk mengoptimalkan pengelolaan dana haji agar manfaatnya bisa digunakan untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dilaksanakan dengan kebijakan investasi.

Pada tahun 2009, dengan semangat untuk memberikan manfaat bagi kemaslahatan umat, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman mengenai mekanisme investasi dana haji dalam Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara dengan cara private placement. Kesepakatan tersebut kemudian dilanjutkan dengan kesepakatan peruntukan dana haji bagi pembiayaan APBN, temasuk proyek Kementerian Agama dengan penyelenggaraan haji melalui SBSN PBS (Project Based Sukuk) yang ditandatangani Menteri Keuangan Chatib Basri dan Menteri Agama Suryadharma Ali pada 2013.

Ada tiga poin penting yang disepakati dalam kesepakatan tersebut. Pertama, inisiatif penempatan dana haji pada SBSN tidak hanya dari Kementerian Agama, melainkan juga dari Kementerian Keuangan. Kedua, penempatan dana SBSN juga dapat menjadi pertimbangan usulan alokasi Kementerian Keagamaan dalam APBN untuk tahun anggaran berikutnya, khususnya terkait penyelenggaraan haji yang dibiayai SBSN PBS. Ketiga, penempatan dana haji pada SBSN dapat berupa instrumen SBSN nontradable (tidak dapat diperdagangkan) dan SBSN tradable (dapat diperdagangkan).

SBSN atau sukuk negara kemudian dikenal dengan nama Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI), tercatat dalam laporan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, hingga 12 Januari 2017, outstanding SDHI mencapai Rp 36,7 triliun, Pemerintah meyakini, keuntungan yang akan diperoleh jika dana tersebut ditempatkan dalam SDHI adalah imbal hasil yang menguntungkan dan pengelolaan dana yang lebih transparan. Sebab, dengan waktu tunggu keberangkatan haji mencapai 32 tahun (paling lama), dana tersebut akan lebih aman disimpan dalam SDHI.

Dalam beberapa tahun terakhir, Kementerian Keuangan tengah menggalakkan pembiayaan infrastruktur melalui penerbitan Sukuk Negara berbasis pembiayaan proyek (Project Based Sukuk atau PBS). Salah satu kementerian yang cukup banyak memperoleh pembiayaan dari Sukuk PBS adalah Kementerian Agama, terutama untuk pembangunan gedung baru (gedung UIN atau IAIN dan gedung KUA yang jumlahnya ratusan). Sehingga masyarakat dapat mengetahui penempatan dana haji pada SDHI selama ini dengan pembiayaan proyek-proyek Kementerian Agama.

Sebenarnya pemanfaatan penerbitan SBSN SDHI maupun SBSN PBS bukan merupakan wilayah dari Kementerian Agama, sehingga tidak dapat secara otomatis dana haji dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur Kementerian Agama. Penentuan penggunaannya adalah kewenangan Kementerian Keuangan sebagaimana tersebut dalam UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang SBSN. Dalam aturan ini dijelaskan bahwa pemanfaatan dana hasil penerbitan SBSN dapat digunakan untuk pembiayaan umum APBN dan pembangunan proyek-proyek Pemerintah. Jadi apabila dana haji ditempatkan dalam SBSN, maka penentuan penggunaannya ada pada Kementerian Keuangan dan tidak dapat diarahkan langsung ke proyek infrastruktur Kementerian Agama. Apabila Kementerian Agama menginginkan proyek infrastrukturnya dibiayai dengan penerbitan SBSN, maka pengusulannya harus sesuai dengan mekanisme APBN yang telah ada termasuk harus melalui Bappenas.

Kesimpulannya penginvestasian dana haji ke dalam sukuk merupakan keputusan yang tepat yang diambil oleh Badan Pengelola Keuangan Haji Indonesia (BPKH) karena Sukuk diterbitkan dengan menggunakan struktur akad sesuai dengan prinsip syariah. Sukuk diawasi oleh DSN-MUI serta OJK sehingga terjaga kesyariahannya. Alhasil BPKH kembali mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan BPKH tahun 2020. Opini WTP ini menjadi jaminan bagi masyarakat bahwa pengelolaan berjalan dengan aman dan sesuai amanah serta semakin meneguhkan pengelolaan dana haji lebih transparan dan akuntabel.

#bpkhwritingcompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image